PROSES seleksi kelulusan PPPK PPPK Mandailing Natal (Madina) 2023, Sumut kian tampak penuh intrik. Mereka yang sebenarnya layak diterima, justru terhempas. Tak hanya soal mal administrasi, honorer siluman, bahkan dugaan pungli sampai puluhan juta bagi mereka yang mau lulus pun menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat.
Salah satu contoh yang menjadi korban dugaan kesewenang-wenangan panitia itu adalah Kartina Pandiangan, S.Pd, seorang guru honorer di SD Negeri 344 Bintungan Bejangkar, Kecamatan Batahan, Madina.
Selain Guru Penggerak, nilai sertifikat CAT-nya didapat Kartina tergolong tinggi, yakni 563. Namun ia harus mengelus dada lantaran tak lulus akibat nilai SKKT (Seleksi Kompetensi Teknis Tambahan) hanya mendapat angka 15.
Entah siapa yang memberi nilai. Karena dari 10 elemen penilaian SKTT, guru honorer selama tujuh tahun lebih ini hanya mendapat rata-rata nilai 1,5. Nilai paling tinggi adalah sembilan.
“Saya kecewa. Ini penzaliman luar biasa. Kalau nilai moral 1,5, misalnya, kenapa saya bisa diterima sebagai Guru Penggerak,” katanya kepada Beritahuta, Rabu (10/1/2024).
Wajar saja Kartina meradang karena tidak semua guru mampu dan mau menjadi Guru Penggerak. Di Madina, hanya terdapat tak lebih 97 Guru Penggerak, dua di antaranya mengajar di Batahan, termasuk Kartina.
Guru Penggerak punya tugas berat. Mereka diharapkan menjadi katalis perubahan pendidikan di daerahnya dengan cara: menggerakkan komunitas belajar untuk rekan guru di sekolah dan di wilayahnya.
Lalu, menjadi pengajar praktik bagi rekan guru lain terkait pengembangan pembelajaran di sekolah, mendorong peningkatan kepemimpinan murid di sekolah, membuka ruang diskusi positif dan ruang kolaborasi antar guru dan pemangku kepentingan di dalam dan luar sekolah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, dan menjadi pemimpin pembelajaran yang mendorong well-being ekosistem pendidikan di sekolah
Sebelum menjadi Guru Penggerak, banyak proses mesti dilalui Kartina. Itulah sebabnya Guru Penggerak adalah guru-guru terpilih dari seluruh penjuru Indonesia yang telah lulus program pendidikan di bidang ini.
Guru Penggerak siap menjadi pemimpin pembelajaran dan berperan sebagai agen pendorong transformasi pendidikan di Indonesia. “Mereka tak memiliki hati nurani. Rasanya perjuangan saya menjadi Guru Penggerak tak dihargai sama sekali,” katanya.
Menurut Kartina, dalam kaitan proses menuju Guru Penggerak ini, dia sudah melaksanakan lokakarya selama sembilan bulan di Aula Dinas Pendidikan Madina. Sepanjang kurun waktu itu, dia sudah mengikuti lokakarya 0-7. Sepanjang mengikuti kegiatan tersebut, dia harus berangkat dari Batahan ke Panyabungan.
Adapun materi lokkarya 0-7 yakni: Pengembangan Komunitas Praktisi; Visi untuk Perubahan Lingkungan Belajar; Visi untuk Perubahan Lingkungan Belajar; Pengutan Praktik Coaching; Pengutan Praktik Coaching; Pengutan Praktik Coaching; dan Panen Hasil Belajar.
Apa tanggapan Kartina terkait SKTT. “Sebenarnya sangat baik jika dilaksanakan secara sportif. Hanya saja disayangkan, Pemkab Madina membuatnya menjadi sangat buruk,” jawabnya.
Ungkapan itu bukan tak beralasan. Sebab mekanisme pelaksanaan SKTT dilakukan secara subjektif dan tidak transpan. SKTT diperuntukkan demi kepentingan pribadi maupun ‘tertentu’. Inilah tanda tanya besar,” ujarnya.
Integritas ekosistem pendidikan Madina, lanjut Kartina, menjadi bobrok karena penilai SKTT tidak kompeten di bidangnya. “Menurut saya perlu dilakukan evaluasi terhadap pemerintah setempat yang bekerja tidak sesuai SOP (Standard Operating Procedure).” (*)
Editor: Akhir Matondang