PANYABUNGAN, BERITAHUta.com—Ketua Dewan Penasehat DPC Peradi Padangsidimpuan, Sumut Ridwan Rangkuti menyebutkan IUP (Izin Usaha Perkebunan) perkebunan sawit dapat dicabut jika tiga tahun setelah PP Nomor 26 Tahun 2021 terbit, pihak perusahaan belum juga menyerahkan kebun plasma terhadap warga yang berhak.
Bahkan jika aturan itu dilanggar, bukan hanya IUP, Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan juga dapat dicabut demi hukum sesuai pasal 12 dan pasal 26 PP Nomor 26 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Pertanian.
Menurut Ridwan Rangkuti, sejak dulu sampai sekarang perusahaan perkebunan sawit wajib membangun kebun plasma seluas 20 persen dari luas lahan yang berasal dari tanah negara. Ketentuan ini juga berlaku jika lahan berasal dari pembebasan milik negara, ulayat desa atau milik masyarakat.
“Kewajiban tersebut diatur dalam berbagai peraturan perundangan. Sangat jelas, sehingga tak ada alasan enggak memberikan plasma 20 persen jika asal lahan perkebunan seperti ketentuan di atas,” katanya kepada Beritahuta, Selasa (21-3-2023) malam.
Aturan itu ada dalam UU Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura, UU Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, UU Nomor 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan.
Selanjutnya, UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, terakhir Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Pertanian sebagai Peraturan Pelaksana Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Kementerian Pertanian RI sudah mengeluarkan peraturan teknis sesuai Permentan Nomor 18 Tahun 2021 tentang Fasilitasi Pembangunan Kebun Masyarakat Sekitar.
Ridwan Rangkuti menjelaskan, sesuai pragraf 6 tentang penetapan calon pekebun atau calon lahan, pada pasal 23 hingga 26 Permentan Nomor 18 Tahun 2021 diatur mengenai identifikasi calon anggota plasma dan lahan.
Jika calon anggota plasma sudah terindentifikasi, apabila lahannya berada dalam satu wilayah kabupaten/kota maka bupati/walikota menetapkan anggota plasma. Kalau lahannya berada dalam lintas beberapa kabupaten/kota maka, gubernur berwenang menetapkan calon anggota plasmanya.
Terkait kasus sengketa plasma di Mandailing Natal (Madina), Sumut seperti kebun plasma PT. Rendi Permata Raya (RPR), PTPN IV dan perusahaan perkebunan lainnya, semestinya langkah awal yang perlu dilakukan pemkab setempat adalah mengindentifikasi anggota plasma.
Yakni, memastikan anggota plasma benar warga Madina yang berdomisili di wilayah kerja perusahaan. Lalu, bupati menerbitkan surat keputusan (SK) tentang anggota plasma dan menyerahkannya kepada perusahaan perkebunan kelapa sawit.
“Kepala daerah mengingatkan perusahaan perkebunan kelapa sawit paling lambat tahun 2024 lahan kebun plasma masyarakat sudah harus diserahkan. Jika tidak maka bupati atau gubernur akan merekomendasikan pencabutan IUP atau HGU perusahaan itu,” kata Ridwan Rangkuti.
Editor: Akhir Matondang