PANYABUNGAN, BERITAHUta.com—Polisi mestinya merespon harapan masyarakat agar kasus dugaan keracunan H2S (Hidrogen Sulfida) di wilayah kerja panas bumi (WKP) PT SMGP diproses secara transparan dan profesional. Dengan demikian, mereka “berani” menetapkan tersangka.
Pernyataan itu disebutkan AS Imran Khaitamy Daulay, tokoh masyarakat Mandailing Natal (Madina), Sumut pada Webinar tentang PT SMGP (Sorik Marapi Geothermal Power) Dilematis Antara Investasi dan Keselamatan bertema “Bagaimana Jaminan Keselamatan Masyarakat.”
Selain Imran Khaitamy, turut sebagai pembicara pada Webinar kedua yang diselenggarakan Madina Care pada, Minggu (16/10-2022), ini yakni: AKP Edi Sukamto (kepala Satreskrim Polres Madina), Rahmat (KontraS Sumut), dan Septian Putra (WALHI Sumut).
Imran Khaitami mengatakan hati masyarakat bakal terobati jika aparat penegak hukum secara cepat merespon harapan masyarakat, yaitu menetapkan tersangka.
“Kalau bahasa masyarakat umum, masa sudah sampai ratusan korban dilarikan ke rumah sakit. Sudah ada yang meninggal dunia, tetapi tidak muncul juga tersangka atas insiden di PT SMGP,” ujar mantan ketua DPRD Madina ini.
Sesuai laporan CNN Indonesia, kata dia, insiden SMGP telah banyak menelan korban, baik meninggal atau dilarikan ke rumah sakit akibat dugaan terpapar gas H2S (Hidrogen Sulfida). Seharusnya perusahaan sekaliber PT SMGP tidak latah dalam penanganan keamanan lingkungan dan keselamatan masyarakat.
Bagi polisi, kata Imran Khaitamy, ada dasar yang bisa dipakai untuk menjadikan kasus dugaan insiden keracunan di PT SMGP masuk pada pelanggaran pidana, yaitu pasal 1 angka 4 KUHAP dan pasal 94 ayat (1) UU PPLH.
“Selain itu, kita juga sangat mengharapkan sikap yang lebih tegas dari pemerintah, baik pusat, provinsi maupun kabupaten,” katanya.
AKP Edi Sukamto menegaskan rangkaian insiden yang terjadi di wilayah kerja panas bumi (WKP) PT SMGP sudah masuk kualifikasi pidana dan sudah dilimpahkan ke Poda Sumut.
“Saya garis bawahi perkara tersebut masih dalam penyelidikan karena butuh proses. Karena ini juga harus dimintai keterangan SMGP, pihak lingkungan hidup dan instansi yang lain,” katanya.
Polres Madina, kata Edi Sukamto, sudah memeriksa sejumlah saksi dan juga cek tempat kejadian perkara (TKP). Saat itu tim Polda Sumut juga melakukan pemeriksaan-pemeriksaan dan sampai sekarang masih penyelidikan,” ujarnya.
Rahmat mengatakan meskipun pengelolaan panas bumi di Kecamatan Puncak Sorik Marapi (PSM), Madina multinasional tetapi pola kerja mereka belum sesuai standar prinsip-prinsip hak azasi manusia (HAM).
Padahal sebagai perusahaan multinasional gudline antara bisnis dan HAM merupakan hal utama.
Dengan banyaknya insiden menimbulkan korban, PT SMGP diduga tidak menegakkan prinsip bisnis dan HAM. “Ini lantaran tidak ada tekanan pemerintah agar mereka menegakkan prinsip HAM dan bisnis,” katanya.
“Memang dari awal kehadiran proyek panas bumi ini sudah ditolak sebagian masyarakat. Dalam catatan kami ada beberapa sektor terkena dampak, seperti pertanian, lingkungan, budaya, dan deforestasi,” kata Putra Septian dari WALHI Sumut.
Menurutnya, aktivitas PT SMGP bisa dikategorikan dalam tindakan extra ordinary crime. Artinya kegiatan merupakan kasus kejahatan lingkungan yang terstruktur dan sistematis.
Dalam catatan WALHI Sumut, PT SMGP dapat izin WKP dari Kementerian ESDM seluas 62.1200 hektare. Areal itu tersebar di Madina. “Namun baru sebagian kecil saja aktivitas yang dikelola, sudah menyebabkan banyak dampak. Apalagi aktivitas yang lebih besar lagi,” tegasnya.(*)
Editor: Akhir Matondang