BAGIAN 1 DARI 2 TULISAN
TAHUN 2018 segera berakhir, selanjutnya kita memasuki 2019. Banyak catatan peristiwa yang terjadi di Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Sumatera Utara sepanjang tahun 2018, baik masalah sosial, politik, ekonomi, lingkungan hidup, hukum dan sebagainya.
Tulisan refleksi akhir tahun 2018 yang dikemas portal: Beritahuta.com ini coba mengulas secara garis besar beberapa hal penting yang terjadi di Madina sepanjang 2018, dengan harapan bisa menjadi bahan masukan bagi instansi terkait, stakeholder, dan semua pihak yang peduli terhadap kabupaten ini.
SOSIAL
Peristiwa penting yang masih mengiang di telinga adalah rentetan musibah yang terjadi di daerah ini. Hampir sepanjang lima bulan, banjir bandang dan longsor silih berganti menerjang desa-desa hampir di semua kecamatan.
Paling memilukan terjadi di Desa Muara Saladi, Kecamatan Ulu Pungkut. Di sini, belasan pelajar madrasah meregang nyawa akibat terhempas derasnya air bah dari arah perbukitan. Pada saat bersamaan, rumah warga serta sarana pendidikan pun luluh-lantak. Harta benda tak terselamatkan.
Banjir bandang juga kerap menggenangi rumah-rumah warga di semua kecamatan di wilayah pantai barat. Bak seirama, jalur lalu lintas ke arah sana mulai dari Tanobato, Kecamatan Panyabungan Selatan, kerap dilanda longsor. Tak jarang arus transportasi ke pantai barat—demikian sebaliknya—putus akibat badan jalan tertutup tumpukan material tanah bercampur bebatuan.
Di wilayah utara Madina, banjir kerap terjadi di Kecamatan Nagajuang dan Siabu. Di daerah ini, tingginya debit air dari Sungai Batang Gadis bukan hanya meluap ke permukiman warga, tapi juga menggenangi persawahan sehingga sebagian mengalami kerusakan.
Di arah Kotanopan, jalinsum Desa Lumbanpasir amblas sepanjang sekitar 100 meter disebabkan tergerus Sungai Batang Gadis yang sedang meluap. Akibat kejadian ini, beberapa hari jalur transportasi Panyabungan-Bukit Tinggi sempat putus total.
Masih soal banjir bandang. Jembatan bailey yang menghubungkan Desa Laru menuju tujuh desa lainnya di Kecamatan Tambangan sempat hanyut disapu luapan Sungai Batang Gadis.
Rentetan musibah yang terjadi di Madina membuat Gubernur Sumut Edy Rahmayadi bertanya-tanya. “Ada apa sebenarnya? Semua harus introspeksi diri. Selama ini biasa hujan turun dengan intensitas lebih tinggi, tapi tidak sampai menimbulkan banjir dan longsor seperti ini,” katanya.
Karena itu, gubernur meminta jajaran pemkab dan masyarakat melaksanakan salat taubat, memohon ampun kepada Sang Pencipta atas hilaf serta dosa yang dilakukan. Sekaligus melaksanakan salat istighasah memohon agar Madina dijauhi musibah.
EKONOMI
Masyarakat Madina tersentak oleh api yang berkobar di Pasar Baru, Panyabungan pada saat malam Lebaran kedua. Tangis dan pilu pedagang serta pemilik toko “menggema” menyaksikan tempat usaha mereka mencari nafkah diamuk si “jago merah” hampir 10 jam hingga tinggal puing-puing.
Lebih parah lagi terjadi aksi penjarahan. “Sudah jatuh ditimpa tangga, digigit macan pula”. Itulah yang dialami para pedagang Pasar Baru. Saat itu mereka sedang banyak menyimpan stok barang dagangan keperluan pasca Lebaran, terutama untuk kebutuhan horja dan mangido doah yang sudah jadi tradisi dilaksanakan pada suasana Idul Fitri. Seorang pedagangan mengaku belasan ton kacang takar miliknya menjadi abu setelah dilalap api.
Kerugian pedagang cukup besar karena mereka masih menyimpan barang-barang dagangan sisa jelang Lebaran. Biasanya, suasana di pasar ramai mulai hari kedua Idul Fitri sampai sekitar dua pekan. Selain untuk konsumen pemudik yang ingin melepas selera, juga banyak warga mencari oleh-oleh khas Mandailing.
Juga tak bisa dipungkuri, sebagian warga baru belanja kebutuhan sandang setelah Lebaran. Biasanya mereka berharap harga lebih murah, atau baru dapat rezeki pada saat suasana Idul Fitri.
