BERITAHUta.com—Pembangunan tempat rekreasi Batu Tunggal, Simangambat, Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Sumut berbuntut. Tiga orang pemilik lahan di kawasan itu menggugat Drs. Dahlan Hasan Nasution melalui pengadilan karena merasa dirugikan atas kegiatan tersebut.
Kuasa hukum ketiga pemilik lahan Amir Mahmud sudah mendaftarkan gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) melalui PN Madina, pada Selasa (13/8), dengan nomor register: 8/Pdt.G/2019/PN Mdl.
Ketiga pemilik lahan tersebut adalah Pardomuan Nasution, Suhdi Efendi, dan Muslih. Ketiganya beralamat di Desa Simangambat, Kecamatan Siabu, Madina.
Amir mengatakan ketiga pemilik lahan tersebut merasa dirugikan akibat kegiatan pembukaan jalan di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) Muara Sada, Simangambat.
“Kami gugat secara pribadi, yaitu Dahlan Hasan sebab pembangunan jalan obyek wisata tersebut sepengetahuan kami tidak ada dalam APBD Madina,” katanya.
Pada saat pembukaan jalan pembangunan bendungan Batu Tunggal, ratusan batang pohon karet milik para penggugat telah ditebang tanpa izin pemiliknya. Bahkan bangkai pohon-pohon karet tak ditemukan sama sekali.
Berdasarkan pengakuan beberapa saksi mata, jelas Amir, penebangan pohon karet dilakukan pada malam hari. Batang-batang pohon karet juga diangkut pada malam hari sehingga paginya tak lagi ditemukan di lokasi.
Para penggugat sudah pernah menghubungi Dahlan Hasan, yang juga bupati Madina. Namun pertemuan di rumah dinas bupati tidak membuahkan hasil. Sang kepala daerah yang sudah pernah membuat surat pengunduran diri sebagai bupati pasca pilpres lalu, malah meminta camat Siabu menyelesaikan masalah ganti ruginya.
Sesuai perintah Dahlan Hasan, para penggugat menemui camat Siabu. Namun, musyawarah di antara kedua belah pihak menemui jalan buntu. “Bahkan camat sempat mengatakan lebih kurang begini, kita bertemu di pengadilan saja,” kata Amir menirukan ucapan kliennya.
Camat Siabu Edi Sahlan ketika dihubungi wartawan Mandailingonline melalui telepon mengakui pernah bertemu dengan para penggugat karena ada perintah lisan Dahlan Hasan untuk membicarakan persoalan tersebut.
Namun, pertemuan tak menghasilkan kesepakatan. Alasannya, para penggugat meminta ganti rugi yang mahal, yaitu Rp35 juta per orang. Bahkan salah seorang pemilik lahan meminta sekitar Rp1 miliar.
Menurut Amir, dalam gugatannya melalui PN Mandailing Natal terdapat beberapa petitum (tuntutan). Antara lain, meminta pengadilan tersebut mengabulkan permohonan sita jaminan yang dimohonkan para tergugat.
Meminta pengadilan menyatakan sah dan berharga sita jaminan atas tiga jenis harta benda tergugat dalam kelompok sitaan, masing-masing: satu unit rumah di Perumahan Menteng Indah I No.3 Jl.Menteng 7/Jl. Panglima Denai, Medan Denai, Medan.
Selanjutnya, satu unit rumah di Jl. Sei Berantas No.74, Kelurahan Babura, Medan Sunggal, Medan, dan satu unit mobil Toyota BK-1723-DG.
Mengenai pokok perkara terdapat tujuh poin, di antaranya: meminta pengadilan mengabulkan gugatan para penggugat untuk seluruhnya; meminta pengadilan menyatakan tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan para penggugat.
Lalu, meminta pengadilan menghukum tergugat membayar ganti rugi materi sekitar Rp811 juta kepada para penggugat.
Berdasarkan sistem informasi online PN Mandailing Natal, sidang perdana dijadawalkan pada Senin (26/8). Meskipun begitu, Mahmud mengaku hingga Kamis (15/8), dia belum menerima pemberitahuan selaku kuasa hukum para penggugat. Bahkan, ketiga penggugat pun belum menerima undangan. (*)
Peliput: Tim
Editor: Akhir Matondang