PANYABUNGAN, BERITAHUta.com—Aktivitas PT SMGP sebaiknya dihentikan dulu untuk kepentingan investigasi. Pemerintah diminta lebih serius menyikapi perusahaan panas bumi ini karena Komisi VII DPR-RI sudah pernah merekomendasikan mencabut izin operasionalnya.
Hal itu disebutkan Rofik Hananto, anggota Komisi VII DPR-RI, pada Webinar MadinaCare Instutute yang berlangsung, Kamis (6/10-2022). Kegiatan ini menyikapi keberadaan PT SMGP (Sorik Marapi Geothermal Power) dan rentetan insiden yang kerap terjadi di lingkungan perusahaan tersebut.
“Kami minta sebaiknya aktivitas perusahaan dihentikan terlebih dahulu agar dilakukan investigasi. Kali ini pemerintah harus lebih serius, sebab pada April lalu Komisi VII sudah merekomendasikan mencabut izin PT SMGP,” katanya pada webinar diikuti Ditjen EBTKE, Komisi VII DPR-RI, JATAM dan tokoh masyarakat Madina.
Rofik Hananto mengaku heran karena sampai saat ini tidak ada perbaikan dari segi health and safety standart. Insiden yang kerap terjadi merupakan awan kelam bagi pengembangan energi baru terbarukan (EBT).
“Apapun alasannya, keselamatan rakyat harus diutamakan. Sangat ironis, di satu sisi kita sedang menggenjot EBT meningkat, pada sisi lain keselamatan masyarakat terancam,” katanya.
Wadih Al-Rasyid mewakili MadinaCare Institute menyebutkan insiden yang kerap menimpa warga Sibanggor Julu, Kecamatan Puncak Sorik Marapi (PSM), Madina dan sekitarnya membuat kita gerah. “Seolah tak ada evaluasi dari sisi keselamatan kerja, katanya.
Sejak Januari 2021 setidaknya lima kali terjadi insiden keracunan dialami warga setempat dan menyebabkan lima orang meninggal. Kejadian terakhir, 27 September 2022.
Ironisnya, insiden terakhir hanya berjarak 11 hari dari kejadian sebelumnya. “Sampai kapan pemerintah membiarkan perusahaan ini beraktivitas tanpa ada perbaikan dari sisi keselamatan masyarakat,” kata Wadih Al-Rasyid.
Investasi sebesar apapun, kata dia, tidak akan pernah ada nilainya dibanding nyawa manusia.
Koordinator Nasional JATAM (Jaringan Advokasi Tambang) Melky menyampaikan ekstraksi panas bumi bisa menyebabkan bencana industri yang lebih besar. “Pembangunan geothermal kepentingan siapa. Memang terlihat seperti energi terbarukan, namun belum tentu bisa berkelanjutan,” katanya
Sebab ekstraksi panas bumi memengaruhi segala aspek kehidupan di sekelilingnya. Seperti di Dieng (Jawa Tengah), ekstraksi panas bumi memengaruhi hasil pertanian warga. Pemerintah tampak tidak serius menyikapi PT SMGP, apalagi sampai saat ini perusahaan itu masih beroperasi padahal H2S sangat berbahaya.
Irwan H.Daulay, mewakili tokoh masyarakat Madina, menyebutkan untuk mengatasi persoalan yang sering terjadi harus dibuat aturan antara perusahaan dan masyarakat. Ketentuan ini dibuat secara bersama kedua belah pihak.
“Perlu kesepakatan bersama masyarakat dan perusahaan untuk menyelesaikan segala persoalan, baik jangka panjang atau jangka pendek. Penting ada MoU (Memorandum of Understanding) antara pemkab dan perusahaan menangani dampak sosial. Pemkab juga harus memiliki aturan terkait pengalokasian bonus produksi terhadap desa-desa sekitar WKP (wilayah kerja panas bumi),” katanya.
Direktur Panas Bumi Ditjen EBTKE Harris Yahya diwakili Roni Chandra menyebutkan investasi dan keselamatan bukan sesatu yang harus dipertentangkan, tapi perlu seiring sejalan.
“Bukan hal kontradiktif. Enam insiden yang teman-teman sampaikan semuanya tidak sama. Sejauh ini Kementerian ESDM juga tidak abai. Kami sudah memberi teguran pada perusahaan hingga menghentikan sementara aktivitas perusahaan,” sebutnya. (*)
Editor: Akhir Matondang