Pengesahan LKPJ Bupati Alot, Ada “Dendam” di Gedung DPRD Madina?

BERBAGI

KALI pertama dalam sejarah di era anggota DPRD Kabupaten Mandailing, Sumut sekarang, pengesahan LKPJ (Laporan Keterangan Pertanggungjawaban) bupati Madina tentang APBD  2017 terkatung-katung.  Ada apa sebenarnya di gedung DPRD Madina?

Berbagai spekulasi masyarakat muncul.  Tudingan miring lebih banyak diarahkan terhadap kalangan dewan. Alasannya, sebagian di antara mereka terkesan tidak peduli menghadiri  undangan paripurna. Ini terlihat ketika agenda pengesahan terpaksa di skor beberapa kali karena rapat selalu tidak kourum.

Tentu saja  atas ketidakhadiran itu,  mereka masing-masing punya alasan dan argumentasi sendiri. Tetapi tanpa disadari, sebagian wakil rakyat sedang mempertontonkan panggung yang tak elok dihadapan masyarakat.

Persoalan ditundanya pengesahan LPKJ bupati ini kian menambah sorotan negatif terhadap kinerja  anggota DPRD Madina. Bukan lantaran belum disahkan LKPJ, tapi memang selama ini proses pembahasan yang dilakukan juga hanya sekadar formalitas.

Bisa dibayangkan begitu “super”  para  anggota legislatif. Mereka hanya perlu waktu tidak lebih dua hari membahas buku LKPJ yang begitu tebal, dengan anggaran sekitar Rp1, 58 triliun.

Tanpa bermaksud mengecilkan kemampuan dewan, sangat tidak logis membahas anggaran sebesar itu hanya dengan waktu sesingkat itu.

Seperti diketahui, harusnya paripurna pengesahan LKPJ bupati atas pelaksanaan APBD 2017 dilaksanakan Selasa (18/9-2018).  Karena sampai malam tak kourum, pengesahan dilanjutkan, Jumat ini (21/9).

Mengenal LKPJ

Apa sebenarnya LKPJ itu? Berdasarkan PP No. 3/2007, LKPJ adalah laporan berupa informasi penyelenggaraan pemerintahan daerah selama satu tahun anggaran atau akhir masa jabatan yang disampaikan kepala daerah kepada DPRD setempat.

Tujuannya, agar diketahui keberhasilan atau kegagalan seorang kepala daerah menjalankan tugas selama periode tertentu. Juga dalam rangka peningkatan efisiensi, efektivitas, produktivitas, dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan daerah melalui pengawasan legislatif.

Buku LKPJ  antara lain memuat arah kebijakan umum pemerintahan daerah, pengelolaan keuangan daerah secara makro termasuk pendapatan dan belanja daerah, penyelenggaraan urusan desentralisasi, penyelenggaraan tugas pembantuan, serta penyelenggaraan tugas umum pemerintahan

Jika LKPJ ditolak atau gagal tidak menimbulkan sanksi hukum apapun bagi bupati. Sesuai UU No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah, khususnya pasal 69 (1), kepala daerah wajib menyampaikan LKPJ, sebagai pertanggunjawaban atas penggunaan APBD yang sudah dilakukan pada tahun anggaran sebelumnya.

Secara yuridis tidak ada sanksi, kalaupun LKPJ tidak disampaikan. Memang perlu ada pertanggungjawaban dari pemerintah daerah, karena anggaran yang digunakan merupakan uang rakyat, dan juga atas persetujuan DPRD. Hanya sekadar tanggung jawab moral pemerintah kepada rakyat.

Namun jika tidak dibahas secara detail, dewan tidak tahu apa isi buku LKPJ. Sehingga legislatif sulit membuat rekomendasi perbaikan penyelenggaraan pemerintahan daerah untuk tahun anggaran selanjutnya.

