JIKA tak ada aral melintang, Selasa (11/5-2021), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Mandailing Natal (Madina), Sumut bakal menggelar rapat paripurna dengan agenda penetapan bupati dan wakil bupati terpilih hasil Pilkada Madina 2020.
Adalah hal wajar jika agenda ini menui pro-kontra. Apalagi pasangan calon (paslon): Dahlan Hasan Nasution-Aswin (Dahwin) masih melakukan gugatan pasca diadakan pemungutan suara ulang (PSU) melalui Mahkamah Konstitusi (MK) seperti tercatat dalam Buku Register Perkara Konstitusi Elektronik (e-BRPK) Nomor: 139/PHP BUP-XIX/2021.
Namun ada yang menarik dari rencana rapat paripurna ini. Pertama, Fraksi Partai Golkar yang merupakan “tulang punggung” pengusung Dahwin dikabarkan tidak sependapat dengan agenda yang sudah ditetapkan Badan Musyawarah (Bamus) DPRD Madina.
Informasi yang beredar mereka tak akan hadir di gedung dewan untuk mengikuti rangkaian rapat paripurna. Menurut saya, ini sah-sah saja. Silakan saja tidak hadir sebagai bentuk seperjuangan dengan Dahwin. Apalagi, “Win” itu adalah ketua DPD II Partai Golkar Madina.
Tetapi kita jangan lupa, jumlah kursi pendukung Dahwin bukanlah kekuatan mayoritas di DPRD Madina. Dahwin “hanya” didukung 12 kursi dari 40 kursi dewan hasil Pileg 2019. Yaitu: Partai Golkar 5 kursi, Partai Nasdem (1 kursi), PPP (2 kursi), Partai Perindo (2 kursi), PDI-P (1 kursi) dan PKP-Indonesia (1 kursi)—Partai Berkarya (1 kursi) dalam status quo.
Pemenang Pilkada Madina 2020 pasca PSU, 24 April 2021 lalu, paslon Ja’far Sukhairi Nasution-Atika Azmi Utammi (SUKA) juga didukung 12 kursi DPRD Madina, terdiri: PKB (4 kursi), PKS (4 kursi), Hanura (4 kursi).
Lalu kemana arah dukungan politik partai pendukung paslon Sofwat-Beir sebanyak 15 kursi—Gerindra (7 kursi), Demokrat (5 kursi), PAN (3 kursi)—pada rapat paripurna ini. Menurut saya, lebih condong ke paslon SUKA.
Bisa saja mereka menilai gugatan Dahwin di MK hanya memperpanjang “tali kelambu”. Sekadar memperlihatkan bahwa Dahwin kalah terhormat. Bahkan, tak menutup kemungkinan ada yang menilai bahwa langkah gugatan jilid dua cuma buang-buang energi, waktu, pikiran, serta tentu saja uang.
MK sendiri sudah tegas menyebutkan, mereka tak bisa menolak siapa pun yang menyampaikan gugatan. Pasti dicatat atau diregister, lalu keluar jadwal sidang, dan disidangkan.
Apakah proses persidangan lanjut atau tidak, tentu majelis hakim MK melakukan penilaian setelah pihak pemohon menyampaikan materi gugatan.
Jadi kita jangan bangga dulu ketika MK mencatat gugatan di buku register. Pada gugatan jilid satu, paslon Sofwat-Beir, misalnya, juga melakukan gugatan, tetapi ditolak MK dengan alasan hukum.
Kedua, rapat Bamus dewan penentuan jadwal rapat paripurna pengesahan hasil Pilkada Madina 2020 dihadiri unsur eksekutif, antara lain: Sekdakab Gozali Pulungan; Asisten I Setdakab Alamul Haq Daulay; dan sejumlah ASN.
Dalam perspektif politik, kehadiran Gozali dan kawan-kawan pada rapat Bamus memiliki arti yang sangat dalam disebabkan pihak pemohon dalam gugatan jilid dua di MK adalah sang petahana: Dahlan Hasan Nasution, yang juga atasan mereka.
Jika ditelisik mengenai kehadiran mereka pada rapat Bamus, ada beberapa kemungkinan. Misalnya: ingin cari “aman” setelah mempelajari kemungkinan hasil gugatan jilid dua; ikuti prosedur supaya tidak disalahkan; tidak disetujui bupati atau “melawan” atasan; atau melihat arus keinginan masyarakat pasca PSU.
Itu menurut saya. Apapun alasannya, biarlah Pak Gopul (Gozali Pulungan) yang tahu. Yang jelas, menurut “kaca mata” saya, gugatan jilid dua yang diajukan paslon Dahwin melalui MK hanya didukung kroni petahana.
Kalau masyarakat ditanya mengenai langkah sang petahana melakukan gugatan pasca PSU, umumnya mereka mengaku muak.
Karena itu, gugatan jilid dua justru menimbulkan antipati terhadap petahana yang seolah belum siap meninggalkan jabatannya. Bukankah, setiap masa ada pemimpinnya dan setiap pemimpin ada masanya.
Jangan kita biarkan masyarakat diliputi rasa jenuh menyaksikan “pentas” demokrasi Pilkada Madina 2020 yang tak kunjung bertepi hanya karena ambisius atau ketakutan berlebihan pihak-pihak tertentu…
Akhiruddin Matondang