BERBAGI
Ilustrasi (foto: istimewa)

PANYABUNGAN, BERITAHUTA.com—Kepala Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) 2 Mandailing Natal (Madina), Sumut Ummi Salamah terkesan hendak cuci tangan terkait dugaan bisnis terselubung yang dilakukan sekolah itu terhadap para orang tua murid baru. Pasalnya, dia mempersilakan meminta penjelasan masalah yang sedang viral ini terhadap pihak komite.

“Mohon maaf pak, itu (penjualan baju olah raga dan lainnya) hasil rapat komite dengan orang tua. Saya tidak ikut karena mau berangkat haji. Untuk jelasnya, saya kasih nomor telpon komite,” kata Ummi Salamah, Rabu (15/5/2024), beberapa saat sebelum naik pesawat hendak menunaikan ibadah haji.

Tak lama berselang, ia mengirim melalui WhatsApp nomor telpon pengurus komite  MTsN 2 Madina, yakni: Muhammad Amin sebagai ketua; Muslih Lubis (wakil ketua); Efridayanti (sekretaris); dan Isnaini Lubis (bendahara).

Inisiatif kepala MTsN 2 Madina memberikan nomor telpon jajaran pengurus komite sekolah tersebut seperti memberikan sinyal bahwa bisnis penjualan baju olah raga dan lainnya terhadap 400 murid baru tahun ajaran 2024 bukan urusan kepsek (kepala sekolah), melainkan tanggung jawab komite sekolah.

Ummi Salamah juga tidak meminta media ini konfirmasi terhadap pengurus koperasi, padahal jika merunut hasil wawancara dengan ketua komite MTsN 2 Madina, hajat bisnis berbau mark-up ini dilakoni pihak koperasi.

Seperti diberitakan Beritahuta.com, penjualan keperluan proses belajar mengajar (KBM) di MTSN 2 Madina dikeluhkan orang tua murid baru. Pasalnya harga yang ditetapkan pihak koperasi dan komite terlalu mahal jika dibanding di pasaran.

Hasil rapat wali murid dengan komite dan pengelola koperasi yang terkesan formalitas menghasilkan suatu keputusan, yakni: orang tua murid perempuan membayar: Rp775.000,-, sementara wali siswa laki-laki: Rp675.000,-. Ada perbedaan Rp100 ribu lantaran perempuan harus beli tiga jilbab.

Dari dana itu, siswa perempuan dapat: satu stel kaos olahraga, satu potong baju batik; satu sampul rapor; enam bed atribut baju putih (dua lokasi sekolah, dua ikhlas beramal, dan dua bendera merah putih).

Lalu, tiga atribut baju pramuka (terdiri bed: logo Pemprovsu, Mandailing Natal, dan gudep), serta tiga potong jilbab—warna putih, biru, dan cokelat—pakai bordir logo ikhlas beramal.

Siswa laki-laki dapat satu potong baju batik lengan pendek, satu stel kaos olahraga lengan pendek, dasi, peci, sampul rapor, bed baju putih dan bed baju pramuka.

Rincian pembayaran bagi siswa perempuan tersebut terdiri: baju batik bahan sanwos atau bsy dibandrol: Rp185 ribu; baju olahraga Rp225 ribu/stel; sembilan pcs atribut baju putih dan baju pramuka: Rp80 rb; tiga jilbab Rp180 ribu, serta sampul rapor: 85 ribu.

BERITA TERKAIT  Lagi, Gegara Diteriaki Sekdakab Madina Tinggalkan para Guru Honorer yang Demo di Rumdin Bupati

Sejumlah wali murid baru menyebutkan memang ada rapat mengenai hal tersebut, namun terkesan hanya formalitas. Usulan harga yang disodorkan pengurus koperasi tidak sama sekali dikritisi pihak komite sekolah. Padahal semestinya, sebagai perwakilan orang tua murid dalam menyampaikan aspirasi, mereka menelaah kepatutan serta kewajaran harga yang ditetapkan koperasi.

Sejumkah orang tua murid sendiri mengaku tidak berani bicara mempersoalkan harga-harga yang diluar nalar lantaran khawatir mendapat jawaban tidak enak didengar dari sesama orang tua murid baru.

“Sudah pernah rapat wali murid dengan komite di sini, dua tahun lalu, wali murid yang mempersoalkan nilai uang pembangunan dipermalukan oleh sesama wali murid. Sampai ada kalimat, kalau merasa tak mampu jangan sekolahkan anaknya di sini. Kalau pendidikan ingin bagus, harus pakai duit,” kata seorang wali murid, belum lama ini, mengenang kala itu.

Ketika pernyataan Ummi Salamah dikonfirmasi terhadap Ketua Komite MTsN 2 Madina Muhammad Amin, ia tidak menjelaskan secara tegas. Ia pun tidak membantah atau membenarkan apakah bisnis gila-gilaan berlabel koperasi tersebut ada keterlibatan pihak komite sekolah.

Ia hanya menyebutkan pengadaan ATK (alat tulis kantor), baju seragam, baju olahraga dan perlengkapan sekolah lainnya di MtsN 2 Madina dilaksanakan oleh koperasi sekolah. “Soal harga-harga mereka yang tahu berapa per item yang sudah disurvei di pasar,” katanya, Kamis (16/5/2024).