Sesuai pasal 69 UU No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah, LKPJ wajib disampaikan bupati setelah tahun anggaran berakhir. Pada pasal 71 dijelaskan batas akhir penyampaian LKPJ paling lambat tiga bulan setelah tahun anggaran berakhir.

Setelah menerima LKPJ, tugas DPRD  adalah mendalami secara internal sesuai tatib. Pendalaman bisa membentuk panitia khusus atau panitia kerja. Outputnya, lahirlah rekomendasi berupa catatan-catatan strategis yang berisikan saran, masukan atau koreksi terhadap penyelenggaraan urusan desentralisasi, tugas pembantuan dan tugas umum pemerintahan.

Banyak hal yang harus dilakukan dewan untuk mendapatkan saran,  masukan, atau koreksi dari LKPJ bupati, Misalnya,  apakah urusan dan bidang-bidang yang dilaporkan sesuai PP No. 38/2007 atau perda yang mengatur tentang urusan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah.

Sistematika yang disampaikan untuk materi penyelenggaraan urusan desentralisasi dalam LKPJ adalah 1) Program dan kegiatan; 2) Realisasi pelaksanaan program dan kegiatan; dan 3) Permasalahan dan solusi, terhadap urusan wajib dan urusan pilihan yang dilaksanakan.

Apabila dalam LKPJ urutannya tidak sesuai, misalnya, kesehatan, penataan ruang, lalu pendidikan, atau tidak sesuai PP No. 3/ 2007, harus dikoreksi. Koreksi adalah bagian rekomendasi.

Untuk menilai program dan kegiatan yang dilaksanakan, perhatikan RKPD atau APBD bersangkutan. Jika ada program yang dilaksanakan, tapi tidak dilaporkan harus menjadi koreksi.

Demikian pula realisasi program dan kegiatan, perhatikan prosentase capaian. Jika kurang 90 persen, berarti ada masalah serius hingga realisasi tidak maksimal.

Jika menurut logika dewan permasalahan dan solusi yang disampaikan sudah relevan dengan realiasi program dan kegiatan, dewan dapat apresiasi agar konsisten ditindaklanjuti. Demikian sebaliknya.

Seluruh urusan dan bidang yang dilaporkan, sebaiknya ditelaah, dikaji lebih kritis dengan melihat bagaimana realisasi program dan kegiatan tersebut.

Itulah sekilas mengenai LKPJ. Apakah LKPJ penting, tentu sangat penting karena ini menyangkut uang rakyat. Secara umum, bupati menyampaikan LKPJ kepada dewan sebagai bentuk tanggung jawab moral, meskipun secara yuridis tidak mengikat.

Sebagai tanggung jawab moral terhadap masyarakat, dewan mestinya harus mempelajari LKPJ secara cermat dari berbagai aspek. Jika perlu turun ke lapangan melihat langsung pekerjaan fisik yang ada dalam LKPJ.

Jika mengikuti alur yang semestinya, tidak mungkin proses pembahasan hanya dalam hitungan hari, apalagi hitungan jam. Kecuali hanya sekadar formalitas.

Sebagai catatan akhir, sudah tidak membas LKPJ secara detail, dewan masih “ogah” mensahkannya. Inikan sama saja para wakil rakyat di kabupaten “Negeri Beradat Taat Beribadat” ini  ingin membuka aib sendiri.

Dalam kaitan ini ada dua hal yang sudah dipertontonkan dewan. Pertama, sudah memberi ruang kepada publik untuk mengkritisasi soal proses pembahasan yang sangat tidak logis.

Kedua, ternyata proses pembentukan kelembagaan pada awal duduk di gedung dewan masih menyimpan dendam. Hal ini terlihat masih adanya kubu-kubuan di gedung dewan.

Dendam itu kembali meletup dalam proses pergantian ketua dewan yang terjadi baru-baru ini.  Janganlah hanya untuk kepentingan kelompok, lalu dendam “membara “  tidak bisa dipadamkan.

Ingat, pemilu sudah di depan mata…

(Akhiruddin Matondang)

BERBAGI

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here