PANYABUNGAN, BERITAHUta.com—Ketua DPRD Mandailing Natal (Madina), Sumut Erwin Efendi Lubis berharap warga Singkuang 1, Kecamatan Muara Batang Gadis (MBG), Madina supaya meninggalkan lokasi perkebunan PT RPR sehingga dapat berkumpul kembali bersama keluarga masing-masing.
“Semoga ada tindak lanjut secara konkrit. Tidak hanya akan, sebagaimana saya sampaikan kepada perwakilan perusahaan,” kata Erwin Efendi Lubis usai menandatangani Rekomendasi Komisi II DPRD Madina, pada Jumat (31-3-2023) petang.
Pada pertemuan ini turut hadir dua wakil ketua dewan: Harminsyah Batubara dan Erwin Efendi Nasution; Administratur PT RPR (Rendi Pratama Raya) Eko Ansyari; serta Plt. Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah Madina Yas Adu Zakirin.
Secara tegas, Erwin Efendi Lubis menyebutkan PT RPR harus memperlihatkan secara konkrit tindak lanjut yang dilakukan terkait pembangunan kebun plasma. “Tidak hanya akan, akan, dan akan. Itu dimana, harus ada dan jelas,” katanya.
Setelah rekomendasi Komisi II diteken, ketua dewan berharap warga yang unjuk rasa dan memblokade portal perkebunan PT RPR mau membubarkan diri sehingga bisa berkumpul bersama-sama keluarga, apalagi dalam suasana Ramadan 1444 Hijriyah.
Setelah ditandatangani, rekomendasi tersebut tak lagi menjadi milik Komisi II, melainkan menjadi rekomendasi lembaga DPRD Madina. Selanjutnya bakal diserahkan kepada pemerintah daerah sebagai acuan dalam membuat kebijakan.
Ketua dewan mengatakan manajemen PT RPR pada masa-masa sebelumnya sering bertindak nakal sehingga masyarakat jenuh terhadap janji-janji realisasi kebun plasma. “Warga Singkuang butuh kepastian, di mana dan kapan lahan plasma itu dibangun.”
Mengenai teknis pembangunan kebun plasma, kata ketua DPC Gerindra Madina, harusnya disampaikan PT RPR secara jelas kepada masyarakat. Ini perlu, soalnya warga di sana sudah trauma akibat janji-janji yang tak pernah terealisasi.
“Kalau sudah mereka lihat lokasinya dan dijelaskan secara gamblang tidak bisa di dalam HGU (Hak Guna Usaha), saya yakin warga juga bakal terima plasma di luar HGU. Tunjukkan lahan mana yang bakal dibangun, serta sudah sampai dimana prosesnya,” kata Erwin Efendi Lubis.
Dia meminta pihak perusahaan membuka ruang komunikasi yang lebih lentur dengan warga sekitar sehingga tidak terjadi ngotot-ngototan pendapat seperti yang terjadi dalam pekan-pekan terakhir. “Ngotot-ngototan ini yang justru membuat situasi semakin rumit,” tegasnya.
Pihak PT RPR, diwakili Administrator Eko Ansyari mengatakan perusahaan bukan tak mau membangun plasma dari HGU, tapi di dalam lahan itu sendiri ada sekitar 700 hektare yang tak bisa ditanami.
Ada danau, dan buffer zone, yaitu suatu kawasan atau ruang yang menjadi bagian dari ruang terbuka hijau berfungsi sebagai kawasan penyangga.
“Jadi, tidak bisa ditanami. Ada juga tebing terjal seperti dinding, terus ada lahan gambut yang kurang bagus untuk penanaman sawit,” kata Eko.
Sebab itu, kata dia, pimpinan perusahaan memutuskan membangun plasma di luar HGU agar hasilnya bagi masyarakat lebih bagus dibandingkan memaksakan lahan gambut. “Lahan di luar HGU itu bukan artinya ada tambahan HGU PT RPR, tapi lahan APL (Areal Penggunaan Lain) yang akan dibebaskan perusahaan,” jelasnya.
Eko mengatakan secara hitung-hitungan ekonomi, lahan gambut hanya bisa menghasilkan sawit 18-22 ton/tahun/hektare. Sementara pada lahan perkebunan biasa bisa sampai 50 ton/hektare/tahun. “Secara ekonomis juga lebih hemat bagi perusahaan,” katanya.
Eko mengungkapkan, saat ini PT RPR sedang berupaya membebaskan sekitar 300 hektare lahan di daerah Singkuang. Sekitar 100 hektare sudah selesai, sedangkan 200 hektare lagi dalam proses.
Sesuai prosedur butuh waktu dua tahun sampai selesai penanaman. Hitungan kami, tahun 2025 sudah selesai. “Ini aturan baku dalam bidang perkebunan sawit,” sebutnya.
3 Rekomendasi Dewan
Adapun rekomendasi DPRD Madina yang ditekan ketua dewan dan bakal disampaikan kepada bupati Madina, yakni: Pertama, memberikan sanksi berupa denda kepada PT. RPR. Kedua, jika dalam waktu satu bulan tidak menyampaikan laporan fasilitasi pembangunan kebun plasma masyarakat, maka dilakukan pemberhentian sementara aktivitas perusahaan selama enam bulan.
Ketiga, jika dalam waktu enam bulan tidak juga merealisasikan pembangunan kebun plasma maka bupati Madina harus mencabut IUP (Izin Usaha Perkebunan) sesuai PP Nomor 26 Tahun 2021 tentang Penyelenggaran Bidang Pertanian yang merupakan turunan UU Ciptakerja. (*)
Editor: Akhir Matondang