KEHADIRAN Harun Mustafa Nasution sebagai calon anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara (Sumut) dari Partai Gerindra ternyata mampu memberi warna tersendiri dalam Pemilu 2019.
Meskipun baru kali pertama terjun di panggung politik, ia terbukti mampu jadi peraih suara terbanyak dari 10 caleg terpilih berdasarkan hasil rekapitulasi perolehan suara calon anggota DPRD provinsi dari dapil (daerah pemilihan) Sumut 7 .
Harun, begitu ia biasa disapa, terpilih sebagai anggota dewan dengan total 150.736 suara sekaligus menjadi caleg pengumpul suara terbanyak yaitu, 70-an ribu suara, yang didapat dari dapil ini berdasarkan hasil Pemilu 17 April 2019.
Raihan total suara yang diperoleh Harun selisih jauh dibanding peraih kursi kedua: Yasir Ridho Lubis dari Partai Golkar dengan 106.677 suara; Abdul Rahim Siregar dari PKS dengan 77.575 suara; Tondi Roni Tua—Demokrat (64.030 suara); Ahmad Fauzan Daulay—PAN (54.959 suara).
Lalu, Fahrizal Efendi Nasution—Hanura (50.907 suara); Rahmat Rayyan Nasution—Gerindra (50.245 suara); Parsaulian Tambunan—Nasdem (48.259 suara)—Syahrul Efendi Siregar—PDIP (45.719 suara), dan Syamsul Qamar—Golkar (35.559 suara).
Bakal melonjaknya suara Harun sudah banyak diprediksi sejumlah kalangan jauh sebelum pemilu digelar. Bukan lantaran ia begitu gencar melakukan sosialisasi, tidak. Justru dibanding caleg provinsi lain, intensitasnya melakukan sosialisasi secara langsung terhadap masyarakat tergolong minim.
Meskipun begitu, perolehan suara cucu pendiri Pondok Pesantren Musthafawiyah Purba Baru, Syeikh Musthafa Husein Al-Mandili, hampir ada di tiap TPS. Bahkan nyaris selalu unggul dibanding caleg provinsi lainnya, terutama di wilayah Madina.
Sekadar kilas balik kebelakang. Sebelumnya Harun tak pernah berpikir akan terjun ke dunia politik. Ia juga tidak berminat masuk sebagai pengurus partai, termasuk Gerindra, yang belakangan menjadi “perahu” menuju gedung DPRD Sumut.
Lalu bagaimana cerita awal sehingga Harun menjadi caleg dari Partai Gerindra. Berdasarkan sumber-sumber yang dihimpun Beritahuta.com, alumni SMA Negeri 1 Panyabungan tahun 1985 tersebut sudah beberapa kali diajak Musa Rajeckshah, wakil gubernur Sumut, agar ia mau menjadi caleg.
Namun ajakan sahabatnya sesama penggemar olahraga balap mobil ini selalu ditepis dengan berbagai alasan. Bahkan, Gubernur Edy Rahmayadi pun sudah coba memberi saran supaya lelaki low profil tersebut ikut nyaleg pada Pemilu 2019.
Seperti biasa, Harun hanya memberi jawaban dengan senyum sebagai tanda kurang berminat. Apa alasannya, antara lain karena ia punya kesibukan di dunia bisnis dan sejak awal kurang begitu tertarik pada dunia politik. Tak heran, sampai saat ini dia belum tercatat sebagai pengurus partai, termasuk Gerindra.
Hati Harun baru luluh ketika pada suatu kesempatan Ustad Abdul Somad (UAS) secara langsung memintanya ikut menjadi caleg pada Pemilu 2019. “Kalau orang baik seperti Ustad Harun tidak mau duduk di legislatif, tidak menutup kemungkinan nanti kursi dewan diisi orang-orang jahat. Orang-orang baik harus lebih banyak duduk di dewan supaya produk kerja mereka juga baik untuk masyarakat,” kata UAS terhadap Harun.
Ungkapan UAS itu ternyata mampu merubah keteguhan hati Harun. Ia luluh, dan dengan bismillah, ia ikuti permintaan sang ustad. Sejurus kemudian, gubernur pun mengontak Gus Irawan, selaku ketua DPD Partai Gerindra Sumut.
Mendengar kabar itu, Gus Irawan begitu senang. Apalagi sejak awal ia sudah berjanji memberikan posisi caleg nomor urut satu dapil Sumut 7 kepada Harun asal lelaki yang kerap pakai peci lobe tersebut mau nyaleg.
Gus Irawan pun langsung terbang ke Jakarta menemui pengurus dewan pimpinan pusat (DPP) partai tersebut untuk minta rekomendasi sebagai syarat yang hendak diserahkan ke KPU Sumut.
Karena batas penyerahan berkas pencalonan ke KPU (Komisi Pemilihan Umum) Sumut sudah sangat dekat, maka tak ada jalan lain Harun pun harus kerja ekstra keras mempersiapkan persyaratan.
Selanjutnya, meskipun sudah masuk dalam DCS (daftar calon sementara) dan DCT (daftar calon tetap), tidak membuat Harun langsung turun ke dapil Sumut 7 yang meliputi kabupaten: Madina, Kota Padangsidempuan, Tapsel, Palas dan Paluta untuk melakukan sosialisasi.
Harun masih harus mengurus rutinitasnya di Kota Medan. Baru jelang masa kampanye dia sesekali datang ke dapilnya, khususnya Madina. Mengingat waktu yang terbatas, tidak banyak juga desa yang bisa dikunjungi. Ia hanya mengandalkan alat peraga berupa baliho dan banner.
Meskipun begitu, berdasarkan hasil perhitungan, suaranya hampir ada di semua TPS yang ada di Madina dan kabupaten/kota lain di wilayah dapil Sumut 7.
Kecamatan Sinunukan, misalnya, dia menang telak di sana padahal hanya sekali mengunjungi tempat ini, itu pun bukan dalam rangka sosialisasi atau kampanye, tapi menghadiri undangan pesta perkawinan.
Meskipun banyak pihak menyebut posisi Harun dalam pileg di atas angin, namun ia mengaku sempat juga khawatir tidak dapat suara. “Terus terang saya juga belakangan takut enggak dapat suara. Takut terlalu percaya deiri. Memang kata orang saya pasti duduk, tapi saya tidak mau terlalu yakin. Itu berbahaya,” katanya suatu saat kepada Beritahuta.com.
Dari mana sumber perolehan suara Harun? Ini tak lepas dari militansi para santri, tenaga pengajar, dan Kamus (Keluarga Abituren Musthafawiyah). Mereka sangat berperan dalam pemasangan alat peraga dan sosialisasi di kampung masing-masing.
Lewat alat peraga itulah ia mampu meraih suara siginifikan, bahkan mampu menjadi “juara” di dapil Sumut 7. Suatu militansi yang kokoh, sehingga tak mampu diterjang “badai” money politik sekalipun.
Para alumni Musthafawiyah juga secara suka rela melakukan door to door sosialisasi terhadap masyarakat di tempat mereka masing-masing, dan seperti kita lihat hasilnya sungguh mencengangkan.
Selamat, semoga Bung Harun Mustafa Nasution mampu mengemban amanah rakyat demi kemajuan daerah kita tercinta…
(akhiruddin matondang)