BERBAGI
Inilah ikan mas di RM. Lopo Incor Laru, Kecamatan Tambangan, Madina yang didatangkan dari Rantau Parapat. Akankah "impor" bahan pangan ini akan terus terjadi, karena OPD terkait tak mampu mengelola potensi SDA dan SDM daerah. (Foto diambil, Senin, 31/12-2018)

BAGIAN: 2 (HABIS)

INI tulisan bagian kedua (terakhir) dari refleksi akhir tahun portal:Beritahuta.com tentang hal-hal menarik yang terjadi Kabupaten Mandailing sepanjang tahun 2018.  Pada catatan ini, kami mengulas antara lain potret politik pada pemilihan gubernur Sumut lalu, dan semarak dukung-mendukung jelang pemilu 2019.

Kita mulai dari bidang pertanian. Ini dianggap penting, sebab menyangkut hajat hidup orang banyak.

PERTANIAN 

Sebagai daerah yang memiliki air yang melimpah dan tanah subur, sungguh sangat naïf jika pertanian Madina kalah jika dibanding daerah lain yang hanya mengandalkan irigasi seadanya, bahkan belum tentu unggul dengan daerah lain yang mengandalkan pertanian tadah hujan (gadu).

Para penggiat pertanian di Madina menilai hingga saat ini kinerja instansi terkait dalam meningkatkan produktivitas hasil pertanian masih sangat kurang. Sebab itu, OPD (organisasi perangkat daerah) yang membidangi ini hendaknya lebih fokus agar kuantitas dan kualitas produksi lebih meningkat. Bahkan, bisa menjadi kekuatan daerah dalam membangun ekonomi masyarakat.

Ini bisa dilakukan antara lain jika alokasi anggaran pertanian dikelola secara transparan dan bertanggung jawab, tidak ada aroma fiktif seperti selama ini yang merebak di tengah masyarakat. Mestinya keseriusan mengelola bidang pertanian ini tak bisa ditawar-tawar, karena urgen dalam kehidupan masyarakat.

Suara-suara sumbang di bidang ini begitu nyaring terdengar. Bahkan, sejumlah elemen menyorot tajam tentang berbagai hal. Antara lain, bagaimana kita bisa swasembada beras jika lahan pertanian yang ada tidak dikelola secara maksimal. Luas areal pertanian terus berkurang, sementara pembukaan lahan nyaris tidak ada.

Bagaimana pasar Madina disesaki produk dari luar daerah, seperti wortel, kol, ikan mas, dan lainnya. Kita lihat balai benih ikan tawar tidak berfungsi sebagai pemasok benih, malah diduga dijadikan oknum aparatur dinas terkait sebagai tempat pembesaran.

Menurut pemilik RM.Lopo Incor Laru, selama ini pasokan ikan mas mereka dapatkan dari luar daerah, antara lain Rao (Sumbar), Pariaman (Sumbar), atau Rantau Parapat. Hal serupa terjadi di rumah makan lain, nyaris tidak ada ikan produk lokal. Pernahkah OPD terkait menghitung uang daerah ini yang “melayang” ke daerah lain setiap hari dari sektor pertanian serta perikanan.

Hal seperti ini sudah terjadi sejak lama, tanpa ada upaya membenahi. Perlu ada kesadaran membenahi sektor ini agar uang masyarakat yang melayang ke Rao, misalnya, paling tidak bisa diminimalisir.

PEMBANGUNAN

Dalam hal ini kita fokus pada pembangunan fisik. Kualitas pembangunan fisik di Madina masih jauh dari harapan. Terkesan asal-asalan. Tidak jarang suatu pekerjaan proyek fisik baru selesai, tapi sudah rusak.

Hal ini sering terjadi pada pembangunan jalan, talut, dan jembatan. Sebagai contoh, baru-baru ini ramai dibicarakan di media sosial tentang pembangunan pembatas jalan di Kecamatan Siabu yang baru selesai, tapi sudah rusak.

Hampir semua kondisi jalan kabupaten serta jalan kecamatan di Madina rusak parah. Bahkan jalan nasional pun berantakan. Jika pada musim hujan digenangi air, sementara pada saat kemarau debu menyesakkan nafas.

BERITA TERKAIT  Masih Adakah Suara Meriam Bambu di Kampungmu pada Ramadan Ini

Sebagian kondisi jalan sekarang dalam kategori kritis. Sebut saja jalan menuju Panyabungan Timur, tepatnya di kampung Sidaing. Jika tetap tidak ada penanganan serius dari OPD terkait, tak menutup kemungkinan jalan ini habis tergerus sungai. Dari bawah habis dikikis longsor, sementara dari atas tertutup material longsor.

Untuk mengatasi masalah ini antara lain dengan meningkatkan pengawasan instansi terkait, termasuk konsultan, pengawas, tim PHO (provisional hand over) dan FHO (final hand over), dan anggota dewan.

Rekanan yang tidak mengerjakan proyek secara profesional dan terkesan asal-asalan harus ada sanksi tegas, jika perlu mem-black-list perusahaan tersebut.

Intinya sepanjang tahun 2018 masih banyak terdengar persoalan rendahnya kualitas proyek fisik, baik jalan, bangunan sekolah, bangunan puskesmas, dan lainnya. Perlu dilakukan pembenahan mulai dari proses perencanaan, tender, pengerjaan, dan pengawasan.

Pada tahun 2018 pembangunan RSUD Panyabungan di kawasan perkantoran Payaloting mulai dikerjakan. Tentu kita memberi apresiasi terhadap bupati yang bersusah payah memperjuangkannya di pusat. Kita berharap pelaksanaan pekerjaan proyek miliaran itu dikerjakan secara profesional, dan jauh dari unsur KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme) sehingga kelak tidak ada pihak manapun yang terjerat oleh aparat penegak hukum.

