PANYABUNGAN, BERITAHUta.com–Badan Pendapatan Daerah (Bapenda)Mandailing Natal (Madina), Sumut terkesan tak punya gereget dalam upaya meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) kabupaten ini, terutama pada sektor Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHPT). Sebab, ada potensi PAD dari pos BPHTB sekitar Rp1 miliar yang kini diabaikan instansi ini.
Padahal Badan Pertanahan Nasional (BPN) Madina sudah menerbitkan ribuan sertifikat tanah, tapi tidak ada upaya Bapenda Madina untuk menarik pajak BPHTB-nya.
Sesuai Peraturan Bupati (Perbup) Madina Nomor 22 Tahun 2021 dan keterangan pihak Bapenda, sertifikat tanah baru bisa diterbitkan setelah wajib pajak melakukan registrasi/pengurusan BPHTB. Namun, dari sekitar 6.000 sertifikat yang telah diterima warga, baru sekitar 400-an yang BPHTB-nya teregister.
Kepala Kantor BPN Madina Anita Noveria Lismawaty kepada wartawan baru-baru ini menyebutkan, dalam pengurusan sertifikat tanah diperlukan Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK), alas hak atas tanah, dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) /BPHTB.
“Pada PTSL (Percepatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap) ada aturan dan juknis (petunjuk teknis). Syaratnya sama, tapi di juknis disebutkan bagi wajib pajak yang belum mengurus BPHTB tetap diterbitkan sertifikat dengan catatan harus membuat surat pernyataan terutang,” kata Novi di kantornya, Kompleks Perkantoran Paya Loting, Desa Parbangunan, Panyabungan, Madina.
Usai proses penerbitan sertifikat, jelasnya, kantah (kantor pertanahan) melaporkan ke dinas terkait mengenai BPHTB yang terutang tersebut. “Tidak mungkin kami tahan sertifikat, padahal persyaratan dan surat pernyataan sudah dibuat pemohon,” ujarnya.
Laporan tersebut, sebutnya, telah diserahkan kepada Pemkab Madina, dalam hal ini Bapenda. Pajak merupakan self assessment dan tanggung jawab wajib pajak. Sementara BPN bukan instansi pemungut atau pengumpul pajak.
Menurut dia, jika Pemkab Madina ingin memungut pajak BPHTB bisa dilakukan dengan menghubungi wajib pajak sesuai data pada sertifikat yang telah diterbitkan BPN.
Kepala Bidang Pengelolaan PBB P2 dan BPHTB Bapenda Madina Irwansyah menerangkan, penerbitan sertifikat tanah seharusnya terlebih dahulu dilakukan verifikasi BPHTB. “Ada Perda dan Perbub-nya. Tapi, kami akan koordinasi dengan BPN terkait juknis dan surat pernyataan itu,” katanya.
Dia membenarkan Bapenda telah menerima data sertifikat yang diterbitkan oleh BPN. Namun, saat ini masih tahap verifikasi untuk memilah wajib pajak yang telah mengurus BPHTB dengan wajib pajak yang belum mengurus.
Terkait upaya penagihan dengan dasar data yang diserahkan BPN, Irwansyah mengatakan pihaknya belum melakukan hal tersebut. “Selama ini kami hanya menunggu, ini khusus BPHTB, ya. Kami kan tidak tahu siapa saja yang bertransaksi tanah kalau tidak dilaporkan,” tambahnya.
Meski demikian, dia tidak menampik akan melakukan penjemputan secara langsung sesuai data sertifikat yang masuk. “Ini sudah terpikir. Nanti koordinasi dengan kepala desa untuk melakukan pemungutan,” jelasnya.
Sesuai keterangan BPN, ada 6.800 sertifikat redis dan 1.800 sertifikat PTSL yang diterbitkan. Dari jumlah tersebut, ditaksir sekitar Rp1 miliar potensi pendapatan asli daerah (PAD). (*)
Editor: Akhir Matondang