GURU mestinya bisa digugu dan ditiru. Landasan falsafah di balik slogan ini adalah sosok seorang tenaga pendidik semestinya dapat dipercaya dan ditiru dalam kehidupan sehari-hari.
Namun, hal ini tak berlaku bagi Rosita Batubara. Meskipun seorang guru yang secara umur sudah mendekati pensiun, tapi ucapannya tak bisa dipercaya. Janji baginya hanya hiasan bibir. Terkesan, dia banyak terlilit masalah dengan berbagai pihak.
Rosita seperti tak punya hati. Ceritanya, sebelum pandemi covid lalu, tepatnya: 2 September 2019, Rosita membeli seragam sekolah untuk TK Satu Atap, Desa Mompang Jae, Kecamatan Panyabungan Utara, Mandailing Natal (Madina), Sumut di Toko Narisya yang beralamat di Pasar Lama, Panyabungan, Madina.
Saat itu nilai belanjanya Rp13.620.000,-, dengan DP (down payment) Rp1.500.000. Pelunasan dijanjikan secepatnya, pasca wali murid melakukan pembayaran terhadap seragam anak-anak mereka.
Setelah membawa pakaian seragam TK itu, Rosita tidak pernah datang lagi ke Toko Narisya. Baru pada, 15 April 2020, dia melakukan pembayaran Rp500.000,- itu pun karena beberapa kali ditagih melalui telepon. Dengan demikian, sisa utangnya menjadi Rp11.620.000,-.
Sekitar empat bulan kemudian, yakni: 15 Agustus 2020, Rosita membayar lagi Rp4.000.000,-. Ini juga lantaran terus ditagih melalui telepon. Setiap ditelepon atau di WhatsApp, hp-nya sering tidak aktif. Kalau pun diangkat atau WhatsApp dijawab, dia hanya mengumbar janji.
Usai Rosita membayar Rp4.000.000,- pihak Narisya kehilangan jejak karena ia tak lagi tugas di TK Satu Atap Mompang Jae, tetapi pindah ke TK Satu Atap Sipaga-paga, Panyabungan.
Rosita tidak memberi tahu pihak Toko Narisya kalau dia pindah dari Mompang Jae. Toko yang menjual batik Mandailing dan seragam sekolah ini baru tahu dia tugas di TK Satu Atap Sipaga-paga setelah tanya sana sini.
Sudah tak terkira berapa kali pegawai Narisya melakukan penagihan ke sekolah maupun ke rumahnya, di Gg. Sawo Matang, Jalan H. Adam Malik, Sipolu-polu, Panyabungan, namun selalu gagal. Kalau pun bertemu, Rosita atau suaminya hanya mengumbar janji.
Dari puluhan kali pegawai Narisya ke rumahnya, lebih banyak tidak bertemu. Rumah kontrakan tersebut sering terkunci. Sejumlah tetangga menyebutkan, entah dalam rangka apa ada saja orang yang datang mencari dia ke rumah itu.
Sekarang, sejak sekitar tiga bulan terakhir dia pindah ke salah satu rumah kontrakan di Banjar Telkom, Jalan Bukit Barisan, Kayujati, Panyabungan. Ia pindah tanpa memberi tahu tetangga, termasuk Narisya.
Pegawai Narisya sempat beberapa kali ke rumah Gg. Sawo Matang, namun informasi dari tetangga dia pindah tanpa memberi tahu sehingga mereka tidak tahu alamat baru guru tersebut.
Belakangan secara kebetulan pihak Narisya tahu Rosita mengontrak di Banjar Telkom. Suatu saat dia terlihat ada di Pasar Lama Panyabungan. Secara diam-diam diikuti, sampai ia tiba di suatu rumah kontrakan.
Awalnya Rosita kaget Narisya tahu tempat tinggalnya yang baru. Namun, meskipun sudah berkali-kali dilakukan penagihan ke rumah itu, dia tetap tidak punya niat membayar utangnya.
Sama ketika masih di Sipolu-polu, sang suami, selalu mengaku istrinya tidak di rumah. Macam-macamlah, sedang ke Sayur Matinggi, Nagajuang, atau tempat lainnya. Terkadang, suaminya mengaku tak tahu dimana Rosita berada.
Juga, mirip seperti saat masih di Sipolu-pulu, Rosita diduga jarang di rumah Banjar Telkom lantaran menghindar dari “kejaran” orang-orang yang ingin bertemu dengannya.
Sejak Rosita diketahui pindah ke TK Satu Atap Sipaga-paga, dia sudah menyatakan siap menyicil utangnya Rp200.000,- per bulan. Tatpi janji itu hanya di bibir. Tidak ditepati. Jika ditotal-total pembayaran dalam 1,5 tahun terakhir hanya sekitar Rp1.500.000.
Itu pun lantaran terus ditagih pegawai Narisya, baik di Sipaga-paga maupun ke rumahnya. Jika kira-kira, dalam 10 kali Rosita didatangi di rumah atau ke sekolahnya, hanya sekali bertemu. Itu pun dia tidak bayar, hanya memberi janji.
Pembayaran yang dilakukan Rosita pun, bukan lantaran kesadaran sendiri, tapi biasanya dibumbui omelan dan terkesan sangat tidak ikhlas.
Terakhir, sekitar akhir Maret 2023 Rosita janji mau bayar lagi Rp200.000,- seminggu kemudian. Berarti mestinya ia bayar sekitar awal April 2023. Nyatanya nihil. Sejak 7 April 2023—sesuai janjinya bayar setiap tanggal 7—dia tidak pernah ada di rumah. Padahal tanggal 7, 8, 9, 10, dan 11 pegawai Narisya coba menemuinya di rumah Banjar Telkom.
Berdasarkan catatan Toko Narisya, utang Rosita yang belum dibayar adalah Rp6.020.000,-
Wartawan Beritahuta sudah coba mengonfirmasi masalah ini kepada Rosita pada, Selasa (11-4-2023) petang, namun sampai batas waktu yang ditentukan dia tidak memberikan tanggapan. Malah pada Selasa malam ia sengaja menemui seorang wartawan media lain agar persoalan ini tidak diberitakan.
“Silakanlah Bu Rosita bisa mengelabui kami, tapi ingat bu, utang tetap harus dibayar. Jika dihitung bensin mencari ibu, kami sudah rugi banyak. Bukan maah untung, tapi buntung oleh ulah ibu,” kata Masniari, owner Toko Narisya.
Dia mengingatkan Rosita supaya ingat umur. “Kami masih menunggu itikad baiknya. Jika tetap tidak mau bayar, tentu terserah. Semoga pintu hati ibu dibukakan.”(*)
Editor: Akhir Matondang