ANDA pasti sudah pernah dengar tentang ilmu kebal. Yaitu, seseorang yang tidak mempan terhadap senjata tajam, seperti pisau, celurit, peluru pistol dan lain sebagainya.
Konon, banyak di antara pelaku tindak kejahatan punya ilmu kebal. Mereka ingin jika terkena tembak polisi atau dikeroyok warga, misalnya, justru tidak menyebabkan luka di tubuh mereka. Itu tadi, karena ia punya ilmu kebal.
Ada juga seseorang punya ilmu kebal sekadar jaga diri atau untuk hiburan pada kegiatan tertentu. Di Banten, kita kenal ada debus, suatu kesenian tradisional dari provinsi itu yang menampilkan atraksi kekebalan tubuh terhadap berbagai macam benda tajam.
Soal cerita ilmu kebal, belum lama ini, ada suatu kejadian di salah satu lingkungan di Kelurahan Sopolu-polu, Kecamatan Panyabungan, Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Sumut.
Tersebutlah sebuah nama: Sah, usia sekitar 50 tahun. Informasi yang didapat, dia punya aktivitas menyewakan peralatan sound system untuk kegiatan warga Panyabungan dan sekitarnya.
Masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya, Sah dikenal bisa mengobati penyakit tertentu atau orang Mandailing menyebutnya “datu” atau istilah zaman now: pengobatan alternatif. Yaitu, bentuk pelayanan kesehatan menggunakan cara, alat, atau bahan yang tidak termasuk dalam standar pengobatan medis.
Ulah Sah ini tentu saja sempat menjadi topik perbincangan warga di lingkungan setempat. Ceritanya, suatu siang Sah mendatangi rumah MLS, seorang sekretaris desa (Sekdes) di salah satu desa di Kecamatan Panyabungan Timur, Madina. Memang, selain punya rumah di Panyabungan Timur, si sekdes juga ada tempat tinggal di Kelurahan Sopolu-polu.
Tidak jelas apakah kedatangan Sah ke rumah MLS disengaja, atau kebetulan lewat, lalu mampir. Yang pasti, begitu keduanya bersua, lelaki yang disebut-sebut warga setempat “datu” tersebut kepo, apakah MLS sudah mempersiapkan pisau untuk memotong sapi saat qurban nanti.
“Sudah, jangan khawatir. Sudah diasah juga,” begitu kira-kira jawaban MLS terhadap Sah. MLS belakangan ini memang selalu ikut menjadi petugas pemotong hewan qurban di lingkungan tempat tinggalnya di Sipolu-polu.
Karena penasaran apakah golok sepanjang sekitar 40 cm milik MLS benar-benar sudah tajam atau belum, Sah pun mengambil senjata tajam tersebut dari tangan sekdes.
“Coba lihat, jangan-jangan belum tajam,” kata Sah yang tinggal tak jauh dari jalan lintas timur (Jalintim) Sipolu-polu.
Layaknya seseorang yang hendak mengetes ketajaman pisau atau parang, Sah pun mengusapkan telapak jari telunjuknya pada bagian bawah senjata tajam itu. “Ini masih kurang tajam. Gak mempan ini ke saya,” katanya.
Mendengar kalimat itu, MLS cuma diam. Tetapi mungkin dalam hati ia berucap, “Tenang saja bang, nanti kan jelang qurban diasah lagi, biar mantap.”
“Kalau cuma seperti ini, ke saya juga enggak mempan ini,” kata Sah.
Mendengar kalimat itu, lagi-lagi MLS tidak komentar apa-apa.
Lantaran MLS cuma diam, mungkin Sah merasa si pemiliki golok tidak percaya kalau ia punya ilmu kebal. “Jangan kau pikir aku hanya bisa mengobati orang sakit. Biar kau percaya, aku punya ilmu kebal juga, ini saya coba ke tangan saya,” demikian mungkin dalam hati si “datu”.
Parang pun dipegang kuat pakai tangan kanan. Lalu, cekkkkkk….Berselang beberapa detik, terlihat darah segar muncrat dari bawah siku tangan kiri Sah. Luka pun tampak menganga.
Sumber media ini tidak menjelaskan secara rinci bagaimana cara lelaki tersebut melukai tangannya. Dia hanya menyebutkan bagian yang tajam dari golok itu dipukulkan pakai tangan kanan ke arah tangan kiri, persisnya di sekitar 7-8 di bawah siku.
Kontan saja kejadian itu mengundang perhatian warga. Melihat luka cukup serius dan darah segar tak henti mengalir, Sah pun dilarikan ke salah satu rumah sakit di Panyabungan.
Betul saja, lukanya cukup serius. Petugas medis menyebutkan luka di lengan kiri Sah cukup serius, sehingga harus mendapat sekitar 20 jahitan.
Kini dia terpaksa menanggung perih atas luka sabetan golok pakai tangannya sendiri. Alale baya, adong-adong sajo…Jangan ditiru ya bro…
(Akhir Matondang)