BERBAGI

JIKA kita membaca riwayat hidup keilmuannya  terasa sudah begitu komplit. Puncak karir seorang akademisi, yaitu jabatan rektor telah diraih. Sebagai penulis buku, penulis aneka artikel di  sejumlah media cetak, dan pembicara di berbagai seminar di tanah air sudah tak terhingga.

Pun jabatan guru besar di sejumlah perguruan tinggi sudah dirasakan. Lengkap sudah. Bahkan, jadi kepala SMA Plus pun sudah dilakoni. Ia adalah Prof. Ir. H. Zulkarnain Lubis, M.S., Ph.D,.

Lelaki low profil ini memang terkenal supel. Ulet, dan pantang menyerah dalam menggapai angan dan cita-cita.  Tak ada batas waktu dalam menimba ilmu.

Menurut suami Dra. Yeni Riorita Siregar, Spsi., yang dipersuntingnya 22 Maret 1986,  ketika seseorang menjatuhkan pilihan menekuni dosen, konsekuensinya dia harus terus belajar,  baik formal maupun non formal,sebab ilmu pengetahuan terus berkembang.

“Belajar dari guru secara terus-menerus ibarat  minum air bersih, bening dan menyejukkan. Sementara berhenti belajar dari guru ibarat minum air selokan, kotor dan hitam,” ujar mantan pembantu rektor I Universitas Medan Area (UMA) Medan periode 1993-1997.

Seorang dosen, kata dia, harus terus menimba ilmu. Salah satu sumber pembelajaran adalah menempuh pendidikan lanjutan sampai jenjang tertinggi. Kalaupun ada gelar akademis di awal dan di akhir nama seseorang, itu konsekuensi dari belajar tersebut.

Menurut Zulkarnain, mestinya bukan gelar akademik yang dilihat dari seorang dosen,  tapi kapasitas, kapabilitas, dan kompetensi menjalankan fungsi sebagai pengajar, yaitu melaksanakan pengajaran, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat.

Gelar akademis yang banyak, kata “opung” dari Deffin Al Fariza Ghiffari Lubis, tak berarti apa-apa jika si pemilik tidak kreatif, tidak produktif, apalagi tak bermanfaat  bagi masyarakat.

“Saya tidak melihat gelar akademik sebagai prestasi. Juga tidak ingin membanggakan, apalagi mengharap dihargai masyarakat. Hal terpenting, sumbangan pemikiran dan karya sebagai implementasi intelektualitasnya,” kata lulusan magister statistik terapan IPB (1989)

Syarat  formal seorang dosen harus master, doktor dan punya gelar akademis tinggi sampai profesor, itu sebagai bentuk pengakuan terhadap keilmuan seseorang.

Berawal dari Siladang

Zulkarnain  Lubis lahir pada 7 Juli 1962 di Desa Hutarimbaru, Kecamatan Panyabungan Selatan, Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Sumut. Ia anak pertama 10 bersaudara dari  pasangan Bokar Lubis (alm) dan Hj. Syamsiah.

Sang ayah, Bokar Lubis, merupakan perintis pendidikan di Panyabungan. Ia guru dan kepala sekolah pada sekolah dasar (SD) pertama di Siladang/Aek Banir.

Selama 18 tahun bertugas di Siladang/Aek Banir, Bokar Lubis mampu menjadikan warga Siladang/Aek Banir  lepas dari buta huruf. Berkat pendidikan dan pengajarannya, warga di sana jadi melek angka sekaligus membuka daerah tersebut  dari “jeratan” isolasi.

Karena pada saat itu, sang ayah kerja di Siladang/Aek Banir, Zulkarnain pun memulai pendidikan di desa terpencil ini. Sewaktu kelas satu,ia tidak tergolong pintar, malah sering membuat ribut di kelas.

Meski begitu, tugas pelajar dari guru selalu lebih cepat selesai di banding kawan sekelas. Rupanya, uda (paman-red) yang tinggal di rumah mereka selalu mengajarinya dulu sebelum berangkat sekolah.

Kelebihan Zulkarnain ternyata diperhatikan para guru. Mereka pun mengusulkan supaya ia dinaikkan ke kelas dua, padahal kelas satu baru dijalani setengah tahun. Dengan demikian, tingkat SD hanya dilalui lima tahun.

Memulai kelas satu SMP di Panyabungan, Zulkarnain sedikit kerepotan. Ini tak lain karena Aek Banir tergolong desa terbelakang.  Kualitas pendidikan pun tentu tertinggal dibanding sekolah di seputaran Kota Panyabungan.

Alhasil nilai  yang didapat saat kelas satu biasa-biasa saja. Setelah kelas dua,  guru-guru serta kepala sekolah mulai memperhatikan kelebihan murid yang satu ini.

Meskipun tidak rangking satu, sejak kelas dua ia masuk kategori rangking terbaik. Memang sulit menggapai rangking satu, karena ia lemah pada bidang kesenian. Selain itu, bidang prakarya, serta beberapa mata pelajaran menghapal kurang disukai, seperti sejarah dan bahasa daerah.

Prestasi Zulkarnain melejit sejak di SMA Negeri 1 Panyabungan. Kala itu, ia selalu berprestasi. Yaitu, juara satu tiga kali, juara bersama satu kali dan juara tiga satu kali. Berbekal prestasi itu dia  diterima tanpa tes di Institut Pertanian Bogor (IPB).

