BERBAGI
Surat panggilan terhadap para pihak saksi pelapor. Setelah mereka diperiksa, tak ada perkembangan yang diketahui oleh pihak korban. Para pelaku terduga pengeroyokan tetap bebas beraktivitas. (foto: akhir matondang)

INI tulisan ketiga atau terakhir dari edisi Jumat Curhat. Alhamdulillah banyak diapresiasi  oleh pembaca. Terutama sorotan keaktifan kapolres pada acara serimonial pemkab. Mereka mengatakan juga sangat memperhatikan. Masak pelantikan eselon 2,3, dan 4 saja yang jelas   urusan internal pemkab, kapolres masih menyempatkan diri.

Kita lanjut. Lalu apa pemicu lima remaja itu hendak balas dendam kepada Sahrul. Bisa jadi ada kaitan ketika beberapa hari sebelumnya Sahrul mengejar mereka karena ia diejek saat mengendarai sepeda motor cup-70.

Hari berikutnya, giliran beberapa remaja mengejar Sahrul di Aek Galola. Tak berhasil, lalu mereka pun datang ke rumah Sahrul menjelang magrib, tepatnya saat terjadi pengeroyokan lima remaja terhadap Sahrul. “Orangnya itu-itu juga,” kata Nurmadingin.

Apapun awal persoalan ini, Sahrul dan kawannya sudah menjalani hukuman meskipun proses persidangan terasa janggal. Apapun putusan hakim harus tetap dihormati.

Pasca keluar dari tahanan, Sahrul pun kerja di suatu tempat di Panyabungan untuk mengisi aktivitasnya. Orangtuanya sengaja meminta supaya si anak jangan terlalu banyak keluar rumah untuk mengantisipasi hal-hal tak diinginkan dari rekan-rekan almarhum X.

Bahkan, Sahrul diminta cepat menikah agar ia makin serius kerja karena sudah punya tanggung jawab.

Dendam

Waktu berlalu, Selasa (28-3-2023) malam, sekitar pukul 20.00, Sahrul bersama kawannya sedang berada di sekitar areal SPBU Aek Galoga. Tanpa diduga, tiba-tiba datang sekitar tiga lelaki mendekati mereka. “Ho dei na margoar si Arul i (Kau yang namanya Arul),” tanya seorang di antaranya.

“Ya,” jawab Sahrul polos.

Begitu mendengar jawaban itu, mereka langsung menghajar Sahrul secara membabi-buta hingga ia terjatuh. Korban tidak bisa berbuat banyak karena posisinya terjepit di antara dua sepeda motor yang sedang parkir.

Saat Sahrul dihajar, kawannya lari memberi tahu Ikbal ke rumahnya, di perkampungan Aek Galoga—tak jauh dari SMK Negeri 1 Panyabungan. Mengetahui adiknya dikeroyok, Ikbal dan kawannya menuju Lubuk Sibegu hendak menanyakan alasan mereka mengkeroyok Sahrul.

Begitu tiba di Lubuk Sibegu salah seorang lelaki yang ikut mengeroyok Sahrul bersama 30-an orang lainnya sudah menunggu. Tanpa pikir panjang, mereka menghajar Ikbal, sebagian di antara pakai kayu dan batu.

BERITA TERKAIT  Bupati Madina: Jangan Egois, Kita Harus Beri Maaf bagi Mereka yang Hilaf

Menghadapi orang begitu banyak Ikbal kewalahan. Ia pun tersungkur ke parit, dan sempat berhasil melarikan diri ke depan rumah salah seorang warga.

Tak lama kemudian, Sahrul dan kawannya datang. Mereka melihat Ikbal mengerang kesakitan bersimbah darah. Tanpa pikir panjang, korban dilarikan ke rumah sakit.

Akibat pengeroyokan ini Ikbal sempat beberapa hari dirawat di RSUD Panyabungan. Ia mengalami luka pada bagian kepala, dahi, mata, bibir dan belasan luka lecet di kedua kaki. Bahkan, luka di kepala terpaksa tindakan operasi.

Sementara Sahrul  mengalami beberapa luka lebam di sekitar wajah akibat dikeroyok tiga orang di halaman SPBU Aek Galogal.

