BERITAHUta.com—Dua alumni SMA Negeri 1 Panyabungan memberikan penilan terhadap kondisi Kabupaten Mandailing (Madina), Sumut saat ini. “Cemburu kita melihat kemajuan daerah lain,” kata Ir. Tabrani Lubis.
Mantan pejabat teras di salah satu anak perusahaan BUMN (Badan Usaha Milik Negara) PT RNI, menyatakan prihatin melihat ketertinggalan pembangunan Madina.
Maaf, kata dia, kondisi Panyabungan sebagai ibu kota kabupaten sampai saat ini kumuh. Tidak jelas penataan ruangnya.
Dia mencontohkan, di Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) terdapat tujuh kabupaten pemekaran baru yang lahir pasca reformasi, yaitu: Banyuasin, OKU Selatan, OKU Timur, Ogan Ilir, Empat Lawang, Musi Rawas Utara, Lematang Ilir Penukal Abada.
Sekarang ketujuh kabupaten itu terlihat maju. Pasar modern, terminal, rumah sakit, dan ada perguruan tinggi (PT) baru. Tata kotanya jelas dan bagus. Pembangunan jalan juga bagus.
“Dulu ketika saya baru masuk Sumsel sekitar 1980-an, jauh lebih ramai Panyabungan. Sannari malah degesan kabupaten pecahan na baru on dibanding kabupaten/kota induk nai,” kata Tabrani, alumni Institut Pertanian Bogor (IPB) asal Desa Pagaran Tonga, Kecamatan Panyabungan Selatan, kepada Beritahuta.com, belum lama ini.
Suatu saat dia pernah bertanya terhadap salah seorang pejabat pemkab mengenai keberhasilan pembangunan kabupaten baru, menurut sang pejabat tergantung kapabilitas kepala daerahhnya.
“Bupati harus mampu menjalin kerjasama positif dengan legislatif dalam menyusun rencana anggaran pembangunan daerah periode lima tahun yang dituangkan dalam rencana anggaran belanja tahunan daerah,” katanya.
Selanjutnya, kata Tabrani, kepala daerah dan pihak-pihak terkait mengawal usulan sampai ke DPR-RI . Lalu diusulkan dan dikawal sampai ke DPR Pusat agar dipastikan setiap tahun tercantum dalam anggaran belanja negara di Kemeterian Keuangan RI.
“Bupati harus gigih mamperjuangkan anggaran sampai pusat dan memastikan anggaran belanja yg diusulkan disetujui pusat,” ujar Tabrani.
Dengan demikian, lanjutnya, progres pembangunan daerah bisa direalisasi setiap tahun. Tentu perlu komitmen, tidak ada kebocoran pemakaian anggaran belanja.
“Anggaran belanja yang diusulkan mesti berdasarkan skala prioritas kebutuhan masyarakat di daerah, dan berdasarkan kajian kelayakan analisa mengenai dampak lingkungan (AMDAL), sehingga pembangunan bermanfaat bagi masyarakat. Tidak asal-asalan, yang pada akhirnya mubasir,” jelas Tabrani.
“Kepala daerah harus memiliki jiwa kepemimpinan, kapabel, profesional, dan memiliki integritas yang kuat. Kalau Madina ingin cepat maju dan berkembang margonti majolo bupati na,” sebutnya.
Sementara itu, Kombes Pol. (Purn) M. Rasyid Lubis, SH., menyebutkan sebagai pendukung pasangan calon bupati-wakil bupati Madina, H.M. Sofwat Nasution dan Ir. H. Zubeir Lubis (Sofwat-Beir) yang berada di perantauan ia menilai Madina sekarang masih tertinggal dibanding kabupaten/kota lain.
Apalagi jika dibanding dengan kabupaten lain yang usianya sama dengan Madina. “Dengan kabupaten yang lahir pasca reformasi saja kita sudah tertinggal,” katanya.
Karena itu, menurut Rasyid Lubis yang berasal dari Kelurahan Sipolu-polu, Kecamatan Panyabungan, Madina jika Madina ingin bangkit dari tiga pasang calon kepala daerah yang berkompetisi saat ini ia menilai sosok Sofwat-Beir yang paling pas serta ideal.
“Bahkan jika ingin Madina selamat dari oknum-oknum berhaluan komunis, dan Islam tetap jaya di Madina, sebaiknya masyarakat Madina mendukung dan memilih Sofwat-Beir pada Pilkada 9 Desember 2020. Sofwat-Beir 100 prosen sudah pasti anti komunisme,” katanya.
Sofwat Nasution, ujar Rasyid Lubis, mantan anggota TNI yang taat beribadah. Ini pas, sesuai moto Madina Negeri Beradat Taat Beribadat. “Kan lucu dan tidak elok jika motonya begitu, tapi pemimpinnya tidak taat beribadah,” pungkasnya. (*)
Peliput: Tim
Editor: Akhir Matondang