BERBAGI
KIAN LAPUK--Konidisi rambin atau jembatan gantung di Desa Hutarimbaru, Kecamatan Kotanopan, Madina ini kian mengkhawatirkan seiring usianya yang tak muda lagi. Warga lima desa menaruh harapan pada kepemimpinan Sukhairi-Atika untuk dapat megganti rambin tersebut menjadi jembatan permanen. (foto: istimewa)

KONDISI rambin (jembatan gantung) Desa Hutarimbaru, Kecamatan Kotanopan, Mandailing Natal (Madina, Sumut semakin memprihatinkan. Sejak 1980-an, jembatan ini sudah berdiri. Wajar jika sekarang kondisinya lapuk dan keropos termakan usia. Bagi mereka yang tak biasa, berjalan di atasnya membuat jantung seakan hendak copot.

Jembatan gantung ini terkesan dibiarkan usang dimakan waktu. Padahal, ada lima warga desa yang “mengantungkan” transportasinya pada rambin tersebut. Kelima desa itu masuk wilayah Kecamatan Kotanopan, yaitu: Hutarimbaru SM, Aek Marian, SImandolam, Gunung Tua SM, dan Hutapadang.

Ahmad Yani Lubis, M.Ss.,, saat pulang ke Desa Hutarimbaru.

Sejak Madina lahir, 22 tahun silam, hingga sekarang rambin sepanjang sekitar 70 meter dan lebar 3,5 meter ini belum pernah diganti. Wajar kondisinya kian memburuk. Seperti disebutkan di atas, bagi mereka yang jarang melintas di atasnya, pasti ada rasa takut. Apalagi dengan “goyangan” yang seolah rambin hendak roboh.  Ini tentu tak berlaku bagi warga lima desa, sebab mereka sudah biasa “diayun” di atasnya.

Karena kondisinya yang tak mendukung, hanya kendaraan beca dan sepeda motor yang bisa melintas di atas rambin. Dulu, jembatan ini kerap dilalui mobil, sekarang tidak lagi.

Keberadaan rambin ini sangat vital bagi masyarakat lima desa, terutama dalam rangka mengangkut hasil pertanian dan perkebunan. “Biaya transportasi tinggi membuat hasil produk pertanian dan perkebunan kami rendah,” kata warga Simandolam.

Sejak rambin ini dibangun, kondisinya begitu-begitu saja. Beberapa kali kayu lantainya ditambal sulam pakai kayu menggunakan APBD Madina atau swadaya masyarakat, namun hanya bertahan sebentar. Rusak lagi, sega buse.

Lelah menunggu pembangunan jembatan permanen menggunakan APBD, perkumpulan perantau Desa Hutarimbaru se-Jabodetabek pernah membuat proposal permohonan pembangunan jembatan tersebut ke pemerintah pusat.

Diinisiasi Ahmad Yani Lubis, M.Sc., perantau asal Hutarimbaru, mereka memberikan proposal terhadap Kementerian Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (Kementerian PUPR) pada 7 Agustus 2017.

Ahmad Yani Lubis, yang merupakan alumni Wageningen University Netherland, mengatakan langkah tersebut sebagai upaya menjadikan rambin yang sudah termakan usia menjadi jembatan permanen menggunakan rangka baja.

Ini sebagai upaya, sebab, setiap  usulan yang disampaikan warga dan aparat lima desa melalui Musrenbang tingkat kecamatan, selalu kandas di tengah jalan.

Pemkab Madina juga telah membuat surat Nomor 600/2164/DPUPR/2019 tanggal 19 Juli 2019 kepada  Kementerian PUPR perihal permohonan pembangunan jembatan Hutarimbaru, namun usulan tersebut hingga kini belum ada respon.

Pada tahun 2020, Ahmad Yani Lubis sempat menanyakan hal tersebut terhadap salah seorang pejabat di Kementerian PUPR, namun disarankan membuat proposal usulan lagi.

Karena itu Ahmad Yani Lubis mengharapkan peran aktif Pemka Madina mengawal keinginan warga lima desa agar pembangunan jembatan rangka baja sebagai pengganti rambin bisa menjadi kenyatan.

Alumni SMA 2 Plus Sipirok dan Universiras Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, ini berharap pembangunan rambin Hutarimbaru menjadi salah satu prioritas pada kepemimpinan Sukhairi-Atika sebagai bupati dan wakil bupati Madina. (*)

Peliput: Tim/Editor: Akhir Matondang

 

 

BERBAGI

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here