PANYABUNGAN, BERITAHUta.com—Pemkab Mandailing Natal (Madina0, Sumut kini tak lagi sekadar berupaya mengejar peningkatan bonus produksi, tapi juga berupaya mendapatkan kepemilikan saham di PT SMGP. Prioritas utama mendapatkan saham 2,5 persen kini dimiliki PT Supraco.
Menurut Staf Khusus Bupati Madina Irwan Hamdani Daulay kepemilikan saham tersebut penting bagi pemerintah dan perusahaan. ““Ini sekaligus penegasan tanggung jawab daerah terhadap seluruh urusan yang berkaitan dengan perusahaan,” katanya kepada Koran Beritahuta, belum lama ini.
Dalam Undang-Undang PMA (Penanaman Modal Asing), kata dia, maksimal saham perusahaan asing yang berinvestasi 95 persen. Sisanya untuk perusahaan lokal.
Semestinya, saham angka lima persen bisa jadi milik daerah, meskipun dalam peraturan tidak disebutkan secara eksplisit untuk daerah lokasi perusahaan beroperasi.
Irwan mengatakan sebenarnya ada peluang pemkab mengambil saham yang lima persen saat renegoisasi beberapa tahun lalu, tapi saat itu komitmen pemerintah daerah adalah lahirnya investasi panas bumi yang bermanfaat di Madina.
Selain menyuplai kebutuhan listrik juga agar investasi memberikan efek multiplayer di daerah, sehingga peluang tersebut terlewat. “Pada masa itu ada kemungkinan dapat saham tanpa modal atau akrab disebut saham goodwill, tapi terlewatkan. Tapi ya udahlah, sekarang kita bicara kedepan,” ujarnya.
Sesuai penuturan Irwan Daulay, upaya mendapatkan saham tak hanya isapan jempol belaka. Bupati Madina H. M. Jafar Sukhairi Nasution telah menyampaikan hal itu kepada kementerian terkait lewat surat dan mendapat respon positif sehingga perlu menunjukkan upaya yang sungguh-sungguh.
Saham daerah di PT SMGP (Sorik Marapi Geothermal Power) bisa disebut sebagai pengejawantahan pasal 33 Ayat 2 UUD 1945 juga salah satu solusi mengatasi tingginya angka kemiskinan dan pengangguran di tengah keterbatasan fiskal.
Saham itu juga dipandang sebagai bagian dari komitmen perusahaan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat Madina sebagai pemilik lokasi. Tidak seperti selama ini yang tergambar adalah adanya kesenjangan antar perusahaan dengan masyarakat sekitar.
Irwan menyebutkan perusahaan tidak boleh terlalu kaku dalam menafsirkan undang-undang karena stabilitas juga bagian dari barang modal, termasuk stabilitas politik, kultur, dan sosial ekonomi. Pemerintah pun harus terus mencari peluang agar bisa memiliki setidaknya 2,5 persen dari saham yang saat ini dimiliki PT Supraco, baik melalui renegosiasi kontrak atau hal lain.
Bonus produksi yang hanya 0,5 persen juga perlu ditinjau ulang, meski angka itu tertulis dalam undang-undang bukan berarti tidak boleh lebih dari itu.
Menurut Irwan, angka tersebut tidak menunjukkan keadilan terhadap pemilik lahan, dalam hal ini pemerintah daerah. “Undang-undang panas bumi harus direvisi agar lebih berpihak kepada daerah, setidaknya bagi hasil pada angka lima persen,” sebutnya. “Dalam jangka panjang, angka 0,5 persen itu perlu digugat.”
Irwan Daulay mengungkapkan, dari penelusuran di pemerintah pusat ditemukan fakta selama ini PT SMGP tidak pernah menceritakan insiden-insiden yang terjadi di perusahaan tersebut sehingga pemerintah daerah terlihat salah. Kondisi ini pun sempat menjadi adangan tersendiri bagi pemkab.
Langkah merealisasikan kepemilikan saham itu akan dimulai dengan negosiasi dengan melibatkan tokoh-tokoh nasional yang berasal dari Madina. Irwan berkeyakinan dorongan dari mereka bisa memberikan keuntungan bagi daerah.Namun, apabila upaya-upaya itu tak berhasil, bukan tak mungkin akan ada class action. (roy dzannun)
Editor: Akhir Matondang