BERBAGI
SAPA PENDUKUNG--Kedua paslon menyapa pendukungnya usai rapat pleno terbuka pengundian nomor urut pasangan calon peserta Pilkada Madina di Gedung Serbaguna, Panyabungan, Senin (23/9/2024). (foto: syahren hasibuan)

DUA pasangan calon (paslon) bupati dan calon wakil bupati Mandailing Natal (Madina), Sumut dipastikan bertarung pada Pilkada serentak, 27 Nopember 2024, yakni paslon: Harun Mustafa Nasution-M.Ichwan Hussein Nasution (On Ma) dan Saipullah Nasution-Atika Azmi Utammi (Sahata).

Pengesahan paslon peserta Pilkada Madina dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Madina, Minggu (22/9/2024). Sahata diusung Partai Nasdem (5 kursi), PKB (5), Partai Demokrat (5), PKS (4), Partai Hanura (2), Perindo (1) dan PPP (1). Total: 23 kursi dewan.

Sedangkan On Ma, diusung Partai Gerindra (7 kursi), Golkar (6), PAN (3), dan PDIP (1). Jumlah: 17 kursi dewan.

Pengundian nomor urut paslon berlangsung, Senin (23/9/2024) siang. Pasangan Harun-Ichwan mendapat nomor 1, sedangkan Saipullah-Atika nomor 2.

Dibanding pemilihan bupati dan wakil bupati Madina 2020, paslon pilkada kali ini lebih sedikit. Dulu terdiri tiga pasang: H.M. Jafar Sukhairi Nasution-Atika Azmi Utammi; Dahlan Hasan Nasution-Aswin Parinduri; dan M. Sofwat Nasution- Zubeir Lubis.

Artinya pada Pilkada 2024 yang masa kampanye mulai 25 September hingga 23 November 2024, suka atau tidak suka, masyarakat hanya ada dua paslon pilihan, nomor: 1 atau 2.

Jika saya ditanya, siapa di antara kedua paslon tersebut lebih berpeluang menang, tentu belum dapat diprediksi sebab kontestasi sesungguhnya baru mulai digelar. Pertanyaan serupa pernah saya utarakan terhadap beberapa warga dan elemen masyarakat Madina, mereka juga mengaku belum menentukan pilihan.

Masing-masing di antara dua paslon memiliki kelebihan dan kekurangan. Berikut ini saya coba mengurai secara umum tentang calon bupati dan calon wakil bupati Madina pada Pilkada 2024. Urutan sesuai nomor urut paslon.

HARUN MUSTAFA NASUTION. Cucu pendiri Pesantren Musthafawiyah Purba Baru ini sebenarnya tergolong baru di dunia politik. Diawali pada Pemilu 2019, dia mendapat suara melimpah untuk meraih salah satu kursi DPRD Sumut dari Partai Gerindra. Kala itu dia mau jadi calon anggota dewan tingkat provinsi antara lain karena dorongan Ustad Abdul Somad (UAS).

Harun, begitu ia biasa disapa, sempat menduduki jabatan wakil ketua DPRD Sumut selama satu periode. Pada pemilu legislatiif 2024 lalu, dia mengincar salah satu kursi DPR-RI dari Dapil Sumut 2, namun gagal. Suara yang didapat jauh di bawah perolehan saat menjadi calon anggota DPRD Sumut lima tahun lalu.

Ini harus menjadi catatan bagi Harun pada Pilkada Madina 2024. Soalnya, bisa jadi suara yang didapat pada 2019 merupakan efek domino pertarungan Prabowo-Jokowi pada pemilihan presiden. Saat itu, Prabowo didukung kelompok 212 yang dimotori para ulama.

Selama menjadi wakil rakyat di DPRD Sumut, Harun mampu kian mendekatkan diri terhadap konstituen, terutama di Madina. Jika pemilu legislatif lalu suaranya anjlok, bisa jadi lantaran efek pilpres juga. Pemilih di Madina lebih condong ke Anies daripada Prabowo. Seperti diketahui, Gerindra mendukung Prabowo.

Kinerja Harun selama di legislatif tergolong baik. Itu terlihat adanya sejumlah pembangunan fisik di Madina yang diperjuangkannya melalui anggaran pemprov. Ia juga banyak membantu warga dalam bidang sosial dan keagamaan.

Menurut saya, Harun bukanlah tipe politikus yang banyak beretorika, tapi lebih memilih kerja daripada bicara.

Dalam pilkada kali ini, hanya Harun-lah yang betul-betul memiliki potensi basis suara, yakni dukungan dari keluarga santri dan alumni Musthafawiyah yang tersebar sampai di pelosok kampung.

