PEMATANG JOHAR. Desa di Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara (Sumut), ini terbukti mampu menjadikan dana desa (DD) membuka lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mendapatkan PADes (pendapatan asli desa) melimpah. Inilah potret sesungguhnya tujuan pemerintah pusat menggelontorkan DD.
Tak salah jika Pematang Johar dijadikan salah satu lokasi tujuan studi banding para kepala desa (kades) dari Mandailing Natal (Madina), Sumut. Bukan hanya sukses mengembangkan BUMDes, di bidang administrasi desa pun, mereka lebih maju–setidaknya–dengan desa-desa di Madina.
Kalau saja kunjungan para kades di desa itu pada, Jumat (18/11-2022), benar-benar dijadikan sebagai inspirasi serta menambah pengetahuan dalam bidang pengelolaan DD, tidak menutup kemungkinan inilah momentum era kebangkitan desa-desa di Madina. Saat DD mampu memakmurkan masyarakat desa.
Pun era dikala BUMDesa (Badan Usaha Milik Desa) turut membantu menciptakan lapangan kerja, menambah penghasilan warga yang pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Dengan kata lain, kalau para kades di Madina punya keinginan membangun serta memajukan desa, apa yang dilakukan Pematang Johar bisa diaplikasikan atau paling tidak sebagai inspirasi. Tentu tidak semua desa di Madina punya karakteristik seperti Pematang Johar.
Jelasnya, sukses Pematang Johar bukan tak mungkin diterapkan di Madina. Apalagi, Sudarman, S.Pd., sang kepala Desa Pematang Johor telah menjelaskan secara gamblang kunci sukses desa yang dipimpin dalam mengelola DD.
Desa ini telah membuktikan warga turut merasakan secara nyata manfaat DD. Ekonomi mereka bangkit. Kalau saja, misalnya, hari ini pemerintah pusat berhenti mengucurkan DD, bagi masyarakat Pematang Johar tidak menjadi masalah.
Lewat DD, Pematang Johar bisa mandiri. DD yang dikelola kades bersama aparatur desa, termasuk BPD (Badan Perwakilan Desa) dan pengurus BUMdes mampu menciptakan lapangan kerja, mendapatkan PADes, dan membangun sarana dan prasana fisik sebagai pendukung aktivitas sehari-hari.
Bahkan, pelayanan administrasi bagi penduduk setempat juga tidak lagi manual, tetapi bisa secara online yaitu menggunakan aplikasi yang dibuat oleh pihak sendiri sendiri dengan nama E-desa. Misalnya warga perlu membuat surat keterangan tidak mampu, warga tak perlu lagi datang ke kantor desa atau rumah kades, cukup mainkan jari melalui handphone android, surat-menyurat yang dibutuhkan bisa tuntas.
“Warga tinggal ambil berkas yang dibutuhkan di kantor desa. Semua formulir diisi lewat online. Bahkan, dimana pun berada, saya bisa teken berkas warga secara online. Namun ini hanya bisa membuat surat administrasi yang memang kewenangan desa,” ujar Sudarman.
Cerita sukses Desa Pamatang Johar memanfaatkan DD sengaja dikemas redaksi Beritahuta.com secara bersambung dengan harapan dapat membuka wawasan bagi kita semua, terutama rekan-rekan kades di Madina supaya lebih kreatif dalam penggunaan DD. Tak ada yang tak mungkin, dan tak ada kata terlambat.
Sekadar gambaran Pematang Johar terdiri 4.500 kk (kepala keluarga), dengan penduduk sekitar 16 ribu jiwa. Terdiri dari 18 dusun. Setidaknya ada enam suku yang menetap di desa ini. Mereka hidup rukun serta damai.
Potensi terbesar di wilayah Pematang Johar adalah sektor pertanian. Dari 2.300 hektare luas desa, 1.750 hektare atau sekitar 2/3 di antaranya merupakan areal persawahan. Selain areal sawah, sebagian lagi industri dan ada sedikit perkebunan. Selebihnya permukiman.
Menurut kades, ia melaksanakan pemerintahan berdasarkan data yang dimiliki. Dari data itulah bergerak menyusun rencana, sehingga setiap kebijakan selalu sejalan seiring dengan data.
Tentu saja, tidak semua kondisi di Pematang Johar bisa diterapkan di Madina. Namun, pastilah ada beberapa desa yang jika dicocok-cocokkan kondisi alamnya mirip dengan Pematang Johar.
“Jika menurut bapak-bapak bisa diadopsi, alhamdulillah. Kami terbuka untuk memberikan pemahaman secara teknis, tetapi mungkin enggak saat ini. Bisa lain kali, apalagi ini hari Jumat” katanya.
Selaku kades, Sudarman membagi aspek pengelolaan desa menjadi tiga, yaitu bidang pemerintahan, potensi desa dan wilayah.
Pelayanan terhadap masyarakat kerja paling utama. Sebab kades dipilih dalam rangka melayani masyarakat. Sebagai pemerintahan terkecil dan wakil pemerintah pusat, mengurus rakyat adalah menjadi tugas utama. “Kades dan aparatur desa harus memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat,” katanya.
Ada tiga sumber dana pengelolaan desa yang didapat dari pemerintah, yaitu DD senilai Rp2,4 miliar, alokasi dana desa (ADD): Rp800 juta dan dana hasil pajak (BHP) Rp200-an juta, sehingga total sekitar Rp2,4 miliar per tahun. Ini berlum termasuk PADes, yang dari satu jenis usaha saja, misalnya, wisata sawah bisa mencapai Rp200 juta per bulan.
Pematang Johor tak terbuai dengan jumlah dana yang begitu menggiurkan. Karena itu berdasarkan rapat BPD mereka sepakat mengembangkan usaha.
Saat ini ada sekitar 10 unit usaha yang dikelola oleh BUMDes dengan memanfatkan potensi dimiliki desa, salah satunya lokasi wisata sawah.
Lalu, ada usaha ATK (alat tulis kantor) dan fotocopy, wife, pembuatan batik, penangkaran benih padi, pembuatan air mineral kemasan botol, dusun sentra pengelolaan sampah, wisata kuliner malam dan lainnya.
Lokasi wisata sawah merupakan program tahun 2018. Anggaran pembanguan kawasan tersebut mencapai Rp500 juta. Ini bertujuan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat, sebab kegiatan ini melibatkan banyak orang.
Ratusan warga setempat terlibat dalam mendukung aktivitas di lokasi wisata sawah. Lapangan kerja terbuka luas, karena banyak potensi UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) tercipta mengingat lokai ini menjadi salah satu tujuan wisata di Deli Serdang.
Sebelum masa pandemi, pengunjung lokasi wisata sawah ini mencapai 5000-an orang per hari. PADes yang didapat sekitar Rp200 juta per bulan. Ini menjdi bukti betapa kebijakan kades dapat mendukung pemberdayaan ekonomi masyarakat.
“Jika ini dipertahankan, tentu sangat luar biasa,” tambah Sudarman. Namun, lanjutnya, kegiatan lokasi wisata sawah sempat terhenti gegara pandemi covid. “Ini baru mau bangkit lagi. Apalagi beberapa fasilitas baru-baru ini terkena dampak angin puting beliaung.”
Menurut Sudarman, hampir semua menteri pemerintahan era Presiden Jokowi sudah datang menikmati indahnya wisata sawah. Kalau gubernur Sumut sudah bolak-balik. “Tinggal Jokowi yang belum kesini, kalau Pak Bupati, tempat ini sudah seperti rumahnya sendiri,” ujarnya. (sumber: bj)
Akhiruddin Matondang