
MENTERI BUMN (Badan Usaha Milik Negara) Erick Thoir dijadwalkan berkunjung ke Kabupaten Mandailing Natal (Madina), pada, Sabtu siang (26/6-2021). Kehadiran mantan pemilik klub Inter Milan, Italia, diharapkan membawa berkah bagi daerah ini.
Meskipun tidak jelas agenda kunjungan Erick Thoir, namun paling tidak sang menteri ini sudah pernah menginjakkan kaki di Bumi Gordang Sambilan.
Pun, bisa mengenal lebih dekat dengan “wajah” Madina, karena pusat kegiatan kunjungan berada di Pesantren Musthafawiyah, Purba Baru, Kecamatan Lembah Sorik Marapi (LSM), Madina.
Erick Tohir tak datang sendiri. Dalam kunjungan ini, ia ke Madina bersama Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi. Turut mendampingi kedua menteri adalah Wakil Gubernur Sumut Musa Rajeckshah serta Harun Mustafa Nasution, wakil ketua DPRD Sumut.
Selamat datang Pak Erick Tohir, selamat datang juga Pak Muhammad Lutfi.
Sekadar informasi kepada Pak Erick Thohir, di Madina ada PTPN (PT Perkebunan Nasional) IV, yang berada dalam naungan kementerian yang bapak pimpin.
Dalam kesempatan ini agar kehadiran menteri lebih bermakna, tak ada salahnya saya beri sedikit gambaran mengenai carut-marut persoalan di PTPN IV.
Ketua Koperasi Unit Desa (KUD) Pasar Baru, Kecamatan Batahan, Madina: Malvinas (36) sudah melaporkan PTPN IV ke Poldasu, pada 6 Maret 2019, gegara pembagian pengelolaan kebun plasma tidak jelas.
Adapun delik yang diadukan, seperti dikutip dari MartabeSUmut.com adalah lahan perkebunan tanpa izin, tidak dilengkapi izin usaha dan penyerobotan lahan masyarakat di Kecamatan Batahan.
Menurut Malvinas, masalah bermula pada 2007. Saat itu, bupati Madina memberikan izin lokasi kepada KUD Pasar Baru seluas 3.200 hektare. Sebelumnya, areal ini dikuasai PTPN IV.
Setelah semua lahan di cross check, seluas 1.600 hektare sudah dikembalikan PTPN IV kepada KUD Pasar Baru. Sedangkan 1.200 hektare lagi, masih dikuasi PTPN IV. Sisanya, 400 hektare dikuasai PT Palmaris Raya.
Persoalan PTN IV sangatlah ruwet. Terlalu panjang untuk diurai dalam tulisan ini. Bahkan, Malvinas mengatakan mereka pernah meminta penjelasan terkait penyelesaian persolan kepada salah seorang direksi PTPN IV, lalu sang direksi mengatakan, masalah yang timbul sudah tidak lagi kewenangan direksi PTPN IV, tetapi sudah bagian kewenangan menteri BUMN.
“Aneh, tanah yang dibagikan bupati ke warga, sekarang menjadi kewenangan menteri BUMN,” ujar Malvinas.
Tentu saja mumpung menteri BUMN sedang berada di Madina, tentu saja kita berharap persoalan ini mendapat titik temu. Kita tak tahu siapa benar, siapa salah, yang jelas masalah ini bisa selesai secara adil. Tak ada yang dirugikan.
Jika yang disebutkan Malivina benar—kepemilikan lahan 3.200 hektare, pengusahaan tanpa izin lahan 1.200 hektare milik KUD Pasar Baru oleh PTPN IV, serta penyerobotan tanah seluas 400 hektare oleh PT Palmaris Raya—sungguh ini sangat mencederai kepentingan masyarakat.
“Masak mereka mengelola perusahaan miliki negara, justru menyengserakan rakyat,” kata Malvinas.
“Kenapa sampai sekarang tidak jelas pembagian hasil plasma dengan masyarakat. Janganlah perusahaan negara menyengsarakan masyarakat,’ kata H. Fahrizal Efendi, anggota DPRD Sumut dari Partai Hanura.
Dia menyebutkan, tujuan kebun plasma adalah untuk mensejahterakan masyarakat. Ada produksi ribuan hektare, tapi tidak diserahkan kepada warga selaku plasma.
Fahrizal Efendi menduga ada skenario sedemikian rupa, sehingga kebun plasma rakyat yang dicaplok PTPN IV tidak menghasilkan dalam kurun waktu 12 tahun.
“Maaf, uang negara diduga dikorupsi pejabat PTPN IV, namun rakyat tidak bisa menikmati hasilnya. Kasihan kita pada rakyat di sana. Hak-hak tanah adatnya sudah dilepas, tetapi tidak ada hasil yang mereka dapat,” katanya.
Menurut Fahrizal Efendi, ada lahan seluas sekitar 15 ribu hektare dikuasi PTPN IV. Lahan tersebut, sudah produksi 10 tahun lebih. Dari 15 ribu hektare, hanya sekitar 3.300 yang memiliki HGU (hak guna usaha). Sisanya, izin lokasinya pun masih dari menteri sekitar 10 tahun lalu.
Jika izin lokasi suatu perusahaan BUMN tidak dilengkapi HGU, apalagi izin lokasi sudah mati sejak 11 tahun lalu, artinya tak ada nomenklatur bagi perusahaan itu membajar pajak.
“Salah satu dasar membayar pajak adalah adalah surat izin,” katanya.
Selain itu, ujar Fahrizal Efendi, sampai hari ini, tidak ada bagi hasil dari PTPN IV terhadap masyarakat. Tidak ada profit sharing kepada anggota KUD Pasar Baru Batahan dan Koperasi Setia Abadi.
Jadi begitu saja ringkasnya Pak Menteri BUMN: Lapor, sampai hari ini mereka para anggota koperasi itu tak pernah mendapat bagi hasil dan PTPN IV bisa diduga tak taat pajak.
Akhiruddin Matondang