BERBAGI
Miswaruddin Daulay

BERITAHUta.com—Bimtek (bimbingan teknis) bagi para istri kepala desa (kepdes) se Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Sumut berpotensi melanggar peraturan karena kegiatan ini terindikasi ada upaya pihak-pihak tertentu memperkaya diri dengan memanfaatkan dana desa (DD).

“Bimtek di luar daerah bisa melanggar UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” kata Miswaruddin Daulay, Kamis (18/3-2021), menanggapi rencana bimtek bagi Tim Penggerak PKK (TP-PKK) desa se-Madina.

Pemerhati sosial dan hukum di Madina, itu mengatakan dalam UU No.31/1999 pada pasal 2 ayat 1 disebutkan tindakan memperkaya diri atau orang lain atau korporasi yang merugikan keuangan negara dapat dipidana paling sedikit empat tahun.

“Jika kegiatan bimtek dipandang perlu, kenapa harus diadakan di luar Madina. Biaya bimtek di Madina pasti jauh lebih murah,” katanya.

Bimtek bagi ketua TP-PKK desa ini diperkirakan menghabiskan anggaran besar. Informasi yang beredar menyebutkan, setiap istri kades wajib bayar Rp5 juta.  Jika dana itu dikali jumlah desa di Madina sebanyak 377, maka total anggaran untuk kegiatan ini Rp1,88 miliar.

Biaya Rp5 juta diperuntukkan untuk sewa gedung, sewa kamar penginapan, konsumsi, honorarium, akomodasi narasumber dan keuntungan lembaga penyelenggara bimtek swasta.

Miswaruddin mempertanyakan kenapa bimtek tidak dilaksanakan di Madina. Supaya efisien, bisa saja dengan cara menggabungkan desa tiap empat kecamatan sehingga terselenggara enam putaran bimtek.

Hal Ini untuk menghemat biaya, sebab sejumlah pos pengeluaran bisa dipangkas. Contohnya, sewa gedung ditiadakan karena pakai aula kecamatan. Sewa kamar dihapus, lantaran peserta bisa pulang setiap hari ke rumah masing-masing.

BERITA TERKAIT  Pasca Raih Dukungan PKB dan PKS pada Pilkada Madina, Saifullah Incar Demokrat, Nasdem serta Golkar

Selain itu, tidak perlu ada keuntungan penyelenggara karena pemerintah desa dikoordinir camat langsung dengan mendatangkan narasumber dari kementerian terkait.

“Bisa hemat sampai 70 prosen dari anggaran yang ditetapkan panitia,” ujar jelas Miswaruddin.

Dia menyebutkan karena kegiatan dilaksanakan di luar Madina konsekuensinya peserta masih harus mengeluarkan biaya tambahan, seperti transportasi menuju kabupaten/kota tempat acara dan akomodasi yang jumlahnya jutaan juga.

Menurut tokoh pemuda Madina ini, jika dikaji dari sisi tanggung jawab penyelenggaraan sesuai Permendagri No. 82/2015 (pasal 6 mengenai bimtek kades), Permendagri No. 110/2016 (pasal 18 terkait bimtek BPD), Permendagri No. 83/2015 (pasal 11 soal bimtek perangkat desa), seharusnya penyelenggara kegiatan bimtek menjadi menjadi tanggung jawab pemerintah daerah (Pemda), bukan lembaga bimtek swasta.

Selain itu, seharusnya bimtek dilaksanakan pada awal masa jabatan, bukan di tengah masa jabatan. “Kenapa awal masa jabatan, supaya mereka tahu tugas dan tanggung jawab serta tata cara menjalankan pemerintahan desa. Di sini diduga terjadi kelalaian sistemik oleh Pemda sehigga pemerintah desa tidak berfungsi dengan baik,” katanya.

Jika dikaji terkait gerakan PKK dengan payung hukum Permendagri No. 36/2020 tentang Peraturan Pelaksanaan Perpres No. 99/2017 tentang Gerakan PKK, pada pasal 52 disebutkan pemerintah daerah melaksanakan pembinaan seperti bimtek. Tidak diamahkan lembaga bimtek swasta untuk melakukan pembinaan.

BERITA TERKAIT  Todung Mulya Lubis: Ada 3 Prioritas TP2D dalam Pembangunan Madina

“Berdasarkan hal itu, saya melihat Pemda tidak menguasai peraturan sehingga terjadi pelanggaran peraturan. Ketidakmampuan menguasai peraturan selain mengakibatkan kerugian negara, juga terlihat tidak ada sama sekali skala prioritas dalam penggunaan DD,” kata Misrwaruddin.

Buktinya, kata dia,  pelaksanaan bimtek justru lebih dikejar daripada menegakkan UU No. 6/2014 tentang Desa pasal 27, yaitu kewajiban penyampaian Laporan Pelaksanaan Pemerintahan Desa setiap akhir tahun kepada BPD dan masyarakat.

Sepanjang sejarah DD sejak UU No. 6/2014 hal ini belum pernah dilaksanakan. Parahnya, pada pasal 28 yang mengatur tentang sanksi atas pelanggaran pasal 27 juga tidak pernah dilaksanakan.

Sanksi terhadap pelanggaran pasal 27 berupa teguran lisan, teguran tertulis, pemberhentian sementara dan pemberhentian tetap harus diberlakukan bagi kades yang melakukan pelanggaran pasal ini.

Sesuai Peraturan Pemerintah No. 43/2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 6/ 2014 tentang Desa pada pasal 154 disebutkan camat atau sebutan lain merupakan pihak yang paling bertanggung jawab karena dalam hal ini mereka diberi tugas sebagai pembinaan dan pengawasan.

Miswaruddin mengatakan dalam pasal ini disebutkan ada 18 tugas. Namun kenyataannya camat diduga lebih sibuk mengurus bimtek TP PKK dari pada menjalankan tugas dan tanggung jawab sesuai pasal 154 tersebut. (*)

Peliput: Tim

Editor: Akhir Matondang

BERBAGI

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here