BERBAGI
HANYA "CASING"--Gedung Pengadilan Agama (PA) Panyabungan yang tampak begitu indah "casing"-nya, namun pelayanannya bobrok.

BERITAHUta.com—Borok-borok “bisnis” biaya panggilan dan pemberitahuan melalui surat di Pengadilan Agama (PA) Panyabungan, Mandailing Natal (Madina), Sumut mulai terkuak. Petugas kurir terkesan tak punya tanggung jawab dan hanya ingin mengambil dana jasa kurir.

Petugas kurir yang merupakan para pegawai PA Panyabungan umumnya mengantar surat di luar jam kerja. Mereka biasa tiba di alamat yang dituju pada sore hari jelang magrib, bahkan tak jarang pada malam hari.

Seperti yang disampaikan seorang yang berperkara di PA Panyabungan. Warga Jalan Williem Iskandar, Panyabungan II, Panyabungan, Madina itu menyebutkan lebih dari tujuh kali dia menerima surat, baik panggilan atau pemberitahuan, tak sekalipun petugas antar surat tiba di alamatnya di bawah pukul 17.00.

Tak itu saja, petugas kurir seolah tak memiliki beban tanggung jawab agar surat yang diantarnya bisa sampai ke pihak yang dituju secara langsung. Jika si nama penerima surat tidak bertemu, tak ada upaya lain mengulangi lagi mendatangi alamat dimaksud. Tetapi sang kurir langsung menyerahkan surat itu kepada pihak kelurahan/desa.

Seperti yang dilakukan petugas jurusita pengganti PA Panyabungan bernama Fatimah. Dia mengantar surat relaas panggilan beralamat di Jalan Williem Iskandar, Panyabungan II, pada Jumat (10/1), sekitar pukul 18.00.

BERITA TERKAIT  Polisi Amankan 2 Tersangka Pemilik Sabu, Seorang Diantaranya Oknum PNS

Anehnya, sebelum Fatimah ke alamat dimaksud ia sudah terlebih dahulu menyerahkan surat relaas panggilan tersebut ke kantor Lurah Panyabungan II pada jam kerja.

Padahal, untuk jasa kurir antar surat itu pihak berperkara mengeluarkan dana sebesar Rp85 ribu per sekali antar surat untuk pihak pemohon dan termohon.

“Secara tak langsung ini modus jahat yang dilakukan oleh petugas PA Panyabungan. Mereka yang menikmati uang jasa kurir yang tergolong fantastis, tapi beban tanggung jawab diserahkan kepada petugas kelurahan/desa,” kata warga yang merasa keberatan atas kelalaian Fatimah.

Apalagi Fatimah tidak ada upaya lagi untuk memastikan apakah pihak kelurahan sudah menyerahkan surat itu kepada pihak si penerima.

“Tahunya pihak PA Panyabungan kalau surat sudah disampaikan ke kelurahan/desa, surat itu pasti sudah sampai ke alamat dimaksud. Padahal surat itu hanya berhenti sampai di kantor lurah/desa, dan pegawai kelurahan/desa tidak ada upaya untuk menyerahkan surat itu kepada nama dan alamat dimaksud,” katanya.

BERITA TERKAIT  Cabuli Bocah di Rumah Kosong, Polisi Amankan Seorang Remaja

Keegganan pihak kelurahan/desa mengantar surat atau pemberitahuan itu sangat dimaklumi. Sumber di kelurahan Panyabungan II menyebutkan, “Enak amat, mereka yang dapat uang jasa kurir, kami yang direpotkan. Siapa yang mau,” katanya.

Ketika pihak berperkara mengonfirmasi hal ini kepada Fatimah, dia tak bisa mengelak. Ia hanya cengar-cengir. “Ibu telah mengantar surat ke kelurahan sebelum ke alamat saya. Apakah itu betul menurut mekanismenya?” tanya warga saat protes kepada Fatimah.

“Mestinya tidak pak?” jawab Fatimah.

“Lalu, kenapa anda tidak ke alamat saya terlebih dahulu?” kejar warga itu.

“Saya tahu bapak sedang tidak di rumah,” jawabnya.

“Darimana anda tahu, sementara anda belum datang ke rumah saya. Berarti anda intelejen?” sergah lelaki 50-an tahun itu. Fatimah tak bisa jawab.

Hakim PA Panyabungan Nurlaini Siregar mengakui tindakan Fatimah mengantar surat ke kelurahan sebelum ke rumah si alamat surat adalah tindakan salah. “Mestinya ke alamat yang dituju dulu,” katanya.

Namun, namanya PA Panyabungan, protes warga selalu dianggap hal biasa karena mereka merasa memiliki kuasa dalam mempermainkan masyarakat berperkara. (*)

Peliput: Tim

Editor: Akhir Matondang

BERBAGI

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here