MEDIA onlineTribun-Medan menampilan foto DHS, kepala Dinas Pendidikan Mandailing Natal (Madina), Sumut, mengenakan baju tahanan Poldasu. Lelaki berbadan tambun tampak berdiri menghadap kiri dibalik jeruji besi.
Foto mengenakan baju tahanan berwarna merah itu merupakan penampakan kali pertama DHS sejak Subdit III Tipikor Ditreskrimsus Polda Sumut menetapkan dia sebagai tersangka kasus suap seleksi penerimaan PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) Madina pada, Jumat (12/1/2024).
“Tampang Kadis Pendidikan Kabupaten Mandailing Natal Dollar Hafriyanto Siregar usai ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Polda Sumut,” demikian narasi ditulis Tribun-Medan terkait foto tersebut.
Dengan ditetapkan DHS sebagai tersangka, ini memberi sinyal perjuangan para peserta tes PPPK Madina 2023 yang merasa menjadi korban kezaliman pihak Dinas Pendidikan dan BKPSDM (Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia) Madina memberi secercah harapan.
Jalan menuju pembatalan nilai SKTT (Seleksi Kompetensi Teknis Tambahan) terbuka lebar. Nilai SKTT inilah yang menjadi biang persoalan. Dinas Pendidikan dan BKPSDM menjadikan SKTT sebagai alat meluluskan dan tidak meluluskan yang dikehendaki mereka dengan dasar hukum pasar.
Jika peserta hendak diluluskan, nilai SKTT diberi tinggi. Sebaliknya, jika hendak ‘dihempaskan’, tinggal beri nilai satu setiap poin komponen kompetensi.
Entah dimana letak otak mereka sehingga sampai hati memberi rata-rata nilai satu setiap poin kompetensi kepada peserta. Padahal sebagian besar di antaranya memiliki masa kerja di atas 15 tahun. Kalau moral saja nilai satu, berarti guru itu boleh disebut sinting. Artinya lebih pintar murid dari guru yang memiliki nilai moral satu.
Kalau gurunya sinting, kepsek yang selama ini mempertahankan guru honorer sinting sebagai tenaga pengajar di sekolahnya, berarti si kepsek lebih sinting.
Indikasi ‘permainan’ uang seolah tak terbantahkan seiring pengakuan para peserta, baik yang lulus maupun tak lulus. Pasarannya diduga mencapai Rp35-50 juta. Bahkan, berbagai sumber menyebutkan di wilayah pantai barat bisa jauh di atas angka tersebut. Kita berharap penyidik bisa membuka tabir kebenaran isu yang berkembang di tengah masyarakat tersebut.
Belum lagi soal banyaknya honorer siluman seperti ditulis media ini secara bersambung. Kerja di PLN Ranting Muarasoma, bisa lulus sebagai guru di SD Sikumbu padahal ia tak pernah menjadi guru honorer. Kerja di KCP Bank Muamalat Panyabungan, bisa diterima menjadi guru meskipun tak pernah mengajar sebagai honorer.
Lalu, ada tukang parut kelapa di Panyabungan, lulus di salah satu SD di Kecamatan Ulu Pungkut. Ini sekadar contoh. Masih banyak lagi, peserta berwajah jumbalang bisa di atas 100.
Para siluman ‘gentayangan’ diduga buah permainan ‘ordal’ alias orang dalam. Untuk merubah Dapodik, harus ada kerja sama pihak sekolah dan Dinas Pendidikan Madina.
Sebab itu, sangat aneh pengakuan Mey Kartika, kepala SD Negeri 078 Panyabungan, Madina, yang menyebutkan dia tak tahu menahu soal masuknya nama Erwin Nst dalam Dapodik sekolah itu.
Sosok seperti Mey Kartika, dan kepsek-kepsek lain yang pintar bersilat lidah semestinya diperiksa APH (aparat penegak hukum). Janganlah Inspektorat Madina yang menangani, sebab tak bakal ada penindakan.
Penyelidikan terhadap Mey dipastikan dapat membuka tabir lebih luas siapa saja yang terlibat dalam ‘gerbong’ dugaan pungli (pungutan liar) berjamaah ini. Apalagi dia merupakan adik kandung kepala Bidang PTK (Pendidik Tenaga Kependidikan) Dinas Pendidikan Madina.