Kegemaran  bidang matematika menjadi salah satu alasan memilih jurusan statistika di IPB. “Kunci sukses itu relatif. Saya merasa masih banyak yang jauh lebih baik dari saya. Kebetulan saja saya diterima di kampus nasional yang saya sendiri pun tidak membayangkan sebelumnya,  kata alumni jurusan statistik IPB (1984).

Menurut Zulkarnain, kampus IPB tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan bagi mahasiswa, tapi mengajarkan mind set, pola pikir dan menyiapkan mahasiswa agar  bisa beradaptasi ketika berada di dunia “real”.

“Kebetulan latar belakang saya bidang ilmu statistik, yang mendidik saya selalu berpikir sistematis. Mengambil keputusan berdasarkan data. Hal itu mungkin jadi salah satu modal dalam meniti karir dan kehidupan,” kata akademisi yang memilki prinsip berusaha melakukan terbaik dalam hal apapun.

“Baik bagi saya, belum tentu baik secara umum.  Mungkin yang terbaik kita lakukan, belum apa-apa dibanding orang lain,” tambahnya.

Yang terpenting, kata Zulkarnain, jangan berbuat asal-asalan. Asal jadi atau asal siap. Prinsipnya, rencanakan sesuatu secara baik, implementasikan dengan baik, dan tidak lupa berdoa.

Lalu, apa pun hasil yang didapat terima lapang dada. “Harus diyakini ada faktor ridho Allah SWT dalam menentukan hasil yang kita lakukan,” jelasnya.

Perjalanan Akademis

Zulkarnain memperoleh gelar sarjana statistik dari IPB (1984), dan pada tahun 1989 lulus magister statistik terapan dari perguruan tinggi yang sama.

Lalu melanjutkan pendidikan doktor bidang ekonomi pertanian dan ekonomi lingkungan hidup di Colorado State University, USA (1990 – 1992). Karena keluarga minta pulang membantu menyelamatkan UMA, akhirnya program doktor terbengkalai.

Akhirnya gelar PhD diselesaikan di Universiti Kebangsaan Malaysia (2007) yang dilalui di sela-sela menjabat rektor UMA.

Zulkarnain memulai karir bidang akademik di UMA sejak 1985 dan telah menduduki berbagai jabatan, antara lain ketua lembaga penelitian (1989-1990),  pembantu dekan bidang kemahasiswaan dan alumni fakultas pertanian (1990), dekan fakultas pertanian (1992-1993), pembantu rektor bidang akademik (1993-1997) dan rektor (1997-2005).

Selain aktif sebagai tenaga akademik, beliau juga pernah menjadi anggota Dewan Riset Daerah Sumut  periode (2004-2009) dan (2010-2014), serta pernah menjadi anggota tim khusus di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bapedalda) Sumut) pada 2008.

Sepanjang mengabdi sebagai tenaga akademik, ia telah mengajar berbagai mata kuliah yang berhubungan dengan statistik dan ekonomi, yaitu statistik, analisis kuantitatif, perancangan percobaan, ekonomi mikro, ekonomi pertanian, ekonomi manajerial, perekonomian Indonesia, dan metode penelitian.

Pada November 2013, Universiti Malaysia Perlis (UniMAP) telah mengangkatnya sebagai profesor kunjungan (visiting professor) di Pusat Pengajian Inovasi Perniagaan dan Teknousahawan (PPIPT).

Selama di UniMAP, Zulkarnain  mengajar mata kuliah ekonomi manajerial, statistik bisnis, dan metode penelitian serta aktif dalam berbagai proyek penelitian dan penulisan artikel ilmiah.

Selesai  tugas di UniMAP pada 1 November 2016, ia kembali meneruskan pengabdian di UMA dan diangkat jadi wakil Rektor Bidang Kerjasama.

Jabatan wakil Rektor Bidang Kerjasama di UMA dijabat satu tahun, kemudian sejak Juli 2018 lalu, ia  diperbantukan jadi wakil Rektor Institut Informatika dan Bisnis Darmajaya, Bandar Lampung, Provinsi Lampung disamping masih tetap sebagai guru besar di UMA.

Pada 2006 lalu, lelaki berkacamata ini sempat bertugas sebagai staf ahli bupati Madina  bidang pendidikan, kemudian Pebruari 2007 hingga Disember 2010, bupati mengangkat dia kepala SMA Plus Madina,  sekolah yang dirintis dan didirikan oleh Zulkarnain.

Selesai menjabat kepala SMA Plus Madina, ia diangkat  sebagai rektor Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) pada Februari 2011 hingga September 2013.

Sampai sekarang Zulkarnain aktif sebagai penulis bebas di berbagai media massa terbitan Medan. Tulisannya banyak mengupas isu pendidikan, ekonomi, sosial, politik, dan  moral  untuk pelbagai media massa di Medan.

Nama: Zulkarnain Lubis

Istri: Dra. Yeni Riorita Siregar, Spsi.

Anak:

  1. Andi Reza Syahputra Lubis, SE.
  2. Andre Hasudungan Lubis, STI., MSc.
  3. Irene Farah Lubis, S.Ikom.

Menantu:

  1. Ira Nila Kartika, SS.
  2. Cut Kharunnisa, SE.
  3. Iskandar Nasution, SE.

Cucu: Dheffin Al Fariza Ghiffari Lubis

(tim-01)

 

BERBAGI

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here