BERBAGI
LESU--Abdul Hamid dan Dollar Hafriyanto tampak lesu melihat monitor proyektor ketika Amwal menjelaskan simulai perhitungan nilai SKTT pada RDP di DPRD Madina, Kamis (28/12/2023)

PANYABUNGAN, BERITAHUta.com—Kebijakan Pemkab Mandailing Natal (Madina), Sumut melaksanakan penilaian SKTT ((Seleksi Kompetensi Teknis Tambahan) dalam proses seleksi penerimaan KPPP (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) di daerah ini dinilai hanya modus agar panitia bisa meluluskan atau tidak meluluskan seorang peserta sesuai yang diinginkan.

Demikian kesimpulan pada rapat dengar pendapat (RDP)  anggota dewan lintas Komisi I dan IV DPRD Madina dengan OPD (organisasi perangkat daerah) terkait. Kegiatan ini berlangsung di gedung DPRD setempat, Kamis (28/12/2023).

OPD terkait pelaksanaan seleksi masuk PPPK tahun adalah BKPSDM (Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia), Dinas Pendidikan, dan Dinas Kesehatan.

“Tidak semua daerah di Indonesia melaksanakan penilaian SKTT karena dasar penilaian sangat subyektif. Tidak masuk akal,” kata Lely Artati, anggota DPRD Madina.

“SKTT hanya modus panitia agar bisa meluluskan yang dikehendaki. Lalu, tak meluluskan yang tak bayar sampai puluhan juta,” teriak seorang ibu, peserta seleksi penerimaan PPPK, usai ruang paripurna dewan bergemuruh sebagai aplaus setelah Lely Artati menyampaikan suatu pendapatnya.

Ungkapan Lely Artati  bawah penilaian SKTT sangat subyetif benarnya. Kepala BKPSDM Abdul Hamid tak bisa menjelaskan secara rinci mengenai obyektifitas mereka dalam menilai peserta. Ini menguatkan dugaan, siapa yang bayar besar, itulah nilai SKTT-nya ditinggikan.

Hal ini makin terang benderang setelah Amwal, salah seorang peserta seleksi dari Kecamatan Ranto Baek, Madina menyampaikan simulasi cara perhitungan yang dilakukan BKPSDM dan Dinas Pendidikan sehingga ada peserta mendapat nilai SKTT tinggi dan ada rendah sesuai hasil pengumuman kelulusan.

BERITA TERKAIT  Aset SMPN 6 Siabu Terlantar, Kepala DInas Pendidikan Madina Diminta Mundur

Wajah Abdul Hamid dan Dollar Hafriyanto, kepala Dinas Pendidikan Madina, tampak agak pucat menyaksikan Amwal mempresentasikan simulasi perhitungannya melalui layar proyektor LCD.

Dalam simulasi itu tampak jelas bagi peserta yang tak lulus sengaja dibuat panitia nilai rendah dari 10 komponen penilaian SKTT. Mereka yang mendapat nilai SKTT: 15, misalnya, panitia memberi masing-masing  nilai satu dari 10 komponen tersebut.

Sedangkan bagi mereka yang dinyatakan lulus penerimaan KPPP—diduga karena membayar besar atau titipan pihak-pihak tertentu—diberikan nilai besar, bahkan ada yang mendapat masing-masing nilai sembilan dari 10 poin komponen. Itulah sebabnya, banyak peserta yang lulus PPPK memperoleh nilai SKTT sampai 134. Sementara yang tak lulus, hanya mendapat nilai SKTT di bawah 20.

Uniknya mereka yang dapat nilai sempurna itu, kata para peserta, baru menjadi guru honorer hitungan bulan atau belum sampai dua tahun. “Saya bisa tunjukkan orangnya. Saya tahu juga kualitasnya,” kata Syaripuddin, guru di Kecamatan Natal, Madina.

Sekadar mengingatkan ke-10 komponen penilaian dengan bobot nilai paling rendah satu dan paling tinggi sembilan, yakni: kematangan moral dan spritual; kematangan emosional; keteladanan; Komunikasi, kreaktifan dalam organisasi profesi; kedisiplinan, tanggung jawab; perilaku inklusif; kepedulian terhadap perundangan; serta kerja sama dan kolabarasi.

BERITA TERKAIT  Mandailing Natal Deklarasikan Gus Muhaimin sebagai Calon Presiden 2024

“Saya tidak punya kapasitas mengomentari simulai tersebut,” ujar Abdul Hamid setelah diminta Erwin Efendi Lubis, ketua dewan, menjelaskan kebenaran simulasi perhitungan nilai SKTT yang dilakukan Amwal.

Sebelumnya, kepada wartawan kepala BKPSDM sudah mengakui dialah yang memberikan nilai SKTT terhadap peserta berdasarkan deskripsi yang dikirim peserta ke pusat.

Dari simulasi yang disampaikan Amwal, terlihat jelas panitia tidak fair. Itulah sebabnya kuat dugaan pelaksanaan seleksi masuk PPPK ini dijadikan ajang untuk meraup uang sampai puluhan miliar.

“Penilaian SKTT sangat sarat kepentingan. Sarat maksud-maksud tertentu, dan dari informasi yang kami dapatkan dari peserta yang tak lulus, hal ini tidak terbantahkan,” kata H. Nis’at Sidik Nasution, anggota DPRD Madina, usai RDP.

Saat berlangsung RDP, Lely Artati tegas menyebutkan mestinya pemkab melaksanakan penilaian SKTT bertujuan membantu meluluskan guru honorer yang sudah lama mengabdi.

Dollar Hafrianto sendiri selama berlangsung RDP hanya sekali bicara, itu pun tak lebih lima menit dan narasi yang disampaikan ‘kosong’  alias hambar. Tak matching dengan persoalan yang dipertanyakan para guru honorer  yang mengaku korban kesewenang-wenangan panitia .

Selebihnya, Dollar Hafriyanto lebih banyak termenung, melamun, dan menyandarkan bahunya ke sandaran kursi.  (*)

 

BERBAGI