BERBAGI
foto: ilustrasi

PANYABUNGAN, BERITAHUta.com—Pengamat Ekonomi dan Pembangunan Sumatera Utara (Sumut) Irwan Daulay meminta gubernur Sumut mencabut Surat Edaran (SE) Nomor: 900.1.13.1/7845/2023 tanggal 4 Juli 2023.  Selanjutnya, perlu dilakukan investigasi terkait banyaknya tambang galian C tanpa izin alias ilegal.

“Sebaiknya surat edaran itu dicabut,” kata Irwan Daulay dalam rilis yang diterima media ini pada, Rabu (12/7/2023) siang.

Ia mengatakan SE tentang Penggunaan Material Pekerjaan Kontruksi dari Perusahaan Memiliki Izin Tambang Bukan Logam sebaiknya segera dicabut, lalu gubernur membentuk tim investigasi mengapa banyak tambang galian C (batuan, pasir dan sirtu) beroperasi tanpa izin sehingga merugikan negara.

Irwan Daulay (foto: akhir matondang)

Khususnya di Mandailing Natal (Madina), kata dia, setelah pihaknya melakukan investigasi ternyata permasalahan galian C tidak sesederhana yang dibayangkan gubernur.  “Semata-mata tidak dilihat dari persoalan legal atau ilegal usaha tersebut,” tegasnya.

Menurut Irwan Daulay, saat ini di Madina banyak proyek nasional, propinsi dan pemkab sedang berjalan membutuhkan material batuan dan sirtu dalam jumlah besar.

Ironisnya, saat ini perusahaan memiliki izin di kabupaten ini hanya dua untuk jenis sirtu dan tiga jenis batuan. Khususnya penambangan sirtu, yang beroperasi hanya satu.

BERITA TERKAIT  Sepekan Lagi Capaian “Booster” di Madina Harus 30 Prosen, Sekarang Baru 19,11 Prosen

Informasinya, jelas mantan aktivis yang juga pengusaha pengembang perumahan ini, perusahaan yang memproduksi sirtu itu tidak mampu memenuhi demand.

Sebab itu, bisnis sirtu dinilai memiliki prosfek yang baik dari sisi keuntungan. Selain itu dapat membuka lapangan kerja bagi masyarakat, khususnya kaum muda. “Kondisi nyata di lapangan, banyak pengusaha lokal menawarkan sirtu terhadap para pengusaha dan kontraktor. Itulah sebabnya bermunculan usaha galian C dadakan tak berizin,” ujar Irwan Daulay.

Sementara itu gubernur Sumut sampai saat ini tidak memproses usulan IUP (Izin Usaha Pertambangan) galian C baru. Ini antara lain disebabkan pemprov lamban memetakan dan menetapkan WIUP (Wilayah Izin Usaha Pertambangan), khususnya di Madina.

Meskipun saat ini sudah diberi solusi, yaitu pemberian izin dalam bentuk SIPB (Surat Izin Penambangan Batuan), namun prosesnya menjadi lamban lantaran perlu anggaran besar. Antara lain untuk biaya konsultan. “Dugaan saya ini hanya modus menghindari pidana suap,” tegasnya.

Akibat permintaan tinggi serta mengejar progres proyek, banyak dari kalangan pengusaha kontruksi dan kontraktor pembangunan jalan dan jembatan  mencari solusi, yaitu bekerjasama dengan penyedia galian C ilegal namun memiliki izin resmi. “Ini juga melanggar hukum pidana terkait dugaan penyalahgunaan perizinan,” kata Irwan Daulay.

BERITA TERKAIT  Duh, Jelang Idul Fitri Ini Harga Daging di Pasar Lama Panyabungan Rp150 Ribu/Kg

Hanya saja, lanjutnya, modus baru tersebut bukan hal penting bagi kita. “Sepanjang manfaatnya lebih besar dari mudharatnya silakan saja. Madina saat ini butuh usaha dan lapangan kerja di saat perekonomian tidak baik-baik saja.”

Menurutnya, lantaran persoalan terlanjur diributkan tentu harus ada solusi yang dapat menyentuh akar masalah. Ruwetnya persoalan ini, berawal dari pihak pemberi izin, yakni gubernur.

Dalam hal ini, gubernur tidak bijak menyederhanakan masalah hanya dengan menerbitkan SE. Kepala pemerintahan di pemprov Sumut seolah tidak memikirkan dampaknya terhadap kelancaran proyek-proyek yang sedang berjalan maupun terhadap usaha penambangan sirtu, terutama bagi para penambang tradisional.

Karena itu, sebagai aparat yang bertugas dalam mengawasi pelayanan publik, Ketua Ombudsman Sumut Abyadi Siregar diharapkan menyelidiki masalah ini sehingga persoalan perizinan galian C tidak berlarut-larut.

“Kondisi ini dapat memengaruhi masalah lain, yaitu terkendalanya pembangunan perekonomian daerah secara umum, termasuk makin sulitnya kehidupan penambang tradisional,” katanya. (*)

Editor: Akhir Matondang

 

BERBAGI