BERITAHUta.com (Panyabungan)—Tuntutan aksi copot-mencopot tampaknya sedang trend. Belasan mahasiswa tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Peduli Uang Negara (AMPUN) unjuk rasa di kantor Dinas Pariwisata (Dispar) Mandailing Natal (Madina), Jumat (18/2-2022).
Mereka menuntut bupati dan wakil bupati Madina mencopot dan mengganti kepala Dinas Pariwisata Madina bersama jajarannya, karena OPD (organisasi perangkat daerah) itu diduga melakukan praktik korupsi.
Aksi demo minta copot kepala dinas juga terjadi saat mahasiswa yang tergabung dalam IM3( Ikatan Mahasiswa Muslim Mandailing Natal) melakukan unjuk rasa di kantor Inspektorat Madina pada hari yang sama, Jumat (18/2-2022).
Massa IM3 meminta bupati Madina mencopot kepala Inspektorat atas dugaan pungli yang dilakukan para pemeriksa di instansi tersebut terhadap sejumlah kepala sekolah SD dan SMP di kabupaten ini.
Terkait demo yang dilakukan AMPUN, saat menyampaikan orasi mereka membeberkan sejumlah dugaan korupsi di Dinas Pariwisata. Di antaranya, belanja perjalanan dinas dalam kota dengan anggaran Rp23.700.000 bersumber dari dana APBD 2021.
Belanja pemeliharaan gedung kantor Dinas Pariwisata dengan anggaran Rp43.234.677 bersumber dari dana APBD 2021.
Selain itu, belanja perjalanan dinas dalam kota dengan anggaran Rp54.850.000 dengan Kode RUP 25543211 bersumber dari dana APBD 2021. Belanja perjalanan dinas biasa dengan anggaran Rp309.968.000 bersumber dari APBD 2021.
Belanja modal peralatan personal komputer dengan anggaran Rp73.321.000 bersumber dari APBD 2021. Belanja pemeliharaan alat angkutan-angkutan darat bermotor- kendaraan bermotor perorangan dengan anggaran Rp38.480.000 bersumber dari APBD 2021.
Belanja perjalanan dinas dalam kota dengan anggaran Rp38.700.000 dengan Kode RUP 25554631 bersamber dari APBD 2021.
“Kami banyak menduga, dari semua temuan kami ini adalah praktek korupsi. Ini harus menjadi catatan kedepan kepada bupati Madina untuk segera mengganti pimpinan OPD/SKPD yang jelas terindikasi dugaan tindak pidana korupsia. Menjadi catatan serius betapa amburadulnya kepemimpinan bupati yang lama dilihat dari maraknya praktek korupsi dengan dugaan pembiaran,” tulis pengunjuk rasa dalam pernyataan sikapnya.
Kepala Dinas Pariwisata Madina Ahmad Yasir ketika dikonfirmasi menyebutkan semua anggaran yang dibelanjakan instansinya selalu diperiksa lembaga pemeriksa internal seperti Inspektorat dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Terkait bukti pembelanjaan kantor, jelasnya, ada aturan bahwa dokumen negara bersifat rahasia dan tidak sembarang diberikan kepada pihak lain kecuali atas perintah aparat hukum dan bupati.
Dia mencontohkan, polisi atau kejaksaan saja saat hendak memanggil (memeriksa) petugas aparatur negara harus melalui bupati, tidak langsung ke personalnya.
Jika bupati sudah mengizinkan, lalu kepala daerah meminta yang bersangkutan memenuhi undangan (panggilan) kepolisian atau kejaksaan. “Dokumen juga begitu,” katanya.
Untuk anggaran yang dibelanjakan, kata Yasir, ada lembaga resmi yang memeriksanya seperti Inspektorat dan BPK. Jika ditemukan indikasi korupsi, lembaga pemeriksa memberi waktu tertentu menyelesaikan indikasi tersebut. “Jika indikasi itu tidak terselesaikan, baru diserahkan kepada aparat penegak hukum,” katanya.
Yasir menegaskan, dugaan korupsi yang dituduhkan mahasiswa tersebut merupakan pagu anggaran setiap kegiatan yang datanya dari SiRUP LPSE. “Jadi, dugaannya jauh dari logika,” tegas Yasir. (*)
Editor: Akhir Matondang