BERBAGI
FOTO: ILUSTRASI, sumber net

PENGANTAR—Polemik mutasi Ahmad Rizal Efendi, selanjutnya disebut ARE, dari jabatannya pada Dinas PUPR Madina masih terus begulir. Dari alur surat menyurat yang dilakukan Pemkab Madina, terlihat ada sejumlah kejanggalan. Tidak lazim.

Bak sebuah kerja sama, hal ini diperkuat pula pernyataan Bawaslu Madina yang menyebutkan penggantian ARE merupakan mutasi biasa dalam rangka penegakan disiplin. Benarkah.

Kami akan kupas hingga tuntas mengenai hal ini di Beritahuta.com yang disajikan secara bersambung. Biarlah masyarakat menilai, apakah dalam hal ini “ada udang dibalik batu.”

Ini tulisan PERTAMA:

BOLEH jadi saat ini nama ARE lebih populer dibanding nama-nama pejabat lain di lingkungan Pemkab Madina. Padahal dia bukanlah siapa-siapa, hanya aparatur sipil negara (ASN) yang pernah menjabat sebagai kepala Bidang Pengelolaan Sumber Daya Air Dinas PUPR Madina.

Awalnya ARE melaksanakan tugas rutinitas seperti biasa. Seiring perjalanan waktu, secara perlahan mulai terusik oleh pihak-pihak tertentu yang menyebutkan ia berada di kubu yang berbeda dengan H. Dahlan Hasan, bupati Madina, pada jelang pelaksanaan Pilkada Madina 2020.

Menurut sumber yang tak mau disebut namanya, Dahlan Hasan dapat informasi, ARE lebih condong mendukung H. Jafar Zukhairi Nasution, wakil bupati Madina.

Saat itu, Dahlan Hasan maupun Jafar Sukhairi sama-sama berniat maju sebagai calon bupati pada Pilkada Madina 2020 yang digelar 9 Desember 2020 lalu.

Sudah rahasia umum, hubungan antara bupati dan wakil bupati memang agak renggang dalam kurun waktu sekitar dua tahun belakangan ini.

Pendek cerita, 49 hari sebelum Komisi Pemilihan Umum (KPU) Madina melakukan penetapan pasang calon peserta pemilihan bupati dan wakil bupati Madina, pada 23 September 2020, ARE diberhentikan dari jabatannya sebagai kepala Bidang Pengelolaan Sumber Daya Air pada Dinas PUPR melalui SK Bupati No. 820/0537/K/2020 tanggal 5 Agustus 2020.

Dalam SK itu disebutkan ARE selanjutnya ditempatkan menjadi fungsional umum pada Dinas Pariwisata Madina.

Sebagai pengganti ARE pada jabatan yang ditinggal, bupati mengangkat Wiwin Ferdiansyah. Ini agak janggal. Informasi yang didapat media ini dari komisioner Bawaslu Madina Ali Aga Hasibuan, Wiwin diangkat sebagai pelaksana harian (Plh) kepala Bidang Pengelolaan Sumber Daya Air pada Dinas PUPT pada 3 Agustus 2020.

Artinya ketika Wiwin “masuk”, ARE masih belum dicopot. “Bahkan informasi yang kami dapat, sampai saat ini tunjangan jabatan Wiwin masih pada status jabatannya yang lama, kepala Bagian Infrastruktur Setdakab Madina,” kata Ali Aga.

Awalnya persolan mutasi ini tidak begitu menyedot perhatian masyarakat. Namun ketika usai proses pemilihan bupati dan wakil bupati Madina 9 Desember 2020, Jafar Sukhairi melaporkan masalah dialami ARE ke Bawaslu.

BERITA TERKAIT  Bukti Bukan “Pepesan Kosong”, Sukhairi Laporkan Dugaan Surat Mundur ke Poldasu

Setelah melalui proses penanganan di Bawaslu dan tim penyidik, Kamis (21/1-2021), pihak penyidik Polres Madina memutuskan mengeluarkan surat penghentian penyidikan perkara (SP3) terhadap laporan disampaikan Jafar Sukhairi.

Berdasarkan hasil rapat ketiga yang diadakan di Bawaslu Madina, Rabu (20/1-2021), penyidik menyimpulkan mereka tidak menemukan bukti yang cukup untuk melanjutkan dugaan pelanggaran tersebut.

Kepada media ini, Ali Aga menyebutkan mutasi ARE tidak masuk kategori mutasi pejabat, tetapi pemberhentian dalam bentuk penegakan disiplin ASN. “Ini hanya mutasi biasa dalam penegakan disiplin,” katanya.

Jafar Sukhairi saat melapor ke Bawaslu menduga pergantian ARE melanggar pasal 71 ayat 2 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi UU.

Dalam ketentuan ini ditegaskan, gubernur atau wakil gubernur, bupati atau wakil bupati, dan walikota atau wakil walikota dilarang melakukan penggantian pejabat enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan masa jabatan berakhir kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Mendagri.

Bawaslu juga sempat berdalih bahwa pergantian ARE bukanlah kategori mutasi, sebab dia tidak dilantik karena Wiwin hanya menjabat Plh.