Sebelum bangunan lantai dua Pasar Baru terbakar, beberapa pekan sebelumnya api lebih dulu membakar Pasar Sinunukan, dan Pasar Simpang Gambir. Tidak ada korban jiwa dalam ketiga peristiwa itu.
Sekarang kondisi Pasar Baru Panyabungan tidak tertata. Lokasi penampungan yang sempat dijanjikan pemkab hingga kini tak jelas realisasinya.
Akhirnya, hukum “alam” menaungi pasar terbesar di kabupaten ini. Siapa yang nekat buka lapak, dia dapat tempat. Bahkan, sebagian di antaranya berada di lokasi bangunan yang sudah jadi puing-puing sisa bara api. Berbahaya memang, tapi demi mengais rezeki agar dapur “ngebul” serta anak-anak mereka bisa melanjutkan sekolah, walau beresiko tidak menjadi masalah.
Para pedagang seolah hilang rasa percaya pada pemkab. Berkali-kali mereka menyampaikan aspirasi, terkesan tidak ada tindak lanjut. Alhasil, kondisi pasar makin semrawut. Jika ini terus dibiarkan, sama saja pemkab sedang memelihara benih-benih persoalan pada masa mendatang.
Meskipun begitu, kita berharap pada tahun 2019 ini pemkab mampu menjawab kegundahan para pedagang Pasar Baru dengan mencari solusi terbaik. Ingat, Mei 2019 sudah Ramadan, lalu Idul Fitri 1440 H.
Sudahkah pemkab punya ancang-ancang tempat berjualan pedagang “jajanan buka puasa” yang biasa buka lapak di halaman parkir pasar itu. Sudahkah pihak terkait mengantisipasi ramainya pasar itu jelang Idul Fitri, termasuk kehadiran pedagang musiman?
Sejak awal kami sudah mengingatkan jika kesemrawutan Pasar Baru tidak cepat ditata, tidak menutup kemungkinan perselisihan para pedagang memuncak yang pada akhirnya memicu persoalan baru antara para pedagang itu sendiri.
Kenapa kita tidak belajar dari kasus terbakarnya sejumlah pasar di tanah air soal penyiapan lokasi penampungan. Misalnya, di Pasar Banjarsari, Pekalongan, Jateng. Usai pasar lantai dua itu ludes diamuk api, tak terlalu lama pemkot setempat bisa membuat lokasi penampungan sementara untuk para pedagang berupa kios-kios di badan jalan.
Hal ini tentu turut membantu pemerintah memudahkan melakukan perencanaan, menata dan membangun lokasi yang terbakar.
Jika Pasar Baru kelak hendak dibangun, diperkirakan akan sedikit terkendala sebab areal itu sekarang sudah dihuni para pedagang. Nyaris tak ada lahan kosong. Mungkin ada yang mengatakan, bongkar saja lapak mereka? Ya, menyebutkannya mudah, tapi realisasinya (mungkin) sulit.
Kita tidak tahu apakah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Madina Tahun 2019 tercantum anggaran pembangunan Pasar Baru. Jika tidak ada, tinggal berharap melalui APBD-Perubahan 2019, atau melalui kucuran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019. Jika juga tidak ada, harapan selanjutnya tertumpu pada APBD atau APBN Tahun 2020.
LINGKUNGAN HIDUP
Persoalan lingkungan hidup di Madina tidak lepas dari masalah tambang emas, baik tambang modern atau tradisional. Saat ini sebagian lokasi tambang emas masyarakat itu sudah rusak parah, dan pemkab terkesan tutup mata.
Belum lagi soal penggunaan merkuri secara liar yang sudah merajalela sejak belasan tahun lalu. Berdasarkan hasil penelitian mahasiswa Teknik Kimia ITM (Institut Teknologi Medan) pada tahun 2014, misalnya, didapat hasil uji laboratorium air limbah pengelolaan emas di Madina mengandung kimia di atas ambang batas, seperti: merkuri, timbal, arsen, cadmium, tembaga, nikel dan zink. Bahkan paling mengejutkan, merkuri yang dibuang mencapai 1,22 mg/l, sementara ambang batas hanya 0,025 mg/l.
Menurut Syarifah Ainin, anggota Forum Mahasiswa Teknik Kimia ITM, baik bentuk unsur gas maupun garam organik, merkuri mengandung racun dan tidak bisa ditawar-tawar. Jika dimakan ikan, dan ikan itu dimakan manusia, dipastikan racun masuk ke tubuh manusia.
Hingga saat ini suara-suara sumbang terhadap keberadaan perusahaan tambang emas di Madina masih terus berembus. Terkesan tidak ada aksi nyata yang dilakukan instansi terkait agar persoalan ini bisa diselesaikan secara bijaksana.
