EUFORIA prestasi Mandailing Natal (Madina) meraih predikat opini WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Sumut masih terasa. Di sana-sini, perbincangan mengenai hal terus ‘bergaung’.
Masyarakat Madina menanggapi secara beragam. Ada yang bangga, tak sedikit juga seakan tak peduli. Itu lumrah. Bisa jadi, mereka acuh terhadap prestasi tersebut karena tidak paham tentang WTP.
Sebaliknya, bagi yang paham, tentu memberi apresiasi terhadap Bupati H.M. Jafar Sukhairi Nasution. Sebab baru kali inilah Madina mampu meraih WTP sejak memisahkan diri dari Tapanuli Selatan 24 tahun silam. Mereka juga mungkin paham WTP perlu sebagai bukti pengelolaan keuangan versi BPK sudah sesuai ketentuan.
Pemberitaan media online soal WTP masih marak, meskipun mulai berkurang. Satu dua ada postingan medsos menyampaikan ucapan selamat, dibarengi harapan kedepan Madina lebih maju dan sejahtera. Mampu memperbaiki infrastruktur, meningkatkan pelayanan publik, membuka lapangan kerja, mengurangi angka kemiskinan dan masih banyak persoalan lain yang membuat kabupaten ini tidak maju.
Jafar Sukhairi menyatakan rasa syukur karena pada era kepimpinannya Madina mampu meraih WTP. Ketua DPW PKB Sumut ini sampai tak kuasa menahan air mata di depan khalayak saat acara penyerahan penghargaan WTP karena terharu atas prestasi yang didapat daerahnya.
Bupati bahagia karena penantian panjang selama 24 tahun akhirnya tercapai. Ia senang lantaran prestasi didapat saat kebijakannya bersama Wakil Bupati Atika Azmi Utammi banyak menuai sorotan masyarakat.
Menurut Jafar Sukhairi keberhasilan mendapat WTP merupakan wujud kerja keras semua pihak terkait pengelolaan keuangan daerah. Artinya, tagline Madina Bersyukur, Madina Berbenah, bukan sekadar di bibir atau simbol saja, tapi benar-benar diimplementasikan dalam proses pengelolaan pemerintahan.
Pencapaian yang diraih Jafar Sukhairi dan jajarannya merupakan hasil kerja keras dalam melakukan pembenahan tata kelola keuangan. Dalam setiap kesempatan rapat atau acara tertentu, bupati selalu mengingatkan jajarannya terus melakukan pembenahan administrasi dan meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat. Ia seperti tak bosan, juga tak jenuh mengarahkan pimpinan OPD (organisasi perangkat daerah) menata dan membenahi tata kelola keuangan.
Itu dilakukan disebabkan bupati optimisme Madina mampu meraih WTP. Tentu ada syaratnya, semua pihak terkait dan stakeholder harus menjalin kerja sama dan saling bahu-membahu menata pola kerja dan melakukan pembenahan atas kekeliruan yang sadar atau tidak, selama ini seolah membudaya.
Itulah sebabnya, beberapa saat setelah predikat opini WTP diraih, Jafar Sukhairi merasa penting menyampaikan ucapan terima kasih kepada wakil bupati, pimpinan dan anggota dewan, para OPD, stakeholder serta semua lapisan masyarakat yang telah turut membantu sehingga menurut BPK daerah ini layak dapat WTP.
Apa sebenarnya WTP, kok sampai bupati ngebet bangat mendapatkannya. Opini WTP adalah suatu hasil audit yang diterbitkan BPK jika laporan keuangan dianggap memberikan informasi yang bebas dari salah saji material.
Dengan predikat ini, auditor meyakini berdasarkan bukti-bukti audit yang dikumpulkan—dalam kaitan ini pemerintah daerah– dianggap telah menyelenggarakan prinsip akuntansi yang berlaku umum dengan baik. Kalaupun ada kesalahan, kesalahan itu dianggap tidak material dan tidak berpengaruh signifikan terhadap pengambilan keputusan.
Dengan kata lain, BPK Sumut menilai pelaksanaan anggaran Pemkab Madina tahun 2022 sudah baik. Ini sangat menggembirakan, khususnya bagi warga Madina.
Mendapatkan opini WTP bukanlah hal mudah. Hingga saat ini, masih banyak kabupaten/kota di tanah air belum pernah sama sekali meraih WTP. Madina saja, seperti disebutkan di atas, harus menunggu sampai 24 tahun.
Tapi jangan salah. Banyak juga daerah tingkat dua atau provinsi di Indonesia hampir tiap tahun berhasil mendapat predikat WTP meskipun sebenarnya masyarakat di daerah itu belum tentu merasakan manfaatnya bagi mereka.
Kita yakin hal itu tidak dikehendaki Jafar Sukhairi. Ia ingin prestasi ini menjadi tonggak sejarah dalam menata Madina supaya makin maju dan dapat bersaing dengan kabupaten lain, setidaknya di Sumut.
Terlepas masih ada kekurangan di sana sini, tentu itu hal lumrah. Pastinya, Sukhairi-Atika berkomitmen melakukan pembenahan menuju perubahan kearah lebih baik. Inilah momentum yang tidak boleh terabaikan dalam melakukan penataan.
