BERITAHUta.com–Kejadian tewasnya lima warga Desa Sibanggor gegara zat beracun H2S dari PT SMGP menjadi salah satu bukti perusahaan panas bumi ini abal-abal. Penerapan Standard Operating Procedure (SOP) mereka sangat rendah.
Pernyataan itu ditegaskan H. Fahrizal Efendi, SH., gelar Sutan Kumala Bongsu Lenggang Alam Nasution, anggota DPRD Sumut, pada saat rapat dengar pendapat (RDP) komisi gabungan A, B, dan C bersama pihak Polda Sumut, Rabu (10/3-2021).
Pada rapat dengan agenda membahas berbagai masalah pertambangan di Sumut ini, Fahrizal menyebutkan kasus kematian lima warga Sibanggor Julu, Kecamatan Puncak Sorik Marapi (PSM), Madina, Sumut bukanlah hal sepele, tapi merupakan persoalan besar.
Tragedi zat beracun H2S (Hidrogen Sulfida) sudah menjadi isu internasional akibat SOP tidak dijalankan pihak PT SMGP sebagaimana mestinya.
“Ternyata koorporasi itu bukan perusahaan besar, tetapi perusahaan abal-abal yang SOP-nya sangat standar,” tegas Fahrizal.
Merujuk Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ada empat arti kata “abal-abal”, yaitu tidak bermutu baik, bermutu rendah, penjahat kelas kakap, dan kincir angin yang digunakan untuk mengusir hama–terbuat dari bambu dan mengeluarkan bunyi saat berputar.
Dalam kaitan PT SMGP, arti “abal-abal” adalah tidak bermutu baik atau bermutu rendah. Bisa juga diartikan perusahaan tersebut (PT SMGP) belum profesional di bidang pengelolaan panas bumi, khususnya pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Sorik Marapi.
Mantan wakil ketua DPRD Madina periode 2009-2014, menegaskan musibah pada, Rabu (25/1-2021), yang terjadi di Sibanggor Julu disebabkan ada SOP tidak dijalankan sebagaimana mestinya oleh pihak perusahaan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Sorik Marapi.
Wajar, jika sejumlah elemen masyarakat meminta izin operasional PT SMGP dicabut karena mereka bekerja tidak profesional.
Menurut Fahrizal, memang jika dilihat kenyataan di lapangan, masyarakat sangat mendukung kehadiran dunia investasi. Tetapi tidak ada satu investasi pun yang didukung rakyat jika pihak perusahaan tidak menjalankan ketentuan perundang-undangan.
Sehingga dipastikan bakal berbenturan dengan rakyat apabila SOP yang dijalankan membahayakan keselamatan masyarakat dan para pekerjanya.
Pada RDP yang juga menghadirkan sejumlah perusahaan tambang di Sumut, itu Fahrizal mengatakan sangat memahami jika sejumlah elemen masyarakat minta PT SMGP hengkang dari Madina karena sampai saat ini akibat operasional mereka sudah tujuh warga tewas.
“Dengan tidak ada sanksi hukum dalam rangka menimbulkan efek jera, tentu saja bukan saja PT SMGP telah mencederai supremasi hukum, tetapi hal ini menjadi preseden buruk bagi bangsa yang menganut negara hukum,” kata Fahrizal, yang pada kesempatan RDP ini juga dihadiri satker terkait, di antaranya Dinas ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral), Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (PPTSP), dan Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah (BP2RD). (*)
Peliput: Tim
Editor: Akhir Matondang