MESTINYA berhenti di tempat yang ditentukan panitia untuk menyampaikan sambutan. Ini tidak, tapi melangkah kearah seorang ibu yang duduk di barisan paling depan.
Ia salam, dan cium tangannya sembari mengucapkan sesuatu. Dalam hitungan detik, masih sembari duduk, ia pegang pundak kanan si ibu, lalu dipeluk. Mata ibu itu pun berlinang, lalu menetes membasahi bumi.
Air mata di kedua mata Brigadir Jenderal (Brigjend) TNI (Purn) H.M. Sofwat Nasution pun tak terbendung. Hening. Tak kurang 500-an pasang mata yang menyaksikan adegan tersebut ikut terharu. Kali ini, air mata sang jenderal menetes.
GOR (Gedung Olahraga) PB Mutiara di Kelurahan Panyabungan III, Kecamatan Panyabungan, Mandailing Natal (Madina), Sumut, baru-baru ini, menjadi saksi bisu begitu besar kasih sayang seorang Sofwat Nasution terhadap kekeluargaan dan kekerabatan. Pun, begitu tinggi rasa cinta terhadap sang ibu.
Lantas siapa sang ibu yang membuat air mata Sofwat Nasution menetes. Ia adalah Hj. Solha Nasution, istri H. Abdul Hakim Nasution (alm), mantan kepala Desa Panyabungan III—saat itu masih desa.
Tidak jelas kenapa Sofwat Nasution meneteskan air mata. Ini mungkin lantaran ia ingat masa-masa kecil. Bisa juga terbayang wajah sang ibu, yang memang dekat dengan Hj. Solha.
Siang itu, hati sang jenderal “rapuh” sehingga terpaksa air dari bola matanya terjatuh.
Dulu, ketika Sofwat Nasution masih kecil keluarga Hakim Nasution dan orang tua calon bupati yang diunggulkan dalam Pilkada Madina 9 Desember 2020–Abdul Hamid Nasution (alm) dan Nur Azikin Siregar (almh)– pernah bertetangga di Panyabungan I, Kecamatan Panyabungan atau tak jauh dari Masjid Raya Walqurra Walhuffas.
“Bisa jadi itu yang membuat Sofwat Nasution terharu,” komentar M. Nuh Matondang, tokoh agama Banjarsibaguri yang akrab disapa Mambang.
“Tangis jenderal jelas bukan air mata buaya,” komentar H. Sodik Nasution.
Jatuhnya air mata mantan Danrem Bengkulu bermula ketika pembawa acara mempersilakan H.M. Sofwat Nasution dan Ir. Zubeir Lubis (Sofwat-Beir) menyampaikan sambutan pada acara silaturrahmi bersama masyarakat Banjarsibaguri.
Sofwat Nasution dan Zubeir Lubis pun berdiri. Mestinya sekitar tujuh langkah dari tempat duduk, sudah tiba di tempat bicara.
Mestinya mereka berdua berdiri di tempat yang ditentukan. Namun, hanya Zubeir Lubis yang berhenti, sementara Sofwat Nasution tetap berjalan sekitar lima langkah lagi.
Ia duduk, dan mengulurkan tangan ke Hj. Solha. Ia cium tangannya. Bercakap-cakap sebentar. Lalu ia pegang pundak ompung (nenek-red) 84 tahun itu. Sejurus kemudian, mereka cipika-cipiki dan sama-sama berlinang air mata.
Masyarakat Banjarsibaguri, tokoh-tokoh masyarakat, naposo-nauli bulung dan rombongan tim Sofwat-Beir ikut terharu melihatnya. Diam dan membisu. Sebagian besar bola mata mereka di dalam GOR berlinang.
Setelah itu, Sofwat Nasution kembali ke samping Zubeir Lubis, tempat menyampaikan sambutan. Sebelum menyampaikan untaian kata, ia mengambil sapu tangan dan menyeka mata. Suaranya parau akibat menahan tangis.
Konsentrasi pun buyar. Alhasil, sambutan silaturrahmi Sofwat Nasution terasa lain dari biasa.
“Begitu banyak acara seperti ini, baru kali pertama saya lihat Bang Sofwat menangis. Banjarsibaguri ada di hati calon bupati kita, wajar dukung nomor tiga,” sebut Ustad “Gaul” Fachri beberapa saat kemudian disambut tepuk tangan masyarakat.
Moment di GOR membuktikan Sofwat Nasution begitu dikenal ibu-ibu Banjarsibaguri, demikian pula sebaliknya.
Apalagi usai acara, Sofwat Nasution tak henti-henti meladeni silaturrahmi dan foto bareng umak-umak dan masyarakat setempat.
Para kaum ibu menyatakan ikut mendoakan dan memilih pasangan Sofwat-Beir di Pilkada Madina 2020. “Banyak keluarga di Banjarsibaguri, apalagi kami pernah tinggal di sini. Saya terharu melihat dukungan dari Banjarsibaguri, ini tak mungkin saya lupakan,” kata Sofwat Nasution.
Mengenai kejadian tersebut, sumber Beritahuta.com menyebutkan, ada suatu cerita yang tidak mungkin dilupakan Sofwat Nasution.
Ketika dulu, ayahnya, Abdul Hamid hendak melamar sang ibu, Nur Azikin untuk dijadikan istri pihak keluarga ibunya belum setuju sebab saat itu usianya masih terlalu muda.
Lalu, diputuskanlah Nur Azikin tinggal di rumah orang tua Abdul Hamid. Selama tiga tahun sebelum menikah, Hj. Solha-lah yang menemani Nur Azikin di rumah ompung Sofwat Nasution.
Memang sejak Hj. Solha dan Nur Azikin masih gadis, mereka sangat akrab. Bahkan, setelah sama-sama berkeluarga pun keduanya tetap akrab. Apalagi rumah mereka saling membelakangi di samping kiri masjid raya.
Sofwat Nasution menyebutkan, sebenarnya begitu duduk di kursi yang disiapkan panitia, ia sudah lihat Hj. Solha. Saat itu juga jantungnya berdetak kencang. Terbayang wajah sang ibu. Terbayang saat keduanya mengobrol di belakang rumah. Sofwat Nasution coba menahan tangis.
Konsentrasinya buyar. Sofwat Nasution sempat berpikir hendak melangkah memeluk Hj. Solha sebelum menyampaikan sambutan, tapi ia tahan.
“Saat melihat kak Solha, terbayang wajah ibu. Mereka sangat dekat sejak masih remaja, sampai ibu saya meninggal,” cerita lulusan Akmil 1985.
Makanya, kata dia, begitu ada kesempatan berdiri, tanpa sadar dia langusung menghampiri Hj. Solha. (*)
Peliput dan Editor: Akhir Matondang