BERBAGI
Herman Nasution atau Ompung Herman

OMPUNG Herman, begitu ia biasa disapa. Lelaki 70-an tahun ini salah satu tokoh masyarakat di lembah Gunung Sorik Marapi yang sejak awal sangat menentang kehadiran PT SMGP di kawasan Kecamatan Puncak Sorik Marapi (PSM), Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Sumut.

“Nasi sudah jadi bubur. Dihentikan salah, diteruskan salah,” kata Ompung Herman, yang mempunyai nama lengkap Herman Nasution.

Entah gejolak apa yang berkecamuk di benak Ompung Herman, pada Sabtu (1/10-2022) dini hari, atau sekitar pukul 01.21, ia menulis narasi secara beruntun melalui salah grup WhatsApp mengenai proses awal kehadiran perusahaan panas bumi itu di daerah ini.

Meskipun kata dan kalimat yang ditulis tidak tersusun rapi mungkin lantaran menahan letupan emosi dalam hati, namun diksi dan narasi tersebut dapat dipahami sebagai bentuk kekecewaan terhadap sejumlah pihak, termasuk Pemkab Madina.

Kekecewaan terhadap warga pemilik lahan yang dengan alasan harga tinggi, mereka menjual tanahnya bagi kepentingan korporasi. Diksi dan narasi itu juga menggambarkan, apapun yang terjadi saat ini sebagai dampak kehadiran perusahaan berlabel SMGP, harus dihadapi. Ia menyebut, nasi sudah jadi bubur. Kita sedang menunggu murka Allah yang lebih besar.

“Ketika umat Islam tak bangga lagi dengan keislamannya, ketika umat Islam sudah jauh dari Qur’an dan Sunnah, di saat itulah hancurnya umat Islam,” demikian tulis Ompung Herman pada akhir postingannya, pukul 03.21.

Dari runtutan postingan, itu tampaknya Ompung Herman semalaman tak bisa tidur. Terutama  sejak dini hari—awal postingan, hingga jelang subuh. Mungkin ia sedang gundah melihat kenyataan sekarang. Perusahaan yang tadinya dielu-elukan bakal membawa kebaikan perekonomian masyarakat, saat ini justru mengancam keselamatan masyarakat.

BERITA TERKAIT  Hasil Lelang Jabatan Pemkab Madina:  Semua Plt Unggul, Kecuali Rully Anriady  

Pada akhir 2014, masyarakat di lereng Gunung Sorik Marapi menyatakan keberatan atas rencana pengeboran PT SMGP (Sorik Marapi Geothermal Power) di Gunung Sorik Marapi.

Ompung Herman atau disebut juga Ompung Mandailing bersama masyarakat yang menolak kehadiran perusahaan panas bumi sudah menyurati sejumlah instansi terkait, tetapi saat itu aspirasi mereka sama sekali tidak ditanggapi.

Padahal masyarakat di lembah Gunung Sorik Marapi tidak ada niat menghambat pembangunan, tetapi hanya ingin menghalau bencana yang bakal dirasakan mereka juga.

Tak hanya melalui surat, masyarakat pun melakukan demonstrasi sebagai bentuk penolakan rencana itu. Bak angin lalu, suara mereka sama sekali tidak digubris. Terlalu kuat bagi masyarakat untuk melawan korporasi.

Ompung Herman mengatakan kita ini sedang menunggu bencana, “Rusaknya darat dan laut disebabkan ulah tangan manusia itu sendiri. Allah akan membiarkannya supaya mereka kembali ke jalan yang benar,” tulisnya.

Ia lantas menulis, “Masih butakah kita. Kita hanya menunggu kapan datangnya bencana. Sudah berapa kali gas H2S (Hidrogen Sulfida) atau gas apalah namanya bocor sehingga warga jadi korban. Saya hanya bisa mengucapkan: shadaqallahul adzim,  maha benar Allah dengan segala firman-Nya,” tulis adik kandung Darmin Nasution, mantan Menko Perekonomian RI.

Kalimat itu sebagai bentuk kepasrahan Ompung Herman bersama masyarakat yang kontra atas kehadiran PT SMGP. Mereka terbukti  tak berdaya menghalangi kehadiran proyek raksasa yang kini tercatat sudah menewaskan delapan warga.

Bahkan akibat perjuangannya itu, Ompung Herman harus mendekam dalam jeruji besi selama tiga tahun tiga bulan. “Saya bangga lantaran bisa membela masyarakat yang ada di lereng Gunung Sorik Marapi,” katanya.

BERITA TERKAIT  Pelecehan Seksual di Masjid, Honorer Pemkab Madina Ini Diduga Predator Anak

Apa dampak yang bakal dihadapi masyarakat selain korban jiwa dan korban keracunan yang terus berulang, menurutnya, suatu saat dedaunan bakal rontok. Hutan akan musnah.

“Lihatlah di Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur (NTT). Daerah ini dulu penghasil kopi, tetapi sekarang punah karena ada pengeboran panas bumi. Sekarang, akar batang kopi pun sudah tidak kelihatan,” demikian salah satu alinea narasi yang ditulisnya.

Melihat kondisi sekarang, kata dia, tidak menutup kemungkinan kenyataan dialami masyarakat Ngada, juga bakal terjadi di Madina. “Allah sudah menyempurnakan alam untuk manusia, janganlah kita rusak,” katanya.

Ompung Herman tidak menampik Pemkab Madina terkesan membela perusahaan. “Sekarang justru yang dibela adalah mereka yang membuat  masyarakat tak nyaman. Padahal waktu itu saya sudah berkali-kali ingatkan agar warga tidak menjual tanah mereka kepada perusahaan, sebab itu sama saja mereka sedang menggali kuburan mereka sendiri.”

Saat Zikir Akbar di Desa Aek Marian, Kecamatan Lembah Sorik Marapi (LSM), Madina dalam rangka penolakan PT SMGP, kala itu,  Ompung Herman membacakan puisi Khairul Anwar yang syairnya sebagian dia  rubah.

Yaitu: Kalau sampai waktu kami, kami tak akan seorang kan merayu, tidak juga OPT, tidak juga Pemda, tak perlu air mata, kami ini binatang jalang dari kumpulan yang terbuang, biar peluru menembus kulit, kami tetap meradang dan menerjang, kami lebih peduli hidup seribu tahun lagi. (*)

Editor: Akhir Matondang

BERBAGI

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here