BERBAGI
"MARSIAYUP"--Bocah-bocah ini berenang dan "marsiayup" pakai ban "benen" di dekat jembatan Aekmata, Pasar Lama, Panyabungan, Madina pada, Selasa petang (13/12-2022). Normalisasi sungai ini membuat kondisi DAS lebih baik, dan diharapkan bisa mengurangi potensi banjir di sekitar Pasar Lama. (foto: akhir matondang)

ALIRAN sungai itu sudah terlihat mengalir. Tak seperti selama ini, bak kubangan. Kotoran yang menggangu pemandangan pun tidak tampak lagi. Kedalamnya, rata-rata satu meter. Bahkan, di beberapa tempat mencapai sekitar 1,5 meter.

Selasa petang (13/12-2022). Sekitar lima bocah berendam di dekat jembatan Sungai Aekmata, Pasar Lama, Panyabungan, Mandailing Natal (Madina), Sumut. Hujan yang mengguyur, tak membuat surut keinginan mereka menikmati aliran sungai tersebut.

Pemandangan itu seperti hari-hari era 1980-an. Ketika itu DAS (daerah aliran sungai) Aekmata menjadi andalan warga sekitar bantaran sungai sebagai tempat mandi, cuci, kakus (MCK), termasuk  berwudhu.

Kala itu hampir sepanjang hari selalu tampak anak-anak berendam berjam-jam, marsiayup pakai benen, marsilumpat dan berenang di titik-titik pusaran air. Banyak di antara pelajar SD (sekolah dasar) pulang sekolah tidak langsung ke rumah, tapi terlebih dulu berendam di Aekmata.

Airnya jernih. Saya masih ingat ketika masa kecil ada beberapa titik  DAS Aekmata kerap kami jadikan sebagai tempat markacimpung, marrondam dan lompat salto lantaran airnya agak dalam. Paling tidak, setinggi anak-anak SD pada umumnya.

Sebut saja, di sekitar jembatan Pasar Lama, samping bioskop Tapanuli, dekat bangunan MKS (Minang Kabau Saiyo), belakang rumah Mandi Pitih, atau di sekitar batu besar Aekmata Julu. Semua lokasi tersebut berada di Kelurahan Panyabungan III, Panyabungan, Madina.

Satu unit alat berat melakukan normalisasi Aekmata dengan membuang sedimen di DAS tersebut. (foto: ist)

Memori ingatan saya terkenang kembali ketika menyaksikan bocah-bocah berenang sembari memakai ban benen di dekat dek bendungan Aekmata, persis di barat jembatan Pasar Lama.

BERITA TERKAIT  Seorang Dokter di Jakarta Bantu Nisah Rp10 juta, dan Siap Kirim “Bulanan” Selama Kuliah di Mesir

Sudah lama saya tak melihat anak-anak marsiayup pakai benen dan markacimpung di Aekmata. Mereka tak peduli, walaupun airnya agak keruh lantaran dalam beberapa pekan terakhir Panyabungan kerap diguyur hujan.

Cukup jelas terlihat ada potret kegirangan dalam diri mereka. Apalagi dari kejauhan terdengar sayup-sayup gelak tawa dan teriakan para bocah.

Memang dalam sepekan terakhir DAS Aekmata terlihat agak lain. Bersih, setidaknya di sepanjang sekitar satu kilometer ke arah timur. Tepatnya,  dari dek bendungan jembatan Pasar Lama sampai  di sekitar belakang SMKN, Panyabungan III.

Tak hanya bersih dari sampah, airnya pun mengalir normal dengan kedalaman mencapai rata-rata sekitar satu meter. Itu lantaran sedimen—endapan pasir, batu kecil, atau benda padat lainnya di DAS Aekmata—sudah dibuang.

Tinggi sedimen  tadinya rata dengan permukaan sungai, bahkan ada yang lebih tinggi dari permukaan air. Di atas sedimen menghijau tumbuhan liar. Dan, tentu saja “dihiasi” sampah rumah tangga.

Proyek pengerokan sedimen  yang dikerjakan rekanan dari Bidang Pengairan Dinas PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat) Madina banyak mendapat apresiasi masyarakat, apalagi pada musim penghujan seperti sekarang.

Selama ini salah satu penyebab banjir di sekirar Pasar Lama adalah karena daya tampung debit air dari selokan-selokan permukiman warga dan DAS Aektolang tersendat gegara tidak tertampung DAS Aekmata yang dipenuhi sedimen. Biasanya, ini terjadi kalau hujan lebih dari satu jam.

Berdasarkan plang proyek yang terdapat di lokasi, pekerjaan normalisasi DAS Aekmata dikerjakan CV. Tunjung Biru dengan anggaran Rp149 juta bersumber dari DAU (dana alokasi umum) P-APBD (Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) Madina 2022.

BERITA TERKAIT  Soal Kontribusi ke Pemkab Madina, PT SMGP Hendaknya Tak Kaku Menafsirkan UU

Informasi yang didapat di lapangan menyebutkan, sesuai RAB (rencana anggaran biaya), DAS Aekmata semestinya hanya dikeruk sepanjang 500 meter dengan kedalaman satu meter.

Namun ada berapa titik di sepanjang 500 meter tak bisa dikeruk karena khawatir menimbulkan masalah, seperti: di dekat beronjong, dek penahan air, dan pondasi bangunan.

Jika sedimen dikeruk terlalu dekat dengan beronjong, misalnya, tidak menutup kemungkinan  dapat menyebabkan  batu-batu dalam anyaman kawat tersebut bergerak ke bawah.

Lalu, untuk mencukupi volume sesuai RAB, Dinas PUPR Madina bersama rekanan melakukan CCO (Contract Change Order), yaitu: kesepakatan perubahan perencanaan awal pada proyek ini disesuaikan kondisi lapangan.

Sehingga panjang DAS yang dilakukan pengerukan sedimen bisa mencapai sekitar satu kilometer. “Sekarang aliran air makin sudah deras, tidak seperti selama ini,” komentar Buyung, warga Lingkungan I, Panyabungan III.

Lia, pegawai toko di Jalan Williem Iskander, Panyabungan, berharap pengerukan sedimen Aekmata, terutama di sekitar jembatan Aekmata, Pasar Lama, dapat mengatasi banjir yang kerap terjadi di sekitar Pasar Lama.

Sejumlah warga di sepanjang DAS Aektolang dan Pasar Lama berharap pengerukan sedimen di sekitar jembatan Aekmata setidaknya dilakukan setahun dua kali agar dapat mengurangi potensi banjir di sekitar Pasar Lama, Kayu Jati, dan Panyabungan III.(*)

Akhiruddin Matondang

BERBAGI

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here