TUTUR katanya lembut. Dari raut wajah, terpancar cahaya kharismatik. Penampilan sederhana. Selalu mengenakan kain sarung, dan sering menyandang tas di pundak.
Kemampuan ilmu fiqihnya diakui para ulama. Ia menyampaikan tausiah dengan sejuk dan mudah dipahami semua kalangan. Sesekali pandai mengundang tawa jamaah agar mereka tetap fokus pada materi yang disampaikan.
Itulah sekilas sosok K.H. Mahmuddin Pasaribu, guru besar Pesantren Musthafawiyah Purba Baru, Kecamatan Lembah Sorik Marapi (LSM), Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Sumut.
Pada Musyawarah Daerah (Musda) V Majelis Ulama Indonesia (MUI) Madina, Selasa (30/11-2021), Mahmuddin Pasaribu kembali terpilih menjadi ketua.
Terpilihnya Ayah Mahmuddin—begitu ia biasa disapa—untuk kali kedua menjabat ketua MUI Madina menjadi bukti Rois Syuriah Nahdlatul Ulama (NU) Sumut ini sosok yang mumpuni dan mampu mengayomi.
Ulama yang sudah puluhan tahun menjadi guru di Musthafawiyah tersebut tetap dipercaya menaungi umat di daerah ini meskipun era kepemimpin kepala daerah berganti. Pada periode pertama ketua MUI Madina, bupati dijabat H. Dahlan Hasan Nasution, dan sekarang: H.M. Ja’far Sukhairi Nasution.
Namun belum dua pekan setelah diberi amanah memimpin MUI Madina, ayah Mahmuddin telah dipanggil Sang Khalik. Pada Rabu (8/12-2021), umat muslim, khususnya di Madina berduka. Ayah Mahmuddin wafat sekitar pukul 19.00 di Rumah Sakit Permata Madina, Panyabungan.
Sebelum dibawa ke rumah sakit, ayah Mahmudin sempat muntah di kediamannya, Desa Huta Lombang, Kecamatan Puncak Sorik Marapi (PSM), Madina.
Menurut Yasir, salah seorang anak almarhum, ketika melintas di Desa Sibanggor Jae, PSM—sekitar lima kilometer dari tempat tinggal—kondisi kesehatan sang ayah kian buruk. Bahkan, ia sudah punya pirasat umur ayahnya sudah tak lama lagi.
Dikutip dari laman facebook Riski Daulay, ayah Mahmuddin masih menyimpan semangat menggebu untuk mengikuti Muktamar ke-34 NU yang menurut rencana dilaksanakan di Bandar Lampung, 23-25 Desember 2021.
Enam hari sebelum mengembuskan nafas terakhir, ayah Mahmuddin melakukan perjalanan ke Jakarta dan Medan masing-masing selama tiga hari. Ia juga sempat mengunjungi salah satu pesantren di sekitar Medan.
Pada Selasa (7/12-2021) siang—sehari sebelum ajal menjemput, seharusnya tidak ada jadwal pengajian. Ia mesti istirahat. Namun tetap dipaksakan mengisi tausiah di salah satu desa di sekitar PSM.
Pada sore harinya, asam lambung ayah Mahmuddin kambuh, bahkan sempat muntah. Ia seperti gelisah. “Idia do diadokong Mukmatar NU (Dimana diadakan Mukmatar NU),” tanya almarhum kepada Yasir.
“Di Lampung,” jawab anak.
”Angkon na ke do au on (Saya harus pergi-red),” ucap almarhum berkali-kali.
“Ise dongan ni ayah (Siapa kawan ayah-red),” tanya Yasir.
”Ngape binoto (Belum tahu),” jawab almarhum.
Memang, dalam beberapa tahun terakhir kondisi kesehatan ayah Mahmuddin sangat labil. Ia beberapa kali sempat dirawat di rumah sakit, terutama terkait keluhan pada bagian lambung.
Umat muslim sangat kehilangan sosok seorang ayah Mahmuddin. Terbukti sejak kabar duka menyebar, laman media sosial, khususnya “berpenghuni” masyarakat Mandailing ramai menyampaikan ucapan duka diiringi doa untuk almarhum dan keluarga.
Sandiaga Uno, menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dan Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif pada Kabinet Indonesia Maju, tak ketinggalan menyampaikan ucapan duka melalui laman facebook-nya.
Belasan ribu umat muslim menyemut di sekitar Desa Huta Lombang mengiringi kepergian ulama ini. Jalan utama menuju rumah duka macet sampai sekitar tiga kilometer. Masyarakat rela berjalan jauh di jalan menanjak dan menurun agar bisa bertaksiah.
Saking ramainya masyarakat dan santri yang ingin mensalatkan jenazah ayah Mahmuddin pada, Kamis siang (9/12-2021), Masjid Aljunaidiyah yang ada di desa setempat tidak kuasa menampung jemaah sehingga terpaksa disalatkan berulang kali. Seorang warga menyebutkan, jenazah disalatkan lebih 10 kali.
Salat jenazah pertama diiimami Muklis. Pada salat jenazah kedua, diimami Yasir. Muklis dan Yasir merupakan putra almarhum. Salat jenazah kedua dan seterusnya, diimami secara bergantian guru-guru Musthafawiyah.
Selain Bupati H.M. Ja’far Sukhairi Nasution, Ketua DPRD Madina Erwin Efendi Lubis, jelang jenazah disalatkan tampak juga Edy Rahmayadi dan Musa Rajekshah, gubernur dan wakil gubernur Sumut.
Seorang guru Musthafawiyah menyebutkan, belum ada ulama di Madina yang jenazahnya disalatkan lebih dari 10 kali. “Itu salah satu karomah almarhum,” katanya.
Jenazah ayah Mahmuddin tadinya direncanakan dimakamkan di samping istrinya. Namun urung, selain agak sempit, pada Kamis pagi seorang murid di Musthafawiyah menghibahkan lahan miliknya untuk lokasi pemakaman almarhum.
Pada bagian akhir postingan, Riski Daulay menulis: pesan penting dari “kepergian” ayah Mahmuddin adalah semangat mengajar dan memberikan manfaat bagi masyarakat sangat besar dan ikhlas.
Lalu, kecintaannya pada NU sangat besar. Ini salah satu bukti cintanya kepada Syekh Musthafa Husein—pendiri Musthafawiyah Purba Baru yang merupakan pesantren terbesar di Sumut.
Selamat jalan ayah kami, K.H. Mahmuddin Pasaribu. Doa kami mengiringi kepergianmu, Al Fatihah…
Akhiruddin Matondang
(Wartawan Utama/Pemred Beritahuta.com)