Tulisan ini dimuat pada edisi perdana Koran Beritahuta, 24 Juli 2021
ADA seberkas harapan baru bagi Kabupaten Mandailing Natal (Madina) ketika Edy Rahmayadi, gubernur Sumatera Utara, melakukan kunjungan kerja di pertapakan Bandara Bukit Malintang pada akhir pekan lalu.
Kunjungan ini tak sekadar bukti kecintaan Edy Rahmayadi pada tanah leluhur Nawal Lubis, istri sang gubernur. Bukan juga sekadar menunaikan tugas sebagai kepala pemerintahan di Sumut. Rasanya, tidak.
Kehadiran Edy Rahmayadi di Madina mengandung nilai strategis. Bisa jadi sebagai titik awal bergulirnya mimpi-mimpi mantan ketua umum PSSI tersebut terhadap kemajuan Madina.
Apalagi beberapa hari sebelumnya, gubernur juga meninjau perkembangan jalan tembus Trans Palas-Madina, tepatnya Sibuhuan menuju Pagur,-Panyabungan Timur, Madina. Ditargetkan, tahun depan atau 2022, jalur tersebut sudah tembus.
Pada saat mengunjungi pertapakan Bandara Bukit Malintang, Edy Rahmayadi didampingi antara lain Wakil Ketua DPRD Sumut H. Harun Mustafa Nasution, Wakil Bupati Madina (saat itu) Ja’far Sukhairi Nasution, dan Kasubsi Keamanan Bandara Aek Godang Bili Akbar. Tampak juga, H. Khoiruddin Nasution, tokoh masyarakat Mandailing Julu.
“Kalau melihat progres kerja kalian, saya yakin 2023 ini dapat rampung, dan paling utama target dapat dikejar,” kata gubernur.
Kunjungan ke Trans Palas-Madina serta ke Bukit Malintang memaknai jika Edy Rahmayadi bakal mulai action dalam mendukung pembangunan Madina. Selama ini, diakui atau tidak, terkesan ia kurang memperhatikan proses pemerintahan dan pembangunan Madina. Seolah ada yang mengganjal dalam hatinya. Seingat saya, baru kali pertama gubernur meninjau lokasi bandara yang diprakarsai Amru Daulay, bupati pertama Madina.
Dalam suatu kesempatan kunjungan di Kotanopan beberapa waktu lalu, ia menyebutkan punya mimpi menjadikan Panyabungan Kota menjadi metropolitan kelas ibu kota kabupaten.
“Saya ada rencana menjadikan Panyabungan lebih bagus, metropolitan kelas kabupaten-lah. Bahkan sudah ada gambarnya, tapi nanti setelah ada bupati baru,” ujarnya kala itu.
Gubernur menjelaskan, orang Mandailing tak terpisahkan dari hatinya. Selain istri berasal dari Pagur, juga dari suara orang Mandailing merupakan penyokong terbesar kemenangan Edy Rahmayadi-Musa Rajeckshah pada Pilgub Sumut lalu.
Dengan kehadiran Ja’far Sukhairi—selaku wakil bupati– dalam rangkaian kunjungan gubernur di Madina akhir pekan lalu, semakin nyata terlihat gubernur sudah plong—dalam KBBI plong adalah: berasa lega; berasa bebas (dari beban pikiran dan sebagainya).
Bahkan, Edy Rahmayadi, Harun Mustafa, Ja’far Sukhairi, H.Khoir—sapaan akrab H. Khoiruddin Nasution, dan Mudir Pesantren Musthafawiya Purba Baru H. Mustafa Bakri Nasution sempat makan bareng di rumah pimpinan pesantren terbesar dan tertua di Sumut tersebut.
Sekali lagi kita berharap terpilihnya Ja’far Sukhairi-Atika Azmi Utammi sebagai bupati dan wakil bupati Madina menjadi titik awal perhatian Edy Rahmayadi pada pembangunan kabupaten paling selatan Sumut ini.
Bagaimana pun, kucuran dana pembangunan Madina bukan hanya diharapkan dari APBN, tetapi besar juga harapan kita selaku masyarakat Madina dari “semburan” APBD Provinsi Sumut.
Jika sudah plong, tak ada alasan lagi Edy Rahmayadi untuk tidak mewujudkan mimpinya seperti pernah diungkap di Kotanopan.
Jika selama ini terasa tidak nyaman berkoordinasi dengan “orang” Madina, sekarang tidak lagi. Jika selama ini datang ke Madina tidak mau ke rumah dinas bupati, sekarang saya kira sudah tak ada masalah lagi.
Dan, jika sudah plong, kami tentu saja menunggu percepatan pembangunan bandara yang dalam delapan tahun terakhir progresnya terkesan lambat. Sekali lagi sangat lambat, bahkan jauh meleset dari janji yang kerap diumbar. Demikian pula jalan tembus Sibuhan-Pagur, yang acap hanya sekadar “manis” di bibir saja.
Saya kira bukan hanya Pak Gubernur yang plong, masih banyak elemen masyarakat lain yang juga plong…(*)