Mengenai harga-harga tersebut, jelasnya, sudah berlaku juga pada tahun ajaran lalu, 2023. “Kami memang tidak survei harga lagi, karena sudah berdasarkan harga tahun lalu.”

Meskipun begitu, kata dia, siapa saja wali murid yang kira-kira merasa tidak mampu, jika tidak tersampaikan di suatu forum silakan hubungi pihak komite.

Harga Mencekik

Harga yang ditetapkan koperasi dan disetujui komite itu memang sangat tak logis dan “mencekik leher” orang tua murid baru. Sekadar gambaran saja, ini rincian sepatutnya versi sejumlah pedagang di Madina yang dirangkum media ini.

Yakni, baju batik sanwos atau bahan licin tingkat SLTP (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama) paling tinggi Rp85 ribu untuk perempuan, dan Rp80 ribu (lengan pendek).

Baju olahraga atau ‘kaos training’ yang dihargai Rp225 ribu, seharusnya paling mahal Rp90 ribu sampai Rp100 ribu. Jika ditambah jilbab Rp35 ribu, menjadi 135.00.

Jilbab dihargai masing-masing Rp60 ribu/potong. Dengan kondisi bahan seperti sudah dibagikan ke siswi baru, paling tinggi harganya Rp45 ribu.

Bed bordir baju putih dan baju pramuka. Dengan jumlah order 400-an pcs, harga rata-rata paling mahal Rp3 ribu/pcs. Bahkan, harga bed bendara merah putih serta logo ikhlas beramal jauh lebih murah. Bisa Rp1500/ pcs. Sebut saja harga rata-rata Rp4 ribu/pcs, jika dikali sembilan pcs: Rp36 ribu.

BERITA TERKAIT  PDI GPI Madina Berharap Poldasu Bisa Bongkar Sindikat Suap Seleksi PPPK Madina

Lalu, sampul rapor paling mahal Rp50 ribu. Ini sudah harga sangat tinggi.

Dengan estimasi modal tinggi seperti disebutkan, kentungan didapat koperasi dari batik Rp100 ribu, baju olahraga (Rp90 ribu), 3 jilbab dikalikan Rp15 ribu (Rp45 ribu), sembilan bed bordir (Rp44 ribu), dan sampul rapor (Rp30 ribu). Total Rp309 ribu.

Jika diasumsikan angka keuntungan ini didapat dari murid laki-laki dan perempuan sama, dikali 400 murid baru, hasilnya: Rp123,6 juta.

Lain lagi hitungan seorang pedagang di Panyabungan. Dia menyebutkan untuk murid perempuan sebenarnya dengan modal Rp375 ribu sudah cukup, sementara bagi siswa laki-laki hanya dengan: Rp275 ribu. “Itu saya sudah dapat untung,” katanya, belum lama ini.

Murid laki-laki, misalnya. Ia merinci, satu potong batik lengan pendek: Rp70 ribu; satu potong baju olahraga lengan pendek (Rp75 ribu); dasi (Rp20 ribu), peci (Rp40 ribu); atribut (Rp30 ribu), dan sampul rapor (Rp40 ribu).  Total, 275 ribu.

Jika dengan modal Rp375 ribu (perempuan) dan Rp275 ribu (laki-laki) saja sudah bisa, berarti ada keuntungan koperasi Rp400 ribu per siswa. Jika dikalikan jumlah murid baru 400 orang, keuntungan didapat koperasi sebesar Rp160 juta.

Keuntungan itu belum termasuk hasil penjualan seragam putih-biru dan pramuka serta atribut lain di koperasi. Baju putih perempuan berikut bed atribut (lokasi sekolah, bendera merah putih dan logo ikhlas beramal) mereka bandrol: Rp180 ribu/potong. Ini baru atasan saja.

Padahal Muhammad Amin ”Ronggur” Nasution, seorang penyalur seragam sekolah Mr Ben di Panyabungan, mengatakan rata-rata harga baju kurung tingkat SMP paling mahal Rp100 ribu/potong. Jika ditambah bed atribut, sebut saja 4 pcs X Rp3 ribu, modalnya hanya: Rp112 ribu/potong. Sehingga terdapat keuntungan:Rp68 ribu/potong.

“Stelan seragam pramuka dan putih tidak wajib dibeli di koperasi. Baju olahraga, batik, atribut, sampul rapor, jilbab, peci, dan dasi juga tak mesti beli di sekolah. Boleh di luar, syaratnya harus sama,” jelas Muhammad Amin.

Ungkapan ketua komite itu terkesan membodohi. Soalnya, ada beberapa item sulit didapat di luar sekoah lantaran menyangkut cetakan, warna, dan jenis bahan harus sama.

“Dimana kami bisa membuat baju olahraga yang persis sama, tulisan dan bahan. Itukan hal yang tak mungkin. Mau tidak mau harus beli di sekolah,” kata wali murid melalui telepon, Jumat (17/5/2024) siang. (*)

Editor: Akhir Matondang

BERBAGI