BERITAHUta.com—Setiap terjadi longsor atau pohon tumbang di jalinsum Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Sumatera Utara–Bukit Tinggi, Sumbar, sebagian warga memanfaatkannya sebagai ajang pungli. Tak tanggung-tanggung, mereka terkadang memaksa pengemudi bayar Rp20 ribu agar bisa lewat.
Sama halnya ketika di jalinsum itu terjadi longsor dan pohon tumbang pada Selasa malam (9/10). Warga memaksa sopir membayar Rp20 ribu pada setiap titik.
Jika pengemudi tidak memberi sesuai permintaan, mereka tidak segan-segan teriak dan mengerubuni sang sopir. Bahkan beberapa kali pengemudi sempat mereka keroyok akibat tidak memenuhi permintaan warga.
“Kami banyak, harus Rp20 ribu, “ ujar warga terhadap setiap pengemudi yang hendak lewat.
Para sopir travel dan angkutan penumpang umum selalu berusaha minta pengertian warga yang memaksa tersebut. Sebagian di antaranya memberi toleransi, tapi sebagian lagi tetap mewajibkan “ngemel” sesuai permintaan jika ingin lewat.
Para pengguna jalinsum Madina-Bukit Tinggi sebenarnya sudah lama mengeluhkan hal ini, namun mereka tidak tahu mengadu kemana. “Kami tidak mau ribut, sebab mereka menjalankan aksi di wilayah kampungnya,” kata Solih, warga Kotanopan.
Ketika terjadi longsor dan pohon tumbang di sekitar 15 titik pada Selasa malam (9/10), warga Desa Ranjo Batu, Kecamatan Muara Sipongi, Madina sudah menjalankan aksi sejak habis magrib.
Pohon yang tumbang sengaja tidak disingkirkan secara menyeluruh di pinggir jalan, tapi tetap dibiarkan di atas sebagian aspal jalan. Mereka buka jalan sedikit agar kendaraan bisa lewat, sehingga dapat menjalankan aksi.
Kalau setiap kendaraan yang lewat rata-rata wajib bayar Rp10 ribu di setiap titik, maka jika ada 15 titik, maka bisa diperkirkan “pundi-pundi” yang mereka dapatkan. Apalagi jumlah kendaraan yang lalu-lalang dari dua arah mencapai ratusan unit.
Pada Rabu siang kemarin (10/10), jumlah kendaraan yang menumpuk diperkirakan ratusan unit sebab arus lalu lintas di jalur itu sudah lumpuh sejak Selasa malam.
Ironisnya, sepanjang Selasa malam sampai Rabu pagi, tidak seorang pun tampak petugas terkait turut mengatasi longsor dan banjir. Pihak polisi pun tidak terlibat membantu memperlancar arus lalu lintas yang tersendat sejak malamnya.
“Ada kesan pembiaran.Seperti sudah diatur. Masing-masing warga membuat kelompok untuk menguasai titik tertentu,” kata seorang sopir travel. (tim-01)