PANYABUNGAN, BERITAHUta.com—Para petani di Saba Palas, Jalan Raya Barbaran, Panyabungan Jae, Mandailing Natal (Madina), Sumut merasa sedih. Sawah mereka seluas sekitar 30 hektare terancam gagal panen pada musim tanam kali ini akibat serangan burung.
Para petani sudah melakukan berbagai upaya agar buah padi tanaman mereka bisa selamat sampai masa panen tiba, namun usaha tersebut tak membuahkan hasil.
Misalnya, menutup bagian atas tanaman padi yang sedang keluar buah—orang Madina menyebutnya bibi (keluar buah padi)- dengan jaring terbuat dari nilon.
Selain itu, mengusir burung melalui suara orang atau suara benda yang dipukul keras, juga tidak membuat burung meninggalkan tanaman tersebut.
Tak heran, saat ini sejak pagi hingga jelang magrib, di sekitar areal persawahan Jalan Raya Barbaran suara orang teriak, kaleng dipukul, dan lainnya sudah seolah menjadi “hiburan” memecah keheningan suasana persawahan.
“I ayak i kanan niba, ke alai tu kiri. I ayak i kiri, ke alai tu jolo. I ayak i jolo, ke alai tu balakang niba. Songoni ma satorusna (di usir di kanan kita, burung pindah ke kiri. Diusir di kiri, pindah ke depan, diusir di depan, pindah ke belakang. Demikian seterusnya-red),” ujar Abdul Halim (65), petani yang tinggal di Desa Huta Lubis, Panyabungan, Madina.
Paling jauh, kata dia, gerombolan burung itu terbang ke atas pepohonan, lalu beberapa menit kemudian satu persatu turun lagi ke areal tanaman padi.
Menurut Halim, burung sepertinya tak takut lagi pada teriakan manusia dan suara aneka benda yang dipukul keras. “I tutup pakai jala, inda mampan. Malah murbahat do ro amporik nai (Ditutup jala, enggak mempan. Malah burung makin banyak-red).
Ia mengaku sedih melihat kondisi tanaman padinya seluas sekitar tiga bun-bun (satu bun-bun: 17 X 17 X 6 meter). “Hampir dipastikan habis dimakan burung,” katanya.
Sawah Abdul Rahim alias Kandang, juga ikut gagal panen diserang burung. Pemilik lopo (warung-red) di Jalan Raya Barbaran, Panyabungan Jae, itu menyebutkan serangan aneka burung—antara lain: tampua, silopak, sikodit dan gelatik, kali ini termasuk paling dahsyat.
“Semua sawah di sekitar Saba Palas terancam gagal panen. Luar biasa serangan burung kali ini. Indape marpati, madung i sikat amporik i (belum ada isi padinya, sudah dimakan burung-red),” katanya.
Serangan burung terhadap buah padi di Saba Palas kali ini, ternyata bukan kali pertama. Pada musim tanam lalu, hal serupa juga terjadi. Namun, tidak separah sekarang.
H. Amin Nasution, pemilik sawah di Saba Palas yang digarap orang lain, menyebutkan biasanya setiap panen ia dapat sewa 120 kaleng, tapi musim tanam lalu ia hanya dapat 40 kaleng akibat hasil panen merosot. “Tahun ini tidak ditanami padi lagi, yang garap buat kolam ikan,”” katanya.
Dengan kondisi serangan burung saat ini, para petani mengaku sedih. “Sudah soal air sawah sulit, sekarang dihadapkan pada serangan burung,” kata seorang petani.
Para petani menyebutkan, mereka menanam padi jenis Ciherang. Dalam satu bun-bun, setidaknya mereka mengeluarkan biaya sampai bibi sekitar Rp1.300.000,-.
“Besar harapan kami ada perhatian pemerintah daerah atas musibah dialami petani. Kepada siapa lagi kami mengadu, lihatlah tanaman padi kami tinggal batang dan daun saja,” kata para petani saat di temui di Lopo milik Abul Rahim alias Kandang. (*)
Editor: Akhir Matondang