BERBAGI
Inilah bangunan Trading yang terbakar beberapa hari lalu

BERITAHUta.com—Bangunannya tampak sederhana. Terbuat dari papan dan kayu berkelas. Saking bagusnya, tak seekor pun rayap menjamah serta menggerogoti bangunan tua itu. Ia tetap berdiri kokoh, meskipun termakan masa.

Rabu petang (28/11-2019), sekitar 18.45, musibah menerpa. Tiba-tiba masyarakat di Pasar Lama, Kecamatan Panyabungan, Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Sumut dan sekitarnya dikagetkan gumpalan asap yang menjulang. Sejurus kemudian dari atap sebuah rumah terlihat kobaran api kian menjulang.

Warga belum sempat berbuat apa-apa, api makin mengganas. Kondisi bahan bangunan  yang sudah usang dimakan usia dan banyaknya barang-barang mudah terbakar membuat api cepat membesar.

Detik per detik api menjalar ke setiap penjuru arah. Teriakan histeris warga pun memecah keheningan ba’da magrib. Tak lama berselang, suara azan terdengar sahut-menyahut dari toa-toa masjid yang ada di seputaran Kota Panyabungan.

Sebuah foto kenangan di depan bangunan Trading

Mata warga pun tertuju ke bangunan tua semi permanen yang berada di tepi jalan raya Pasar Lama, tepatnya di timur Madina Square. Jilatan si jago merah cepat menyebar, meskipun sebenarnya tiupan angin nyaris tidak ada.

Perlahan goresan tangan bertuliskan “Anno 1953” yang berada di bagian depan atas bangunan pun terkena jilatan api. Dalam sekejap, “Anno 1953” remuk dan ambruk ke tanah.

Berselang sekitar satu setengah jam, rumah yang sekaligus dijadikan tempat usaha itu rata dengan tanah akibat dahsyatnya amuk api.

Tak ada yang tersisa. Bagi keluarga besar H. Munir Lubis (alm)– Hj. Ramlah Nasution (almh) serta H. Anwar Lubis (alm)—Hj. Aminah Pulungan (alm), bangunan itu tinggal kenangan. Di sini, banyak tergores kenangan hidup.

Dari rumah ini pula, lahir anak dan cucu berprofesi dokter. Yaitu: dr. Syamsuddin Lubis; dr. Fransiska Lubis; dan dr. Ramlah Ram Lubis.

Demikian halnya bagi mereka yang sempat berbelanja atau sesuatu keperluan dengan keluarga H. Munir dan H. Anwar pada era tempo doeloe, kini toko Trading juga tinggal kenangan.

BERITA TERKAIT  Kepala SMA Negeri 1 Panyabungan Sebut Sekolahnya Berprestasi: Juara 2 Lomba Puisi

Kokohnya bangunan itu menjadi bukti sejarah begitu persaudaraan H. Munir dan H. Anwar sungguh kekal.  Awalnya mereka musyawarah untuk membangun rumah besar secara bersama-sama. Setelah jadi dan siap dipergunakan, abang-adik itu sepakat membagi dua bangunan tersebut.

Putra sulung H. Munir adalah H. Kamaruddin, yang lebih dikenal dengan nama Cian. Jiwa usahawan juga begitu melepat dalam diri Cian. Dialah kali pertama yang membawa beca dayung ke Panyabungan sekitar tahun 1970-an.

Hingga bangunan terbakar, istri Cian menempati rumah peninggalan tersebut. Ayah dari Rofikoh tersebut meninggal sekitar 5 tahun lalu saat menunaikan ibadah haji di Mekah.

Menurut H. Khoiruddin Lubis, salah satu anak H. Munir Lubis, bangunan semi permanen seluas 20 X 60 meter itu mulai dibangun 1950 dan ditempati 1953. Bangunannya terbuat dari kayu-kayu berkualitas.

Pemilik pertama lahan tempat bangunan yaitu Malim Itom. Ia ayah dari H. Anwar dan H. Munir, yang pada masa itu tergolong saudagar terkenal.

Adalah Syamsuddin Lubis, anak H. Munir Lubis lainnya, yang setiap hari menjemur papan dan kayu untuk material bangunan rumah tersebut. “Kayunya tidak susut dan tidak dimakan rayap. Saat itu masih mudah dapat kayu berkelas,” kata Khoiruddin Lubis yang akrab disapa Sobek.

Sebelum diganti seng, atap rumah sempat pakai ijuk. Masyarakat sempat menyebut rumah itu “bagas tinggi” lantaran atapnya jauh lebih menjulang dibanding rumah-rumah lain pada masa itu.

H.Munir dan H. Anwar berperan membuat pasar Panyabungan—sekarag pasar lama– cepat berkembang. Ketika bangsa Indonesia baru merdeka, H. Anwar yang merupakan uwak dari Sobek sudah membuka usaha bermerek “Mandailing Trading Company”.

BERITA TERKAIT  DPRD Sumut Prihatin Lihat Kondisi Proyek Tanggul Penahan Banjir di Sungai Aek Pohon

Berawal dari merek toko “Mandailing Trading Company” membuat masyarakat mengenal keluarga H. Munir dan H. Anwar dengan sebutan Trading.

“Mandailing Trading Company” merupakan menyalur resmi produk Unilever dan penyalur rokok BAT (Brithis American Tobacco) untuk wilayah Mandailing. Barang Unilever antara lain, susu, susu kedelai, dan sabun.

Pada zaman Jepang, “Mandailing Trading Company“ juga menyalurkan kain cita untuk masyarakat Mandailing. Pada saat itu kain masih sulit didapat.

Banyak rakyat yang hanya memakai kain tangki yang terbuat dari kulit kayu. Mereka yang memakai kain tangki biasanya terkena gatal-gatal sebab di kain kayu hama tuma cepat berkembang. Hama tuma dapat membuat kulit gatal-gatal.

Di belakang rumah tersebut atau persis di tepi aek tolang, dulu ada gudang milik H. Munir. Gudang itu sejak 1960 disewa Nona, asal Tionghoa untuk tempat penampungan karet. Setelah kontraknya tidak diperpanjang, sekitar 1970 gudang dirubah jadi rumah.

Rumah bertangga yang persis di bibir aek tolang ini disewa pedagang sate padang terkenal pada masa itu, almarhum Jabir.

Pasca terbakarnya bangunan milik dua bersaudara tersebut, sekarang wajah asli kota Panyabungan nyaris punah. Bangunan-bangunan lama sebagian berubah menjadi toko dan ruko, sebagian lagi masih “wajah” lama, meskipun bagian depannya sudah dirombak sesusai kebutuhan berdagang.

Setidaknya bangunan wajah lama kota Panyabungan yang masih tersisa hingga saat ini adalah rumah makan Bahagia, rumah Wak Antang, dan rumah H. Abdul Hakim, yang persis di dekat jembatan aek tolang Banjarsibaguri, Kelurahan Panyabungan III.

Inilah sekadar catatan mengenai  sosok  H. Munir Lubis serta H. Anwar Lubis yang begitu menginspirasi.

Semoga keduanya beserta istri masing-masing mendapat tempat di sisi Allah Swt….

(akhiruddin matondang)

BERBAGI

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here