“BAEN jolo kopi paet umak Sampe,” teriak Jaranggas begitu menginjakkan kaki ke dalam lopo.
“Nasosak, manguas langa? Anggo na manguas dabo minum teh paet, baru marsigaret, tagi mei non ita maturepet, “ kata Kandulok.
“Songon namilas dabo supingku mambege paet, na maua dei roa i,” kata Mandohuk.
Itulah, jawab Kandulok, negara ini kacau gara-gara namboru Sarumpaet. Ia sudah memunculkan persoalan, mengalahkan berita gempa Palu dan Donggala. Mengalahkan pelemahan rupiah terhadap dolar. Ujung-ujungnya, elit politik saling tuntut, saling lapor ke polisi.
“Tapi saya salut terhadap Pak Prabowo dan tim pemenangannya yang secara ksatria menyatakan maaf atas kehilafannya menerima mentah-mentah kebohongan namboru Paet,” ujar Jaranggas.
“Mestinya memang begitu. Dia cepat mengakui kesalahan, karena dia merasa manusia biasa. Jangan seperti bapak Anu, janjinya semua palsu tetapi ingin dua periode,” sebut Kandulok.
“Aha do langa kecek on, songon namanyerempet ulala tu goarku,” kata Paet ikut nimbrung.
“Namboru Ratna Sarumpaet do dabo, nga Paet Nasution,” jawab Kandulok.
“O..au muyu do langa mambahas naso sampe tu akalta. Itukan politik tingkat tinggi. Kita tidak tahu mana yang betul. Apakah betul namboru berbohong ke Prabowo bahwa ia dipukul orang, atau ia berbohong menyatakan ia tidak dipukul,” jelas Paet.
“Bingung au maksudmi Paet,” kata Mandohuk. “Tadikan saya sudah katakan, kasus namboru kita itu kelas tinggi. Belum tentu sampe pikiran kita mencerna persoalan ini,” jawab Paet.
“Soal Pasar Baru Panyabungan ma songon dia ma dongan. Mur magolap do uida,” kata Paet.
“Gimana tidak golap. Pemkab Madina tidak ada aksi. Diam membisu di tengah tangisan para pedagang, diam menunggu persoalan makin rumit, dan diam sampai ada korban,” kata Jaranggas.
“Bo aso idokon ko songoni,” kata Mandohuk.
“Jadi begini, sekarang di Pasar Lama sudah berlaku hukum rimba. Tidak ada aturan lagi yang diterapkan. Siapa mau bangun kios, silakan bangun kalau ada tempat, ada duit dan ada barang yang mau dijual,” jelas Jaranggas.
Sekarang, lanjutnya, kondisi pasar makin semrawut. Tidak karuan. Untuk jalan saja susah. Satu hal lagi yang luput dari perhatian pemda, banyak pedagang memaksakan berdagang di bangunan bekas kebakaran. Inikan berbahaya, sewaktu-waktu bisa roboh karena material bangunan telah masak. Kekuatan beton sudah keropos.
“Olo tie, aso ipadiar pemerintah i,” tanya Mandohuk.
Itulah yang saya katakan tadi, kata Jaranggas, pemkab hanya memelihara persoalan. Sekarang para pedagang sudah keluar uang untuk bangun kios, mana mau nanti mereka begitu saja tinggalkan tempat itu jika pasar mau dibangun. Paling tidak akan ada upaya bertahan. Dan, dipastikan ada tawar-menawar agar tidak terjadi keributan.
“Satu lagi, tidak menutup kemungkinan terjadi keributan di pasar karena berebut lahan untuk bangun kios. Ini bukan mengada-ada, gelaja itu sudah sejak awal terlihat,” ujar Kandulok.
“Patut do. Tuari ma ro ma nantulangku get manginjam modal ningia. Madapot ia dabo ubege kios di samping toilet umum i,” sebut Mandohuk.
“Kemau, o…Umak Sampe, sadia jau. Sigaret dua batang, tes paet sada, kacang asin dua. Tambaon dohot utangku na tolu ari nalewat da,” kata Jaranggas.
“Nasosak-sosak,” ucap Mandohuk.
“Olo, patorus komu ma. Pala dung masas, pabotohon komu jau,” kata Jaranggas.
“Nagaduk mada si Jaranggas, asal a tagian na kombur on, kema ia. Manyota ate-ate niba tile,” kata Paet maturepet.
(Akhiruddin Matondang)