BERBAGI
TINGGALKAN PENDEMO--Sekdakab Madina Alamulhaq (baju putih di belakang Pol PP) dan pejabat lainnya meninggalkan pengunjuk rasa yang melakukan aksi di depan pintu gerbang rumdin bupati setempat, Jumat (29/12/2023). (foto: akhir matondang)

PANYABUNGAN, BERITAHUta.com—Sekdakab Mandaling Natal (Madina), Sumut Alamulhaq kembali menjadi bulan-bulanan diteriaki para guru honorer ‘korban’ seleksi penerimaan PPPK. Kali ini, ia terpaksa meninggalkan kerumunan pendemo yang melakukan aksi di depan rumah dinas bupati.

Aksi unjuk rasa ini berlangsung pada, Jumat (29/12/2023). Alamulhaq, Asisten I Setdakab Sahnan Pasaribu, dan Asisten II Syarifuddin  tiba di depan pintu gerbang rumah dinas (rumdin) bupati Madina—tempat para guru honorer berkumpul—sekitar pukul 10.12.

Alamulhaq dan Sahnan berdiri membelakangi pagar rumdin yang terkunci rapat dengan pengawalan ketat aparat kepolisian dan Pol PP Pemkab Madina. Sedangkan Syarifuddin hanya berdiri di pinggir jalinsum berbincang-bincang dengan beberapa aparat keamanan.

Koordinator pengunjuk rasa korban kesewenang-wenangan dalam seleksi penerimaan PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) Madina menyampaikan orasi. “Kedatangan kami kesini meminta pembatalan nilai SKTT (Seleksi Kompetensi Teknis Tambahan) seleksi PPPK sesuai rekomendasi dewan,” katanya melalui pengeras suara.

Aksi unjuk rasa di depan rumdin bupati Madina soal kisruh seleksi PPPK yang berlangsung, Jumat (29/12/2023). (foto: akhir matondang)

Ia menyebutkan sekdakab yang meneken lembaran pengumuman hasil seleksi dari BKPSDM (Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia) Madina, sehingga dia juga yang seharusnya mencabutnya.

BERITA TERKAIT  Pemkab Madina Dapat Hibah 3.000 Unit Lampu Jalan, Bupati: Ini untuk Desa Tertinggal

Setelah perwakilan guru honorer beroperasi sekitar lima menit, giliran sekdakab bicara. Didampingi asisten I dia menyebutkan bupati tidak bisa menemui para guru honorer karena sedang berada di luar kota.

“Saya sudah menyampaikan isi rekomendasi kepada pak bupati. Tolong berikan kami waktu membahasnya,” katanya.

Mendengar kalimat itu, “Tidak…” teriak pendemo.

Tampaknya teriakan itu membuat sekdakab tak nyaman. “Kami harus musyawarah dulu. Segeralah membubarkan diri karena masalah ini sudah menusantara,” tambahnya dengan suara parau.

Lagi-lagi dijawab guru-guru honorer, “Tidak…”

Sekdakab menyebutkan pemkab tiga bisa melaksanakan rekomendasi dewan tanpa musyawarah. “Kemarin kan baru RDP (rapat dengar pendapat) antara dewan dengan OPD (organisasi perangkat daerah) terkait. Kami belum rapat karena ini akhir tahun, banyak OPD di luar kota.”

Dia meminta kedewasaan pengunjuk rasa. “Persoalan ini sudah menasional. Kita carikan solusi terbaik untuk kita semua. Saya siap tanda tangan jilid dua jika itu sudah keputusan pimpinan,” ujar sekdakab.

BERITA TERKAIT  6 Bangunan Dilahap Api di Hutabargot, Kakek dan Nenek Dilarikan ke Rumah Sakit

Ungkapan itu menyulut berbagai ocehan para guru honorer yang datang dari berbagai kecamatan. “Marilah kita berembuk,” katanya.

“Tidak…” jawab pendemo serentak.

“Terserah,” jawab sekdakab sembari menyerahkan mik pengeras suara kepada asisten I.

Berselang beberapa detik, asisten I pun menyampaikan kata-kata, namun tidak digubris pengunjuk rasa. Malah mendapat teriakan dari massa yang umumnya kaum ibu.

Tak tahan diteriaki berkali-kali, pukul 10.23, sekdakab dan asisten I meninggalkan tempat mereka bicara. Begitu hendak melangkah, asisten I memegang erat tengan sekdakab.

Saat hendak menyeberang jalan, tampak asisten II dan beberapa pejabat lain bergabung. Mereka berjalan menuju arah jalan raya Mangga Dua, Desa Parbangunan, Panyabungan, Madina dengan pengawalan polisi dan Pol PP.

Tak lama kemudian, pengunjuk rasa meninggalkan lokasi aksi. Mereka berjalan beriringan menuju Masjid Agung Nur Ala Nur—sekitar 100 meter dari rumdin bupati. (*)

Editor: Akhir Matondang

BERBAGI