Malam itu, juga pihak korban sudah melaporkan aksi pengeroyokan ini di Mapolres Madina. Ada dua LP terkait aksi main hakim ini, yakni laporan  korban Sahrul Efendi, sesuai STPL (Surat Tanda Penerimaan Laporan) Nomor: STPL/71/III/2023/SPKT/Polres Mandailing Natal/Polda Sumut tanggal 29 Maret 2023 yang diterima Aiptu M. Syafii Nasution.

Kedua, laporan ayah kedua korban—Sahrul dan Ikbal– yaitu: Sahirin (56), Nomor: STPL/72/III/2023/SKPT/Polres Mandailing Natal/Polda Sumut tanggal 29 Maret 2023 yang diterima Aiptu Budi Dharma.

Dari kedua laporan itu polisi menggunakan pasal 170 Undang-undang  Nomor 1 Tahun 1964 tentang KUHP. Pasal ini terkait aksi pengeroyokan dengan ancaman hukuman lima tahun enam bulan penjara.

Saat bincang-bincang dengan Sairin pada, Kamis (25/5/2023), dia mempertanyakan keseriusan polisi mengusut laporan mereka. “Sampai saat ini, belum ada perkembangan yang kami ketahui. Anak kami memang sudah diperiksa, hanya sampai disitu. Informasinya, para pelaku masih berkeliaran,” katanya belum lama ini.

Dia menambahkan,“Ini aksi pengeroyokan, yang sebenarnya tidak ada laporan pun, polisi bisa melakukan menyidikan. Kami hanya minta keadilan. Ketika Sahrul tersangkut hukum saat ia dikeroyok di halaman rumah kami, hanya berselang sekitar tiga jam dia sudah dijemput polisi dan diproses hukum. Apakah adil, ketika anak kami dikeroyok lalu pelakunya tidak tersentuh hukum.”

BERITA TERKAIT  Pulang Sekolah, 11 Bocah “Ngupas” Pinang

Padahal aksi pengeroyokan termasuk delik umum, bukan delik aduan. Meskipun sebenarnya tidak ada LP terkait suatu aksi pengeroyokan, polisi bisa melakukan penyidikan karena menyangkut ketertiban umum.

Sebab itu keluarga Ikbal dan Sahrul berharap polisi tidak menganggap persoalan ini sepele. Tindakan yang dilakukan oleh para pelaku bukan lagi penganiyaan ringan seperti disebutkan kapolres, tapi ada upaya pembunuhan yang dilakukan sekelompok orang.

Belum lama ini, kapolres membantah pihaknya menyepelekan kasus pengeroyokan di Lubuk Sibegu. “Tidak ada niat tidak memproses kasus ini. Hanya saja, ada prosedur yang harus dilalui karena sudah dibuatkan LP,” katanya sekitar dua bulan lalu. Tidak jelas, prosedur apa yang hendak ia lalui.

Nah, kini sudah jelang dua bulan. Beberapa hari lalu, Nurmadingin dan suaminya mendatang ke Mapolres Madina hendak mempertanyakan proses penanganan LP yang mereka buat, namun saat itu polisi sedang sibuk rapat jelang acara NU di Musthafawiyah Purba Baru.

Dua hari kemudian, kedua orangtua Sahrul dan Ikbal datang lagi ke Mapolres Madina menemui polisi yang menangani kasus ini, dan mereka hanya dapat jawaban, “Sabar dulu…”

Sampai kapan keluarga korban harus sabar. Dimana rasa empati dan tanggungjawab kapolres.

Apakah harus diviralkan juga seperti kasus lain yang cepat penanganannya setelah menjadi perhatian publik.

Semoga kapolres tidak tebang pilih dalam penegakan hukum. Semoga kapolres lebih fokus pada tugasnya, sehingga supremasi hukum benar-benar tegak di daerah ini.

Sekadar mengingatkan, kami bisa buat LP Ikbal karena lapor kapolres. Lalu, pihak saksi pelapor pun diperiksa karena lapor kapoles. Ini kami curhat, agar kapolres juga lanjutkan kasus ini.

Kami masih yakin kapolres mampu bekerja profesional, jika tidak, tentu tak menutup kemungkinan pihak keluarga bakal melaporkan kasus in kepada kapolri, kapolda, kompolnas, anggota komisi III DPR-RI dan pihak terkait lainnya…(Habis)

Akhiruddin matondang

 

BERBAGI