Atraksi kepala Bidang PTK Dinas Pendidikan Madina sebelum pengumuman kelulusan seleksi PPPK Madina 2023 banyak menjadi topik perbincangan di antara para peserta seleksi, termasuk di lingkungan pemkab setempat.
Secara garis besar carut marut seleksi PPPK Madina tak lepas dari pergantian kepala Bidang PTK Madina lama kepada yang baru. Diduga, nama-nama ‘titipan’ era pejabat lama tidak diakomodir pejabat baru di PTK.
Itulah sebabnya, banyak peserta yang ‘transaksi’ dengan pejabat lama, tidak lulus lantaran pejabat baru lebih memilih ‘konsumen’ sendiri.
“Kalau titipan pejabat lama diterima, tentu pasti tidak utuh alias dikurangi. Nah, pejabat baru di PTK ingin ‘barang’ dia sendiri biar nilai ‘dolar’ lebih tinggi,” ujar seorang guru sembari bercanda.
Kabarnya pertikaian antara pejabat lama dan baru di PTK sempat sampai di telinga DHS, namun saat itu dia berujar, “Udalah, selesaikan saja baik-baik.”
DHS terkesan anggap remeh terhadap semua persoalan. Kalau saja, ‘pertikaian’ pejabat baru Bidang PTK dan lama dapat dselesaikan secara tuntas, belum tentu masalah seruwet seperti saat ini.
Sekarang nasi sudah jadi bubur. Saya harus mengatakan bupati Madina pun terlalu egois menyikapi persoalan ini. Apa salahnya rekomendasi dewan ditindaklanjuti tanpa ada intrik-intrik hendak memberi angin surga atau PHP (pemberi harapan palsu) terhadap mereka korban kesewenang-wenangan seleksi PPPK.
Begitu mudah sebenarnya persoalan selesai kalau saja ada niat tulus kepala daerah menyelesaikan kisruh secara bijaksana. Seperti saya sebutkan dalam tulisan catatan redaksi sebelumnya, bupati lupa, kasus ini bisa merembet kemana-mana.
Jika kita pakai akal sehat, semestinya bupati cepat membatalkan nilai SKTT. Lalu, peserta siluman dicoret dan memasukkan nama mereka dalam daftar tunggu penerimaan PPPK 2024.
Setelah siluman keluar melalui audit transparan, lalu peserta diranking berdasarkan nilai CAT dan mengutamakan kelulusan guru honorer yang memiliki masa kerja lama sesuai kuota penerimaan. Ini baru memanusiakan guru yang sudah lama mengabdi.
Simpel sebenarnya, tapi karena terlalu banyak muatan kepentingan, akhirnya DHS pun dimasukkan kebalik jeruji besi.
Apakah DHS mau sendiri menjadi korban, saya tidak yakin. DHS bukanlah orang bodoh. Dia akan ‘bernyanyi semerdu’ mungkin agar ia ada kawan di dalam bui. Ada kepala BKPSDM, yang juga diduga ikut sebagai otak persoalan.
Selanjutnya ada kepala Bidang PTK Dinas Pendidikan. Calo-calo yang selama ini menjadikan Dinas Pendidikan sebagai ladang memperkaya diri. Jangan lupa juga operator Dapodik diperiksa.
Kepala Bidag Humas Poldasu Kombes Pol. Hadi Wahyudi mengatakan selain soal suap seleksi PPPK, mereka yang diperiksa juga ada dugaan masalah jabatan fungsional di pemkab setempat.
Informasinya, ada delapan orang yang diamankan bersama barang bukti uang tunai ratusan juta rupiah. Kita tunggu polisi mendalami kasus ini.
Mereka yang merasa terlibat pasti sedang ketar-ketir, termasuk para kepsek yang tamak dan ambisius menjadikan anak kandung atau familinya menjadi PPPK. Para kepsek zalim yang rela menari-nari di atas penderitaan batin para guru yang sudah mengabdi lama, bahkan sampai 18 tahun.
Siapa selanjutnya yang bakal mengenakan baju tahanan warna merah seperti dipakai DHS, kita tunggu. Berani berbuat, berani tanggung jawab. Zalim harus dilawan. Kesewenang-wenangan mesti dibumingahuskan…
Akhiruddin Matondang