Pasal 71 ayat 2 undang-undang tersebut menyebutkan bupati atau wakil bupati tidak boleh melakukan penggantian pejabat enam bulan sebelum waktu penetapan sampai masa jabatan berakhir. Pertayaannya, adakah pergantian pejabat?

Jika pengertian yang disampaikan Bawaslu dicerna, maka bupati atau wakil bupati boleh melakukan pergantian pejabat kapan saja—tanpa persetujuan Mendagri– dengan dalih atau alasan penegakan disiplin. Tentu saja, tidak dilakukan pelantikan, dan pejabat baru statusnya Plh—seperti ARE.

Alasan yang dilontarkan Bawaslu sangat tidak logis. Dalam pengertian ketenagakerjaan, mutasi adalah kegiatan yang berhubungan dengan proses pemindahan fungsi, tanggung jawab, dan status ketenagakerjaan.

Pertanyaannya lagi, adakah mutasi? Tentu saja kita punya jawaban masing-masing.

Dalam kaitan ini, sangat tampak Bawaslu dan penyidik membuat keputusan berdasarkan alasan-alasan yang disampaikan Pemkab Madina saat mereka memberikan keterangan sebagai saksi.

Sejumlah pihak menyebutkan, dalam kiatan ini Bawaslu dan penyidik terkesan sibuk mencari pembenaran terhadap tindakan yang dilakukan pemkab.

Kuasa hukum paslon nomor 1 (Jafar Sukhairi-Atika) pada sidang di Mahkamah Konstitusi (MK) Adi Mansar seperti dikutif dari Malintangpos.online menyebutkan komisioner Bawaslu Madina sudah mulai ikut berpolitik serta nyata-nyata tidak independen. “Komisioner sudah menunjukkan wajah yang sesungguhnya,” katanya.

BERITA TERKAIT  Alumni dan Santri Musthafawiyah Pantai Barat Nyatakan Siap Menangkan Sofwat-Beir

Mereka, kata dia, berada pada posisi sebelah mana. Karena mestinya sebagai penyelenggara harus profesional. Jangan berpihak kesana-kemari. Dan, jangan komentari yang bukan urusannya.

Tentu saja pernyataan Bawaslu di atas disimpulkan dari hasil pemeriksaan saat sejumlah pejabat Pemkab Madina mereka minta keterangan sebagai saksi.

Pada saat itu, para saksi membawa sejumlah berkas surat-surat sebagai  bukti dasar pemberhentian ARE dari jabatannya.

Seorang mantan pejabat eselon dua di Pemka Madina menyebutkan, kalau saja surat-surat terkait pergantian ARE dibawa ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), hampir dapat dipastikan mereka  (KASN) tertawa.

Alur surat serta narasi—narasi dalam surat teguran yang ditujukan terhadap ARE terkesan tak lazim.

Misalnya, ini surat bupati Madina No.800/1079/TUPIM/2020 tanggal 6 April 2020 kepada Sekdakab perihal Tindak Lanjut Teguran Kepada Dinas PUPR, saya tulis sesuai apa adanya seperti dalam surat tersebut, hanya hurufnya saja dimiringkan sekadar membedakan.

Yaitu: Menghunjuk surat Bupati Mandailing Natal nomor: 800/0984/TUPIM/2020 tanggal 24 Maret 2020 dan nomor: 800/1041/TUPIM/2020 tanggal 31 Maret 2020 tentang Teguran I dan II kepada Dinas PUPR Kabupaten Mandailing Natal, berdasarkan pengamatan kami, Kepala Dinas bersama para Kabidnya belum ada menunjukkan perobahan dan itikat baik dalam memajukan pembangunan di tengah-tengah masyarakat.

Untuk Saudara ketahui antara lain bahwa beberapa bulan yang lalu kami menugaskan surve pembuatan jembatan, manakala jembatan Balley milik Zipur Kodam I Bukit Barisan di buka karena berakhir Perjanjian Kontraknya, laporan surve perbaikan jalan Aek Nangali ke Aek Nabara tidak disampaikan kepada kita, selama pengerjaan renovasi objek wisata Legenda Sampuraga, Kadis beserta Kabidnya hanya (3) tiga kali datang ke lapangan, padahal semua yang kami sebutkan tersebut sangat berkaitan dengan keperluan masyarakat dibidang Transportasi Perekonomian, Pendidikan dan Adat Budaya.

Sebelum diberikan peringatan ke III ataupun pencopotan jabatan Kadis beserta para Kabidnya, kami minta agar Sekretaris Daerah bersama para Asisten, Staf Ahli dan BKD memanggil para Pejabat dimaksud dan menasehati, agar nantinya kita tidak dikatakan diskriminatif/kejam.

Demikian disampaikan untuk dimaklumi.

Surat ini cap dan ditandatangani bupati. Dalam surat yang tembusannya disampaikan kepada Mendagri dan gubernur Sumut, ini disebutkan kepala Dinas PUPR juga termasuk juga pihak yang dapat teguran.

Narasi terakhir surat bupati itu, diakhiri dengan kata “kejam”.

Bersambung…

Penulis: Akhiruddin Matondang

 

BERBAGI

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here