PANYABUNGAN, BERITAHUta.com—Bupati Mandailing Natal (Madina), Sumut punya kewenangan mencabut izin operasioal PT SMGP (Sorik Marapi Geothermal Power), jika perusahaan panas bumi itu dinilai gagal menjaga lingkungan hidup, mengancam kesehatan, serta keselamatan jiwa masyarakat.
Hal itu disebutkan H. Fahrizal Efendi Nasution, SH., anggota DPRD Sumatera Utara (Sumut), kepada wartawan menanggapi surat bupati yang ditujukan kepada Kementerian Energi dan Sumberdaya Miniral (SDM).
“Sesuai Undang-undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi, bupati Madina punya kewenangan mencabut operasiona PT SMGP,” katanya pada, Minggu petang (2/10-2022).
Karena itu, dia meminta bupati Madina agar bersikap tegas terhadap kewenangan dimiliki sebelum jumlah korban keracunan makin banyak. Sebab dalam UU Nomor 21 Tahun 2014, itu disebutkan, kepala daerah-lah yang punya kewenangan mengeluarkan izin operasional PT SMGP.
Berdasarkan surat bupati Madina yang dikirim kepada Kementerian ESDM pada, Rabu (28/9-2022), seolah kewenangan mencabut izin operasional PT SMGP ada di “tangan” pusat.
“Dalam perspektif kewenangan pada UU dimaksud, pemerintah pusat hanya menindaklanjuti persetujuan izin yang diberikan oleh kepala daerah,” tegas Fahrizal Efendi gelar Sutan Kumala Bongsu Lenggang Alam.
Menurutnya, ada tiga tingkatan kewenangan dalam UU No.21 Tahun 2014, yaitu: jika lokasi panas bumi melintasi wilayah provinsi maka izin menjadi kewenangan pemerintah pusat. Kalau melintasi kabupaten/kota, izin dari provinsi.
Sementara kalau lokasi suatu proyek panas bumi berada di suatu kabupaten, seperti PT SMGP di Madina, hal tersebut merupakan kewenangan bupati. “Bukan rekomendasi ya, tetapi bupati yang mengeluarkan izin,” sebutnya.
Hanya saja, ujar anggota Komisi D DPRD Sumut, sebelum seorang kepala daerah kabupaten/kota mengeluarkan izin, ia terlebih dahulu meminta persetujuan pemerintah pusat.
Berdasarkan proses pengeluaran izin tersebut, bupati bisa mencabut izin PT SMGP jika terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana disebutkan dalam undang-undang panas bumi. Yaitu, perusahaan mengabaikan tanggung jawab dalam menjaga kesehatan, keselamatan manusia serta lingkungan.
Menurut Fahrizal Efendi, perusahaan hendaknya tidak hanya fokus soal kegiatan mengeruk keuntungan semata dari perut bumi Madina, tapi ada tanggung jawab sosial yang harus dipenuhi.
Wakil Rakyat dari daerah pemilihan (Dapil) Sumut 7—Tabagasel dan Madina—ini berharap bupati mengkaji lagi soal kewenangan yang dimilikinya terkait keberadaan PT SMGP. “Dari surat yang dikirim ke Kementerian ESDM, bupati terlihat gamang. Tidak tegas,” katanya.
Fahrizal Efendi Nasution secara tegas mendukung proyek di bawah Kementerian ESDM tersebut dalam rangka menjaga ketahanan energi listrik nasional, tetapi harus dikelola secara profesional dan taat pada regulasi sebagaimana dimanatkan UU Nomor 21 Tahun 2014.
“Keselamatan manusia serta lingkungan harus lebih utama. Sejak awal operasional PT SMGP sudah banyak menimbulkan masalah, ini artinya profesionalisme mereka patut dipertanyakan,” kata anggota Fraksi Partai Hanura.
Dengan kata lain, keselamatan manusia lebih utama daripada kepentingan target produksi perusahaan. “Kita memang butuh energi listrik, tetapi lebih penting keselamatan jiwa manusia,” ujarnya.
Dalam waktu dekat, sebutnya, Komisi D DPRD Sumut bakal melakukan rapat dengar pendapat (RDP) bersama PT SMGP dan pihak-pihak terkait mengenai insiden yang kerap terjadi di perusahaan yang berlokasi di sekitar Desa Sibanggor Julu, Kecamatan Puncak Sorik Marapi (PSM), Madina.
Pihaknya, kata politisi yang pernah menjabat wakil Ketua DPRD Madina, sangat peduli dengan berbagai persoalan yang terjadi terkait aktivitas PT SMGP, namun mereka tidak asal bicara.
“Kami baru menyampaikan statemen setelah memperlajari aturan-aturan yang ada, tidak asbun (asal bunyi),” sebutnya. (*)
Editor: Akhir Matondang