Namun jangan lupa, berdasarkan pengalaman Pilkada 2020 lalu, banyak juga suara keluarga santri dan alumni beralih dukungan dari paslon yang didukung Mudir Pesantren Musthafawiyah H. Mustafa Bakri Nasution ke paslon lain. Tentu saja beda, sebab kali ini yang maju sebagai calon bupati adalah sang cucu pendiri pesantren tersebut.

BERITA TERKAIT  Setelah Nyatakan Dukungan, Kaum MILENIAL Bicara Mengenai Sosok Sofwat-Beir

M. ICHWAN HUSSEIN NASUTION. Sosok calon wakil bupati pendamping Harun Mustafa ini tidaklah begitu dikenal masyarakat Madina. Pun mungkin dia belum begitu paham daerah ini, baik secara administrasi maupun sosial kemasyarakatan meskipun dia bermarga Nasution.

Ichwan lahir di Medan pada, 3 Januari 1970. Dia bersama istri, Andi Andini, dan dua anak juga menetap di Medan.

Sesuai persyaratan administrasi yang diserahkan ke KPU Madina, pendidikan terakhir bendaraha DPD Golkar Sumut ini ditulis SLTA. Namun ditulis pernah kuliah di UISU (Universitas Islam Sumatera Utara) tahun 2006-2009. Tidak dijelaskan selesai atau tidak di PT (Perguruan Tinggi) tersebut.

Dari biodata tergambar selama ini Ichwan bergelut dalam dunia usaha. Antara lain pernah menjadi pengurus KTNA Sumut, BPD Hipmi Sumut, ketua Hipmi Medan, dan pengurus Kadin Indonesia. Diperkuat memiliki beberapa perusahaan.

Pastinya kiprah Ichwan di Madina belum terlihat. Sepekan terakhir, didampingi sejumlah tim pemenangan dia mulai melakukan roadshow bertajuk silaturrahmi ke kediaman sejumlah tokoh agama, tokoh adat, dan tokoh masyarakat di daerah ini. Ini bagian dari langkah sosialisasi serta mencari dukungan.

SAIPULLAH NASUTION. Nama calon bupati yang memilik jargon Sahata ini mulai banyak dikenal masyarakat Madina jelang pemilihan legislatif 2024 lalu. Sama dengan Harun, ia juga calon anggota DPR-RI dari Partai Golkar daerah pemilihan (Dapil) Sumut 2—antara lain meliputi: Madina dan kabupuaten/kota lainnya di Tabagsel. Sama dengan Harun, Saipullah pun gagal menuju Senayan.

Nama Saipullah mulai agak dikenal masyarakat Madina setelah ia menjabat ketua umum Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Keluarga Nasution (DPP Ikanas). Lewat “bendera” Ikanas, dia kerap melakukan kunjungan ke Madina, termasuk dalam memberikan bantuan sosial dan bea siswa pendidikan bagi mereka yang tak mampu.

Perjalanan karier Saipullah sebagai birokrat tergolong komplit. Lelaki yang lahir di Desa Gunung Baringin, Panyabungan Timur, Madina ini pernah menjabat kepala Kantor Bea dan Cukai Wilayah: Aceh, Kalimantan Barat, dan Jawa barat hingga menduduki jabatan strategis di Direktorat Keberatan Banding dan Peraturan pada Dirjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan RI.

Usai mengabdi sebagai birokrat, Saipullah bergabung dengan Partai Golkar dan menjadi salah seorang pengurus di DPD Golkar Sumut.

Pada pemilu legislatif lalu, Saipullah tak melenggang menuju Senayan lantaran suaranya hanya mendekati 30 ribu. Gagal mendapat kursi DPR-RI, tidak membuatnya terpuruk. Justru dia putar haluan, ikut bertarung merebut jabatan bupati Madina. Gayung bersambut, dukungan partai pun didapat jauh melampaui syarat yang ditentukan undang-undang.

Secara umum masyarakat di kabupaten ini belum begitu mengenal sosok Saipullah. Kalaupun hapal nama, itu lantaran masyarakat sering membaca alat peraga kampanye dia pada pemilu lalu. Pastinya, jam terbangnya sebagai birokrat tentu saja tidak diragukan lagi.

ATIKA AZMI UTAMMI. Gadis yang dilahirkan di Kotanopan, Madina pada, 1 Desember 1993, ini sekarang masih menjabat wakil bupati mendampingi H.M. Jafar Sukhairi.

