BERBAGI
PENJUAL SATAI--Rumah Safri, peenjual satai keliling di Sopulu-polu, Panyabungan, Madina. (foto: manyota)

ASTAGFIRULLAH. Safri Rangkuti (47) langsung mengucapkan istigfar, usai salah seorang dari tiga polisi yang menjemputnya menjelaskan alasan mereka membawa sang penjual satai keliling itu ke kantor polisi.

Bak disambar petir, Safri seolah tak percaya. Badannya seketika dingin. Tak lama berselang, pamit kepada istri dan anak-anaknya. Sebelum kakinya melangkah, ia sempat minta supaya orang-orang tercinta tersebut mendoakan agar masalah  yang dihadapi bisa cepat usai.

Sang istri, Mashuri Nasution (40) bersama anak-anaknya bengong. Mereka juga seolah sedang bermimpi. Derap langkah kaki Safri secara perlahan bergerak.

Ayah enam anak itu mengayunkan langkah sembari meneteskan air mata. Setidaknya ada tiga anggota polisi menjemput Safri di rumahnya, Jalan Bermula 7, Kelurahan Sipolu-polu, Kecamatan Panyabungan, Mandailing Natal (Madina), Sumut pada, Jumat malam (28/10-2022), sekitar pukul 23.00.

Polisi mengamankan Safri menyusul keracunan dialami belasan warga Desa Runding, Kecamatan Panyabungan Barat, Madina pada Jumat petang. Para korban sempat mendapat perawatan medis di RSU Panyabungan.

Hingga Sabtu petang (29/10-2022), informasinya empat warga masih dirawat di RSU Panyabungan. Dari data rumah sakit diketahui, korban paling tua adalah Abdul Rahim (48), sedangkan termuda Askia Romadona (1,4 tahun),

Sebelum dibawa ke rumah sakit para korban mengalami mual, muntah dan pusing. Mereka diduga keracunan setelah menyantap satai yang dijual Safri secara keliling.

Itulah sebabnya, polisi langsung menjemput Safri di rumahnya. Si penjual satai keliling pun untuk sementara menginap di Mapolsek Panyabungan.

“Saya bingung, kenapa bisa warga keracunan,” ujar Mashuri kepada media ini pada, Sabtu (29/10-2022).

Mashuri menyebutkan  sudah memasak daging satai secara baik dan  bersih. Setelah bekali-kali dicuci, baru direbus sampai daging benar-benar lembut. Kemudian ditumis pakai segelas air. Lalu, diberi bumbu dapur, seperti kunyit, jahe dan lainnya, termasuk penyedap layaknya membuat daging satai.

BERITA TERKAIT  Menyedihkan, Ruang Belajar SDN 346 Kampung Kapas Mirip Kandang Kambing

Semua bersih. Bahkan, setiap beli bumbu penyedap, Mashuri mengaku selalu memperhatikan masa kadaluarsa yang tertulis di kemasan. “Kami tak pernah pakai petsin, paling royco atau ajinomoto,” sebutnya.

Jumat pagi, sekitar pukul 07.00, saat Safri mau berangkat berdagang, seorang anak tetangga; Muhammad Alfahrizi, sempat beli satai yang hendak dijajakan. Bocah 10-an tahun inilah konsumen pertama alias penglaris dagangannya pada hari itu.

“Alahamdulillah tidak apa-apa, sehat. Saya bukan membela, memang dari dulu anak saya setiap hari makan satai Wak Safri. Kalau diperlukan saksi, saya siap jadi saksi,” kata Siti Rohmadona, ibu Alfahrizi.

Seperti biasa, sebelum ke Runding, Safri terlebih dahulu menjajakan dagangan di desa: Sirambas, Longat, Huta Tonga, dan Barbaran. Desa-desa itu berada di wilaya Kecamatan Panyabungan Barat.

”Itulah menjadi aneh. Kalau mereka keracunan habis makan satai yang kami jual, kenapa hanya terjadi di Runding. Padahal sejak pagi suami saya sudah jualan di beberapa desa di sana,” ujar Mashuri.

Entah betul atau tidak, ada Informasi seorang anak di Longat juga mengalami keracunan setelah makan satai dagangan Safri. Karena ibunya bidan, korban tak dibawa ke rumah sakit, cukup ditangani sang ibu.

Pada saat salat Jumat, gerobak satai yang menempel di sepeda motor—menyerupai becak motor–memang sempat ditinggal di luar masjid. Itru sudah biasa. Jika menduga-duga, saat itulah orang tak bertanggungjawab menaroh sesuatu di komponen satai, misalnya, ke daging, kuah, cabai dan lainnya, ternyata tidak semua penduduk Runding yang makan satai mengalami keracunan.

Menurut Mashuri, kejadian seperti ini juga sudah pernah mereka alami pada tahun 2014. Ketika itu, ada warga Simalagi, Kecamatan Hutabargot, Madina mengaku keracunan setelah makan satai yang dijual Safri.

BERITA TERKAIT  ‘Pituah’ Menyentuh Ketua DPRD Madina terhadap Rezky: Pujalah Ibumu, Setinggi Pemujaan pada Manusia

Setelah polisi melakukan penyelidikan, tidak terbukti satai yang dikonsumsi korban mengandung racun atau zat berbahaya bagi kesehatan manusia.

Ketika itu kabar satai Safri menyebabkan warga keracunan cepat menyebar. Tidak tahan menjadi bahan gunjang-ganjing masyarakat, khususnya penduduk Jalan ABRI, Panyabungan, akhirnya mereka memilih pindah ke tempat saat ini, yaitu Jalan Bermula 7.

Sannari ma terjadi buse. Mungkin dabo ma songonon nasib nami (Sekarang hal serupa terjadi lagi. Mungkin sudah begini nasib kami),” kata Mashuri, ibu enam orang anak. Paling sulung kuliah semester lima, namun berhenti lantaran alasan ekonomi.

Kedua, baru tamat dari Darul Ikhlas. Ketiga, sekolah di SMKN 2 Panyabungan. Keempat, duduk di bangku kelas lima SD. Keempat, umur tiga tahun dan paling kecil masih lima bulan.

Dari jual satai keliling inilah Safri menafkahi keluarganya meskipun hidup secara sederhana. Setiap pukul 07.00, ia keliling menjajakan dagangan, dari satu desa ke desa lainnya.  Biasanya baru pulang lagi ke rumah sebelum magrib atau paling cepat habis azar.

Di saat Safri menjajakan dagangan, Mashuri dibantu anak-anaknya sibuk di rumah menyiapkan lagi dagangan untuk dijual besok harinya, seperti membuat daging satai, lontong, dan lainnya.

Kini Safri masih berada di Polsek Panyabungan sembari menunggu hasil uji laboratorium di salah satu tempat di Medan. Safri coba tegar, meskipun ia acap meneteskan air mata, termasuk ketika sang istri membesuknya pada Sabtu siang.

Yang jelas, Mashuri bingung kenapa warga bisa keracunan. “Entah apa yang salah, ku tak tahu,” demikian kira-kira isi hati istri Safri.

Sabarlah Safri, sebab kau bukan bagian dari korporasi itu….(bj)

Editor: Akhir Matondang

BERBAGI

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here