Demikian juga dengan pembangunan pertapakan kawasan pendidikan di Kotanopan, kita juga patut mengapresiasi kinerja bupati yang rela siang-malam memonitor pelaksanaan pematangan lahannya.

Kita berharap apa yang dilakukan bupati di Kotanopan tidak bermasalah seperti yang terjadi pada proses pembangunan Tapian Siri-Siri Syariah (TSS) dan Taman Raja Batu (TRB) di Komplek Perkantoran Payaloting, Panyabungan.

POLITIK

Saat ini kita sedang berada dalam masa-masa tahun politik jelang pemilu 17 April 2019. Dukung mendukung di dunia “nyata” dan media sosial tak terelakkan, dan itu sah-sah saja pada era domokrasi sepanjang dilakukan dalam koridor hukum.

Jelang penghujung tahun 2018, masyarakat Madina dikejutkan dengan sepak-terjang bupati membawa sejumlah tokoh agama menemui presiden di Jakarta. Dapat diduga, kedatangan rombongan dari “Bumi Gordang Sambilan” itu tidak lepas dari sikap dukung-mendukung pada pilpres 2019.

Menurut berita yang beredar, bupati dan mereka yang menyebut diri ulama itu ingin mengundang Presiden Joko Widodo berkunjung ke Madina.

Ketika berita mengenai kunjungan bupati serta tokoh agama itu muncul di medsos, berbagai komentar muncul. Sebagian besar mengecam, tetapi ada juga yang menilai sebagai sesuatu yang wajar.

Bupati tentu punya alasan atas langkahnya melibatkan diri dalam pilpres 2019. Paling utama, bupati ingin kucuran dana pusat untuk pembangunan Madina lebih banyak lagi pada tahun-tahun mendatang dengan mengandalkan “persaudaraan” lewat perkawinan putri Jokowi dengan lelaki berdarah Nasution.

BERITA TERKAIT  Meritokrasi di Pemkab Madina, Baru Sebatas Bibir (Bagian: 1)

Menurut hemat kami, demi kemaslahatan dan menjaga iklim kondusif di daerah ini, sebaiknya kepala daerah, apalagi bupati Madina, sebaiknya tidak ikut-ikutan latah dalam konteks dukung-mendukung.

Belajar dari proses pilgub, diakui atau tidak, bupati memberi dukungan terhadap Djoss (Djarot Saiful Hidayat-Sihar Sitorus). Nyatanya, pasangan ini kalah dari Eramas (Edy Rahmayadi-Musa Rajekshah). Untunglah yang terpilih adalah figur yang sudah teruji, yang memiliki wawasan luas dan salah satu putra terbaik bangsa. Jika tidak, mungkin dendam itu lama bersemayam di hati pasangan calon terpilih, dan dampak politisnya dialami oleh masyarakat Madina.

Pada masa sekarang dukungan seorang bupati/gubernur tidaklah berpengaruh signifikan terhadap perolehan suara pasangan kepala daerah/capres yang didukung. Masyarakat sudah pintar menentukan pilihan. Masyarakat tidak mudah disetir untuk diarahkan mendukung calon A atau calon B, misalnya.

Kita bisa lihat prosentasi raihan pasangan Djoss di Madina, sangat jauh dari perolehan Eramas, padahal salah satu TS (tim suksesnya) seorang bupati. Mestinya hal ini menjadi pertimbangan bagi bupati.

Boleh saja seorang kepala daerah memberi dukungan politis karena calon presiden-wakil presiden itu didukung partai si kepala daerah, tetapi tidak membawa-bawa jabatan dan tidak melibatkan tokoh masyarakat. Tidak mengkotak-kotakkan tokoh-tokoh Madina, yang selama ini terjalin suasana kekeluargannya begitu kental.

Kalau yang didukung terpilih, mungkin aka ada “imbalan” untuk daerah. Sebaliknya, jika tidak terpilih, tentu rakyat ikut menanggung akibatnya.

Mestinya bupati dalam posisi tidak memberi dukungan kepada calon manapun. Lebih baik fokus melaksanakan tugasnya menjalankan amanah yang diberikan oleh masyarakat agar kelak ketika calon yang tidak didukung terpilih, Madina tidak tersandung.

Kalaupun nanti pasangan yang tidak didukung bupati terpilih, tentu konsekuensi politis dampaknya menjadi beban masyarakat Madina. Dan, tanpa didukung pun, toh jika yang terpilih Jokowi, apa yang harus kita takutkan. Bukankah ada baliho caleg salah satu partai yang menyebut, “mora nami”. Berarti Jokowi adalah keluarga Mandailing, tanpa didukung pun jika dia terpilih lagi, dengan sendirinya punya tanggung jawab moral membangun daerah ini.

Terakhir, penabalan marga Nasution untuk Ali Mochtar Ngabalin hendaknya menjadi pelajaran berharga jajaran penguasa di Madina. Penabalan marga ada mekanisme yang diatur oleh adat, ada mekanisme dan ada kepatutan yang harus dikaji melibatkan pihak-pihak terkait.

Jangan sampai ada kesan marga Mandailing “diobral” untuk kepentingan politis atau dikarenakan yang mendapat marga itu sedang berkuasa. Ini semua pengalaman berharga yang harus menjadi pelajaran untuk kita semua.

Demikian catatan dari kami. Mari kita masuki tahun 2019 dengan penuh optimisme bahwa Madina akan lebih baik pada tahun-tahun mendatang. Mari para pemimpin daerah ini tidak hanya suka “dijilat”, tetapi harus siap dikritisi demi kemajuan dan kesejahteraan daerah yang kita cintai ini, semoga.

(akhiruddin matondang)

 

BERBAGI

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here