TIBA-tiba saja tempat ini ramai dikunjungi masyarakat. Sungguh mempesona memang. Apalagi melihat gemercik air yang jatuh dan mengalir di atas bebatuan warna putih.
Tak heran, banyak masyarakat menjadi penasaran dibuatnya apalagi setelah melihat foto-foto postingan mereka yang sudah ke tempat ini di laman facebook, atau media sosial lainnya. Wah kian membuat penasaran.
Itulah obyek wisata Aek Batu Bontar. Secara harfiah, aek artinya air, batu: batu, dan bontar: putih. Jadi bisa diartikan, air yang mengalir di bebatuan warna putih.
Obyek wisata yang berada Kelurahan Gunung Baringin, Kecamatan Panyabungan Timur, Mandailing Natal (Madina), Sumut ini dikelola para pemuda setempat yang tergabung dalam Persatuan Naposo dan Nauli Bulung (PNNB).
Ketua Umum PNNB Gunung Baringin H. Sahminan Rangkuti merasa bersyukur pemuda setempat bisa mengelola potensi wisata sehingga keberadannya dapat membantu ekonomi warga.
Pengunjung yang masuk kawasan Aek Batu Bontar membayar tiket Rp5 ribu per orang. Di lokasi obyek wisata, banyak warga Gunung Baringin membuat pondok-pondok dengan menjual aneka makanan khas daerah, seperti gado-gado, pecal, mi goreng, mi instan rebus, soto, gorengan dan lainnya. Harganya relatif murah.
Sedangkan para pemuda antara lain menawarkan jasa ojek dan parkir.
Keberadaan obyek wisata Aek Batu Bontar tergolong masih baru, sekitar delapan bulan. Meskipun transportasi menuju lokasi harus pakai sepeda motor atau orang Madina biasanya menyebut kreta, tapi destinasi ini selalu ramai dikunjungi wisatawan lokal.
Salah satu keunggulan Aek Batu Bontar adalah keindahan gemercik air yang mengalir dari atas Tor (gunung-red) Sihite melewati teras-teras batu kapur. Ketika kita berada di areal seluas sekitar satu hektare itu, terasa sejuk. Sesekali terdengar kicauan burung.
Potensi wisata ini cepat dikenal masyarakat, disebabkan pemandangan keindahan air yang mengalir di atas batu kapur begitu indah. Lihatlah, setiap pengunjung pasti sibuk foto dan selfy menggunakan kamera handphone.
Saat ini pihak pengelola, PNNB Gunung Baringin bersama seorang pemilik lahan bernama Iswardi Lubis, sudah membuat tiga tingkatan (teras). Setiap teras, terdapat tempat mandi. Airnya dingin, dan jernih.
Tempat mandi berupa kolam, ukurannya sekitar 5 X 5 meter. Kolam ini dibuat secara sederhana, yaitu menyusun karung berisi pasir agar air yang jatuh dari atas gunung tidak langsung mengalir ke bawah.
Kolam buatan di sisi tebing inilah dijadikan tempat mandi. Tinggi air di kolam sekitar 1,3 meter. Mereka yang mandi di kolam juga bisa menikmati “terapi” dengan menaruh badan di jatuhan air dari atas. Pokoknya, pegal-pegal di punggung bisa hilang
“Air ini tak akan pernah berhenti mengalir, karena di atas ada lobang seperti gua sebagai sumber air,” kata Iswardi.
Di dalam setiap kolam buatan itu, ada ikan garing (jurung-red). Tapi ikan dan hewan lainnya yang ada di sana tak boleh diganggu, apalagi ditangkap agar tempat itu benar-benar alami dan mendukung tempa itu sebagai kawasan ekowisata.
Potensi pariwisata ini memang belum dikelola secara profesional. Untuk menuju lokasi, masih harus naik motor atau jasa ojek sejauh sekitar 400 meter. Ongkos ojek Rp5 ribu. Jaraknya sih tak begitu jauh, tapi medan dilalui cukup menantang.
Sebelum sampai di lokasi, wisatawan harus melewati jalan kecil dengan tikungan, tanjakan serta turunan yang membuat kita terkadang was-was. Beruntung jalan selebar sekitar 1,5 meter sudah dicor beton pakai anggaran PNPM, dan para sopir ojeknya sudah sangat mahir “bermain-main” di jalur tersebut.
Sebelum melewati jalan rabat beton, harus melalui rambin (jembatan gantung). Jika tidak bernyali mengendarai sepeda motor, tentu saja hal ini cukup menegangkan. Bahkan, sebagian wisatawan memilih menyeberang rambin dengan jalan kaki, baru naik ojek.
Aek Batu Bontar awalnya gugusan Tor Sihite. Rimbunan tanaman kayu, bercampur semak belukar. Dari atas, mengalir air melalui lereng batu cadas warna putih. Aliran air itu menuju sungai Aek Pohon.
Sebelum jatuh ke Aek Pohon, terdapat beberapa tempat genangan air. Arifin, pemuda setempat yang kuliah di Medan sering mencari ikan ke tempat tersebut.
Ia pun berinisiatif mengelola tempat itu menjadi lokasi wisata. Bersama PNNB, Arifin mulai menggarap tor (bukit-red) menjadi tempat wisata.
Setiap hari, setidaknya sekitar 100-200 wisatawan datang ke lokasi tersebut. Pada saat Idul Fitri lalu, pengunjung di Aek Batu Bontar cukup ramai. “Ini potensi wisata, mestinya dikelola secara profesional,” kata Antoni, warga Jalan Bermula Ujung, Hutasiantar, Panyabungan.
Jika anda penasaran terhadap Aek Batu Bontar, tak ada salahnya datang ke obyek wisata yang sedang ramai diminati masyarakat ini. (*)
Peliput: Tim/Editor: Akhir Matondang