BERBAGI
foto: akhir matondang

PANYABUNGAN, BERITAHUta.com—Miris, memalukan, dan amburadul. Ketiga kata itu pas untuk menggambarkan kegiatan karnaval dalam rangka HUT ke-78 RI tingkat Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Sumut pada, Rabu (16/8/2023).

Persoalan pertama ketika pawai karnaval baru dimulai sekitar pukul 11.15. Start dari depan kantor Unit Lalu Lintas, Polres Madina, dekat jembatan Aek Mata, Kayujati, Panyabungan, Madina.

Sebenarnya, sekitar pukul 09.00, sudah ada yang mulai jalan menuju arah finish, simpang Jalan Bermula, Sipolu-polu, Panyabungan. Dalam rombongan ini antara SD IT Adnani, MAN 1 Madina, dan SLB (Sekolah Luar Biasa).

Sementara penghormatan terhadap bupati, wakil bupati, pimpinan dewan dan unsur Forkopimda berada di sekitar depan Bank Sumut, Panyabungan 2.

(foto: akhir matondang)

Namun, pelajar yang start pukul 09.00 terhenti lantaran para pejabat belum berada di panggung depan Bank Sumut. Mereka masih di gedung dewan mengikuti Sidang Paripurna Istimewa mendengarkan sambutan presiden RI.

Persoalan mulai muncul disebabkan para peserta kepanasan. Barisan menjadi berantakan. “Kalau memang masih ada acara bupati, kenapa karnaval diadakan pagi. Panitianya amatiran,” ujar Marwan, warga Panyabungan 2.

Para peserta dijemur hampir tiga jam sebelum start kedua. Ditambah lagi saat mereka beraksi sambil jalan, dan  saat menunggu giliran start. Artinya, otomatis selama delapan jam mereka ‘dijemur” di teriak matahari yang begitu penat.

Banyak anak TK menangis, bahkan pelajar SD pun tidak sedikit ikut menangis. Sementara pelajar SLTP, SLTA, guru dan masyarakat—penonton dan peserta—ngedumel di antara mereka. Wajar, di antara mereka ada yang sudah mulai dirias tukang salon habis salat subuh.

BERITA TERKAIT  Pengunjuk Rasa: Tutup Seluruh Aktivitas PT SMGP di Kawasan Sibanggor

Suasana lebih amburadul terjadi di sekitar lokasi start. Setiap sudut lahan kosong disana dijadikan mereka tempat berteduh. Sampai ke asrama polisi, rumah sakit, jalan arah SMA Negeri 1 Panyabungan—kantor pos, sepanjang SDN 2 dan SDN 4, bahkan sampai masjid Kayujati.

Kehausan akibat lama menunggu start karnaval. (foto: akhir matondang)

Miris, melihat para peserta ini. Air minum persiapan mereka sampai habis karena terik matahari. Beberapa peserta sempat dirawat di mobil ambulans karena lemas. “Kami sudah disini mulai pukul 07.00. Panitianya gak punya otak,” kata seorang guru dari Hutasiantar, Panyabungan.

Rusuh

Puncak masalah terjadi sekitar pukul 14.17. Saat itu, sudah tergolong ‘barisan’ akhir peserta karnaval, yakni kelompok  Naposo dan Nauli Bulung.  Persis di depan Bank Mandiri Cabang Panyabungan, Jalan Williem Iskander, Panyabungan 2, Kecamatan Panyabungan, Madina terjadi keributan. Rombongan ini membawa meriam bambu.

Namun tak jelas pemucu tawuran antar dua kelompok ini. Mereka saling pukul. Saling kejar. Warga yang tadinya bertahan di terik matahari menyaksikan atraksi karnaval mendadak histeris sembari kucar-kacir menyelamatkan diri.

Suasana mencekam. Tidak jelas lagi, siapa memukul siapa. Terjadi  saling pukul, baik tangan kosong maupun pakai alat berupa kayu. Beberapa orang diamankan warga bersama satpam salah satu perusahaan di sekitar TKP (tempat kejadian perkara).

Seorang lelaki berbaju cokelat diamankan karena bagian matanya mengucur darah segar. Ia baru saja menjadi bulan-bulanan salah satu kelompok.

BERITA TERKAIT  ‘Duh’..., Tak Pernah Mengajar, Operator SDN 020 Bonan Dolok Lulus PPPK Madina Diduga Ada ‘Aroma’ Asmara

Aksi saling kejar ini makin memilukan lantaran warga yang turut menyaksikan histeris. Saling kejar, saling pukul satu lawan satu, dan saling keroyok.

Main pukul dan kejar-kejaran terus terjadi sampai lewat simpang Pasar Jonjong, Panyabungan 2. Saat kejadian cuma ada satu polisi. Ia tak bisa berbuat banyak. Terlihat dia mengubungi rekan-rekannya menggunakan HT (handytalky). Warga berupaya melerai, tetapi sulit karena jumlah massa tawuran lebih banyak.

Seorang ibu dilarikan ke rumah sakit persis di depan sebuah toko sepeda, lewat Pasar Jonjong. Ia diperkirakan kesurupan karena tak sanggup melihat darah mengucur akibat dua kelompok saling pukul di depannya matanya.

Tak lama kemudian, baru sekitar 15 menit aparat polisi dan TNI datang. Berdasarkan pantuan media ini,  jumlah mereka  sangat terbatas, TNI: satu orang dan polisi sekitar lima orang.

Aksi berakhir setelah petugas kemanan melakukan pengawalan sampai kedua kelompok tiba di perkampungannya masing-masing.

Satu unit blanwir atau pemadam kebakaran  seolah i ‘mandul’ tidak bisa berbuat banyak memecah massa yang tawuran. Berkali-kali warga teriak supaya mereka yang baku hantam disiram supaya mereka bubar, tetapi operator  seperti dungu. “Siram, siram, siraaamm,” teriak para warga. Teriakan tak digubri sama sekali, baru setelah massa hendak bubar baru airnya keluar. Itu pun tembakannya hanya beberapa meter. (*)

Editor: Akhir Matondang

BERBAGI