PANYABUNGAN, BERITAHUta.com— Praktisi hukum di wilayah Tapanuli Bagian Selatan (Tabagsel) Ridwan Rangkuti menyebutkan mereka yang diduga memalsukan data pada proses seleksi PPPK Mandailing Natal (Madina), Sumut bisa dijerat pidana. Hal itu juga berlaku bagi dr. Aisyah Khoiriyah, adik kandung wakil bupati Madina.
“Pembuat dan pengguna surat keterangan palsu dapat dijerat hukum pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 264 Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP),” katanya, Sabtu (13/1/2024) malam.
Dia mengutarakan hal itu terkait maraknya pemberitaan dugaan maladministrasi dan honorer siluman dalam pelaksanaan seleksi penerimaan PPPK Madina 2023.
Kelulusan Aisyah Khoiriyah pada seleksi PPPK Madina 2023 dibatalkan bersama lima peserta lainnya sesuai Surat Nomor: 810/0001/BKPSDM/2024, tanggal 2 Januari 2024, yang ditanda tangani Alamulhaq Daulay, sekdakab setempat.
Adapun alasan pembatalan mayoritas terdapat ketidak-sesuaian dokumen dengan persyaratan.
Lulusnya Aisyah Khoiriyah pada seleksi PPPK Madina 2023 menjadi perhatian publik. Meskipun dua hari setelah pengumuman yang bersangkutan dikabarkan mengajukan pengunduran diri, bukan berarti dia tak bisa dijerat secara hukum.
Seperti diketahui saat mendaftar seleksi PPPK, dia diduga membuat surat keterangan aktif bertugas selama dua tahun secara terus menerus di UPT Puskesmas Kotanopan.
Data yang diberikan Aisyah Khoiriyah sebagai syarat mengikuti seleksi PPPK Madina 2023 diduga dimanipulasi karena tak sesuai yang sebenarnya.
Ridwan Rangkuti mengatakan pada pasal 246 KUHP diatur yang membuat dan menggunakan surat palsu bisa dipidana. Jika surat keterangan yang dibuat sudah digunakan mengikuti ujian Computer Assisted Test (CAT), apalagi menjadi syarat pengambilan keputusan kelulusan PPPK, secara hukum tetap dapat diproses.
“Jika sudah dipergunakan dan dijadikan sebagai salah satu persyaratan pengambilan keputusan kelulusan PPPK, sekalipun sudah dicabut atau dibatalkan, secara hukum perbuatan tersebut tidak hilang,” jelasnya.
Hal itu, ujar Ridwan Rangkuti, karena pemalsuan merupakan delik kesengajaan. “Sehingga menurut hukum yang membuat surat keterangan dan menggunakan dapat dilaporkan atas dugaan tindak pidana,” tulis sang pengacara dalam rilis yang diterima Beritahuta.com.
Dalam hal pembatalan kelulusan Aisyah Khoiriyah dengan alasan pencabutan surat keterangan aktif tugas, menurut Ridwan Rangkuti, pembuat dan pengguna surat sama-sama dapat dijerat secara pidana pemalsuan.
“Membuat surat palsu dan menggunakan surat palsu diatur dalam pasal 263 Jo 264 KUHP. Secara hukum dapat dipidana,” katanya.
Mereka Dibatalkan
Seperti diberitakan media ini, selain Aisyah Khoiriyah, lima orang lainnya yang dibatalkan kelulusannya sesuai Surat Nomor: 810/0001/BKPSDM/2024 adalah Siti Rahma (pekerja sosial), lokasi formasi Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dengan jenis formasi khusus. Alasan pembatalan, yang bersangkutan bukan pegawai non-ASN (pegawai honorer).
Eliza Harnas (bidan), lokasi formasi UPT Puskesmas Panyabungan Jae, jenis formasi khusus. Alasan pembatalan, pembatalan surat keterangan aktif bekerja paling sedikit dua tahun terus-menerus sesuai masa tugas sebenarnya.
Khoirunnur Pulungan (bidan), lokasi formasi UPT Puskesmas Hutabargot, jenis formasi khusus. Alasan pembatalan, ketidaksesuaian dokumen dengan persyaratan.
Nurul Fajri (bidan), lokasi formasi UPT Puskesmas Hutabargot, jenis formasi khusus. Alasan pembatalan, ketidaksesuaian dokumen persyaratan (masa berlaku Surat Tanda Registrasi sudah habis).
Lesmana Putra, lokasi formasi Dinas PUPR Bidang Bina Marga, jenis formasi khusus. Alasan pembatalan, ketidaksesuaian dokumen dengan persyaratan (sertifikasi kompetensi tidak linier dengan formasi jabatan yang dilamar). (*)
Editor: Akhir Matondang