Demikian juga pengerukan pasir dan batu hampir di semua sungai yang mengalir di daerah ini. Lihat saja jembatan Aek Pohon di jalan lintas timur Panyabungan nyaris tergerus sungai jika saja tidak cepat dilakukan pemasangan bronjong akibat DAS tidak lagi berada pada jalur yang sebenarnya.
Banyak DAS (daerah aliran sungai) berubah bentuk dan melebar “menjarah” sawah, kebun atau lahan milik warga akibat aksi para pekerja mengeruk material batu, pasir atau sirtu (pasir batu) di DAS, seperti di DAS: Sungai Batang Gadis, Sungai Batang Natal, Aek Pohon, Aek Rantopuran, dan Aek Mata.
Penebangan liar juga disinyalir masih saja terjadi. Pada saat banjir bandang menerjang beberapa desa, dari arah perbukitan selalu banyak kayu-kayu besar berupa gelondongan ikut terbawa air. Contoh paling nyata di Muara Saladi. Bahkan, warga sempat bingung melihat kayu-kayu besar ikut terbawa banjir bandang.
Persoalan sampah masyarakat juga tidak bisa dianggap sepele. Acap kali kita melihat warga Panyabungan dan sekitarnya mengeluh keberadaan sampah yang tidak diangkut oleh petugas. Tampaknya, dinas terkait perlu melakukan kajian lebih intensif agar persoalan sampai bisa teratasi. Jika perlu melakukan studi banding ke kota-kota yang dinilai pengelolaan sampahnya sudah baik.
Pasar Lama Panyabungan sering banjir disebabkan tumpukan sampah menumpuk di gorong-gorong. Sudah saluran airnya kecil, ditambah pula tumpukan sampah.
Kita tidak boleh seutuhnya menyalahkan instansi terkait, karena persoalan sampah ini dipicu juga rendahnya kesadaran masyarakat membuang sampah pada tempatnya. Lihatlah di bawah jembatan Aek Mata, Pasar Lama, tumpukan sampah selalu menumpuk. Ini menandakan DAS itu dijadikan tempat pembuangan sampah.
Bagaimana dengan ekploitasi panas bumi. Tak ada salahnya, pemkab melakukan kajian apakah banjir bandang yang belakangan kerap terjadi ada kaitan dengan pengeboran panas bumi yang terjadi di sekitar Gunung Sorik Marapi. Sebagian pihak menduga rongga gunung itu sudah rusak, sehingga tidak bisa lagi melaksanakan fungsinya secara maksimal menampung debit air hujan.
Pemkab melalui instansi terkait hendaknya menjadikan berbagai musibah yang terjadi di Madina sepanjang tahun 2018 menjadi bahan masukan untuk melakukan langkah-langkah strategis, sehingga jika memang betul ada kaitan dengan rusaknya lingkungan, perlu ada langkah-langkah nyata agar hal serupa tidak terulang lagi.
Termasuk kelahiran bayi tidak normal yang sudah terjadi beberapa kali di Madina. Terakhir, seorang bayi lahir dengan mata satu di RSUD Panyabungan. Apakah ada kaitan dengan penggunaan merkuri secara liar? Wallahu’aqlam bishawab.
HUKUM
Pada tahun 2018 sejumlah pejabat Pemkab Madina dilaporkan elemen masyarakat ke Kejaksaan Tinggi Sumut. Lalu, aparat penegak hukum di instasi itu memeriksa sejumlah pejabat yang diduga terlibat dalam proses pembangunan Tapian Siri-Siri Syariah (TSS) dan Taman Raja Batu (TRB).
Setelah kejati Sumut melakukan proses penyelidikan dan penyidikan, belum lama ini, Aspidsus Kejati Sumut Agus Salim mengatakan bakal ada tersangka dalam kasus pembangunan TSS dan TRB yang menghabiskan dana miliaran rupiah dari APBD tahun 2015.
Berdasarkan informasi yang beredar, diduga sebanyak lima pejabat pemkab sudah dipanggil kejati sekitar dua pekan lalu berstatus tersangka. Jika informasi ini benar, maka jargon yang sering mereka gaungkan: Ulang loja mambaen napade ternyata hanya manis diucapkan, sebab nyatanya yang mereka kerjakan: Ngana pade.
Terlepas kasus yang dituduhkan betul atau tidak, kedepan pemangku kebijakan di Madina harus lebih hati-hati dalam penggunaan anggaran. Proses pembangunan tidak bisa tanpa melalui proses perencanaan dan penganggaran, kecuali untuk hal-hal tertentu yang diatur perundang-undangan.
(akhiruddin matondang)