Saat ini dihadapan mata sedang berjalan APBD 2023. Apakah pengelolaan anggaran tahun ini bakal meraih WTP juga pada tahun depan, kita belum tahu. Hanya saja, optimistis harus tetap terpatri dalam diri para pengelola keuangan dan stakeholder. Sekadar mengingatkan saja, mempertahankan suatu prestasi jauh lebih sulit dari meraihnya.
Namun perlu kita pahami, daerah mana pun yang meraih prestasi WTP bukanlah sebagai indikator pemerintahan di sana bersih dari praktik kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN).
Pastinya, daerah yang dapat WTP bakal dapat keuntungan, yaitu berpeluang memperoleh insentif dari pemerintah pusat yang disebut dana insentif daerah (DID).
Tidak itu saja, capaian WTP terhadap suatu daerah diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan publik terhadap kinerja aparatur pemerintah daerah dalam hal menarik investor.
Dengan tertariknya investor menanamkan modal di suatu daerah, diharapkan pendapatan asli daerah (PAD) bertambah sehingga kemandirian fiskal dapat ditingkatkan.
Apapun pro kontra mengenai prestasi Jafar Sukhairi meraih WTP, BPK menilai pelaksanaan APBD Madina 2022 patut diapresiasi. Sebab itu ada kalanya ocehan mereka melalui medsos yang memandang sinis kinerja pemkab tak terlalu penting didengar, karena dengan predikat WTP ini sudah cukup menjawab kritikan mereka.
Terkadang tampak sekali mereka hanya pandai menyerang. Pandai mengkritik lantang tentang sesuatu, tetapi tidak bisa menawarkan solusi. Ada kesan, apapun yang dilakukan bupati dan jajarannya selalu salah. Seperti sekarang, Madina dapat WTP, mereka seolah tak bangga. Bahkan, ada yang melontarkan komentar sindiran.
Giliran tak dapat WTP, mereka protes. Seolah bupati dan jajarannya tidak kerja dan tak peduli dengan pengelolaan keuangan daerah. Aneka ocehan mereka sebutkan, misalnya, kinerja bupati dan wakil bupati tak jelas. Tingkat kebocoran, pengangguran, kemiskinan, desa terisolir, jalan-jalan rusak, dan lainnya dijadikan isu untuk menyudukan kepemimpinan Jafar Sukhairi.
Mereka tidak melihat kemampuan APBD. Hak setiap orang memang menyampaikan pendapat, tapi semestinya setiap persoalan harus dilihat secara realistis. Jangan sampai ‘kicauan’ mereka berbau sentimen sehingga apapun yang dilakukan pemkab selalu salah. Kata orang Mandailing, tuon-tuon sala.
Sepantasnyalah kita senang Madina dapat WTP . Tetapi jangan sampai tutup mata atas penilaian miring masyarakat terhadap kinerja pemkab. Tetap harus introspeksi diri. Tetapi terus lakukan perbaikan. Lihatlah begitu gencar sorotan dugaan KKN di tubuh Dinas Pendidikan Madina.
Tengoklah OPD yang tak jelas kiprahnya di tengah masyarakat, sebut saja: Dinas Ketahanan Pangan Madina. Namanya sih gagah. Seolah instansi inilah yang menjamin ketersediaan pangan di daerah ini. Padahal dilikuidasi pun OPD ini bisa jadi tak akan ada pengaruhnya bagi ketersediaan pangan bagi masyarakat.
Tentu hampir semua instansi menyimpan persoalan keuangan. Jangan anggap sepele juga dugaan permainan anggaran di Dinas Kominfo Madina oleh oknum pejabat di instansi tersebut. Terlalu kasar jika mereka disebut tamak.
Jadi opini WTP tidaklah menjadi bukti suatu daerah bebas KKN. Masyarakat tahu itu, sehingga WTP banyak diplesetkan macam-macam: Wajar Tanpa Pembangunan, Wajar Tetap Korupsi, Walau Tanpa Pertanggujawaban, dan entah apa lagi.
Sulitnya dalam proses mendapatkan WTP ini harus menjadi pelajaran bagi semua pihak terkait. Temuan, pasti ada. Kedepan hendaknya daerah ini bisa meminimalisir temuan. Kalau membuat zero, rasanya tak mungkin.
Perkuar fungsi dan peran Inspektorat Madina. Jangan hanya formalitas atau bisanya ‘memainkan’ setiap laporan atau temuan lapangan. Ini sudah rahasia umum.
Pemkab Madina tidak boleh lengah atas prestasi ini. Jadikanlah sebagai tonggak mawas diri dan introspeksi diri. Banyak daerah setelah mendapatkan WTP, justru berbenturan kasus korupsi.
Provinsi Lampung yang sedang viral karena kondisi jalan banyak rusak, ternyata tahun ini juga mendapat WTP untuk kesembilan kalinya.
Pertanyaannya, untuk apa WTP. Dengan predikat WTP, pengelolaan keuangan sudah bagus. Dari sinilah diharapkan proses pemerintahan dan pembangunan berjalan baik sehingga dapat mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Penggunaan anggaran hanya akan tepat sasaran jika dilakukan dengan tata kelola yang baik pula.
Kita juga jangan menutup mata. Bagi sebagian besar masyarakat, WTP atau tidak, bukanlah hal penting, kesejahteraannlah lebih utama.
Sekali lagi selamat. Semoga tahun 2024 nanti Madina masih tetap dapat WTP. Kita doakan juga, Madina meraih Piala Adipura, juga untuk kali pertama.
Akhiruddin Matondang