BERBAGI
foto ilustrasi: kumparan

DALAM suatu diskusi non formal bersama rekan-rekan jurnalis baru-baru ini, disimpulkan hanya sekitar tujuh anggota DPRD Mandailing Natal (Madina), Sumut hasil pemilu 2019 yang berani bersuara di gedung dewan. Kalau pun dipaksakan ditambah, tidak lebih 10 dari 40 orang.

Dasar penilaian ke-10 wakil rakyat itu, baru sebatas berani bicara pada rapat-rapat resmi, seperti rapat komisi, badan anggaran, paripurna dan sebagainya. Belum kategori kemampuan serta keberanian mengkritisi suatu materi pembahasan berdasarkan peraturan dan perundang-undangan.

Itu jugalah sebabnya kinerja anggota DPRD Madina terlihat tidak maksimal dalam melaksanakan tugasnya. Secara garis besar, fungsi anggota dewan adalah legislasi, anggaran, dan pengawasan.

Selain itu, ada tugas-tugas penting wakil rakyat dalam pemerintahan daerah. Antara lain: membentuk peraturan daerah; memberi persetujuan pemindah tanganan aset daerah; melaksanakan pengoperasian dan penyerapan anggaran daerah; menyerap, menghimpun dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat.

Sebenarnya tugas seorang anggota dewan sangat mulia jika dilakukan secara penuh tanggung jawab. Namun memiliki tanggung jawab saja tidak cukup. Seorang legislator harus mempunyai kemampuan pada bidang tugas seorang wakil rakyat.

Anggota dewan seharusnya mau mempelajari setiap sesuatu yang hendak diputuskan di gedung parlemen. Tidak malu bertanya kepada pihak-pihak yang dianggap memahami masalah tersebut.

Paling penting, tidak jenuh mendengarkan aspirasi masyarakat. Sebab salah satu  fungsi anggota dewan, yakni: menyerap, menghimpun dan juga menindaklanjuti aspirasi masyarakat.

Wakil rakyat tak hanya lembaga negara yang memiliki tugas mendengarkan aspirasi, keluhan dan kebutuhan masyarakat, tapi mereka juga punya kewajiban menindaklanjuti aspirasi tersebut dalam setiap agenda pembahasan di gedung parlemen atau saat kunjungan lapangan.

Sebagai lembaga penghubung antara masyarakat atau rakyat dengan pemerintahan, setiap kebijakan yang diputuskan pemerintah daerah seharusnya tidak semena-mena, melainkan berdasarkan aspirasi masyarakat.

BERITA TERKAIT  Bahaya Mengintai Santri Pesantren Musthafawiyah Purba Baru?

Dengan demikian arah penggunaan anggaran bisa lebih baik, sesuai aspirasi masyarakat, pembangunan merata, kesejahteraan rakyat meningkat, pengawasan penggunaan APBD berjalan sesuai koridor.

Jika kinerja Pemkab Madina dinilai tidak maksimal dalam suatu bidang, misalnya, pihak yang mesti disalahkan tak hanya jajaran eksekutif. Dewan juga harus bertanggung jawab lantaran mereka lalai melaksanakan fungsinya.

Sebagai contoh, lihatlah masih ada sejumlah pekerjaan proyek fisik dari OPD (organisasi perangkat daera) tertentu sampai 31 Desember 2022 belum selesai, namun anggarannya sudah dicairkan oleh pihak OPD tersebut.

Di depan mata kita ada proyek Pasar Baru Panyabungan yang tak kunjung dapat dipakai pedagang. Sudah dianggarkan dana pematangan lahan di sekitar bangunan pasar tersebut melalui APBD 2022, tapi sampai Desember 2022 belum dikerjakan. Kenapa hal ini lolos dari pengawasan dewan.

Ada proyek jalan lintas barat Panyabungan benilai miliaran mangkrak. Ada angaran proyek fisik disahkan, tapi begitu mau dikerjakan rekanan, ternyata lahannya bermasalah.

Dianggarkan  proyek pembangunan jalan miliaran rupiah, tapi tidak jelas siapa yang menggunakan jalan tersebut, sementara di desa lain masyarakat “teriak” supaya jalan di kampung mereka dibangun.

Ah, terlalu banyak jika ditulis satu per satu berbagai persoalan pemeritahan dan pembangunan di daerah. Pertanyaannya, apakah ini tidak dipahami anggota dewan, atau mereka tahu tapi tidak bisa bersuara.

Lihatlah, anggota dewan diduga meloloskan anggaran dana hibah Rp65 juta kepada PWI Madina melalui APBD-P 2022, padahal sesuai peraturan organisasi ini tidak boleh lagi mendapat dana hibah karena mereka sudah terima pada 2021.

Secara umum dapat dikatakan kualitas anggota DPRD Madina harus makin ditingkatkan. Jangankan dituntut lantang menyuarakan kepentingan rakyat, untuk hadir pada rapat-rapat pembahasan atau sidang paripurna saja mereka malas. Sangat sulit mendapat kuorum.

BERITA TERKAIT  Catatan Redaksi Soal Kisruh PPPK Madina: Apa Untungnya Pertahankan Dollar pada Jabatannya

Siapa yang salah, ya kita, masyarakat Madina. Mereka duduk empuk disana lantaran tangan-tangan rakyat melalui daerah pemilihan masing-masing.

Saatnya cerdas memilih calon legislatif (caleg) jika Madina mau melangkah maju. Jangan gadaikan daerah yang sebenarnya menjanjikan kesejahteraan dan kemakmuran  bagi rakyatnya, namun terkalahkan oleh kepentingan sesaat.

Belum terlambat untuk berbenah. Pelajari rekam jejak anggota DPRD Madina yang saat ini sedang menjabat, jika dinilai bagus, pilih kembali kalau dia masih nyaleg

Ingin figur baru? Saatnya pelajari dan kenali mereka yang bakal maju sebagai caleg Pemilu 2024. Masih ada waktu sekitar 14 buan lagi.

Jika pemilu tahun depan tetap menggunakan sistem proporsional terbuka, masyarakat punya hak memilih langsung nama caleg dari salah satu partai. Janganlah sia-siakan suara kita hanya demi “sebungkus rokok”.

Jika “isi kantong” caleg masih penentu agar bisa duduk di gedung parlemen, jangan harap masyarakat mendapatkan wakil rakyat yang mau memperjuangkan kehendak rakyat. Hampir dapat dipastikan, mereka terlebih dahulu mengedepankan kepentingan pribadi atau kelompok.

Ketika persoalan dugaan money politik para caleg hasil Pemilu 2019 kami bedah bersama rekan-rekan jurnalis, didapat kesimpulan, sampai masa jabatan mereka habis pun 2024 nanti, bisa jadi masih banyak yang belum “pulang” modal.

Itulah sebabnya dari masa ke masa secara umum Madina tertinggal dibanding kabupaten lain di Sumut. Ini sebuah ironi di daerah subur, tanah emas, dan berlimpah air. Meminjam motto suatu daerah di Jawa, wilayah kita ini: gemah ripah loh jinawi.

Selamat tahun baru 2023. Selamat memasuki tahun politik…

Akhiruddin Matondang

 

BERBAGI

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here