Pada Pilkada 2024, dia kembali mengincar jabatan wakil bupati Madina berpasangan dengan Saipullah. Banyak pihak sebenarnya menyangkan Saipullah memilih Atika sebagai pendampingnya, namun itulah politik. Sebelum menjatuhkan pilihan untuk sosok calon wakil bupati, pasti banyak sisi pertimbangan dalam menentukan keputusan.

BERITA TERKAIT  Meritokrasi di Pemkab Madina, Baru Sebatas Bibir (Bagian: 1)

Di mata masyarakat, kiprah positif Atika selama menjabat wakil bupati tak begitu mencolok. Sejumlah janji politiknya saat jelang Pilkada 2020 hingga kini belum terealisasi.

Sebut saja meritokrasi yang disampaikannya secara berapi-api saat debat paslon. Justru dia dituding turut andil ber-KKN (kolusi, korupsi, dan nepotisme) dalam menempatkan seorang aparatur pada jabatan tertentu di Pemkab Madina.

Harga kopi Mandailing menjadi Rp400 ribu per kilogram seperti pernah diumbar, belum terbukti. Upaya menuju ke arah sana pun, tidak tampak.

Lalu, janji pasangan Sukhairi-Atika terhadap masyarakat pantai barat di atas materai, tampaknya bakal tinggal kenangan.

Bea siswa bagi aparatur untuk jenjang S-2 di luar negeri melalui LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan) seperti diungkapkan saat debat paslon, tidak terdengar realisasinya. Kalau sudah ada, berapa orang. Itulah sekilas tentang Atika.

Belum lagi soal tudingan yang dialamatkan kepada Atika gurita bisnisnya selama menjabat wakil bupati. Gerak-geriknya hampir tak lepas dari sorotan publik dan pers.

Beberapa hari terakhir ramai didiskusikan berbagai kalangan mengenai gelar akademik dari luar negeri milik Atika dipertanyakan keabsahannya lantaran belum penyetaraan dengan Indonesia. Padahal dalam surat-surat resmi pemkab yang ditekennya,  kerap menggunakan gelar akademik tersebut.

Terakhir pers menyoal aktivitasnya beberapa bulan terakhir dalam kegiatan pemkab yang terkesan berlebihan, baik di lingkungan pemkab maupun di tengah masyarakat.

Jelang masa cuti karena mengikuti pilkada, Atika seolah memanfaatkan jabatannya secara full untuk melakukan tebar pesona, dan hal ini tampak memang sengaja “dilepas” bupati. Memang ada kesan, Sahata merupakan bayang-bayang SUKA (Sukhairi-Atika).

Banyak pihak memperkirakan kalau saja Saipullah tak berpasangan dengan Atika, peluang menang lebih besar. Sampai ada yang menyebut, suara paslon nomor 1 bisa tergerus oleh figur seorang Atika.

Tentu Atika juga bukan tak punya kelebihan. Tak menutup kemungkinan dia bakal menggunakan kekuatan aparatur pemkab dan perangkat desa untuk membantunya mendapatkan suara masyarakat. Ini dugaan saya, karena gejala ke arah sana sudah tampak.

Itulah sekadar gambaran umum dua paslon yang siap bertarung dalam Pilkada Madina 2024. Siapa yang bakal unggul, tentu masyarakat yang memiliki hak pilihlah sebagai penentu. Masa kampanye baru bakal dimulai dua hari kedepan.

Popularitas Harun, Saipullah dan Atika memang sudah diakui, namun Ichwan belum banyak dikenal masyarakat. Mampukah dalam waktu yang relatif singkat ini kedua paslon meyakinkan pemilih supaya memilih mereka atas dasar visi, misi dan gagasan membangun Madina kedepan.

Saya cuma khawatir visi, misi dan gagasan yang ditawarkan kedua paslon bukanlah penentu bagi pemilih dalam menentukan sikap di TPS (Tempat Pemungutan Suara). Tetapi mayoritas masyarakat berpikir prakmatis. Mana “siraman” lebih dahsyat, itulah yang mereka pilih. Ungkapan seperti ini sudah kerap saya dengar.

Jika pola pikir prakmatis masih terjadi, siap-siap saja masyarakat menyaksikan dalam pemerintahan mendatang paslon pemenang hanya fokus mengembalikan modal, melunasi pinjaman, mengambil alih aset yang sempat tergadai, dan mendulang keuntungan. Soal pembangunan dan kesejahteraan rakyat, itu urusan belakangan.

Kita tak ingin ada pemimpin Madina hanya berpikir menggerogoti uang rakyat, sebut saja melalui: fee proyek fisik, mutasi pejabat, mutasi kepsek, penerimaan pegawai, dana desa (DD), dana BOS (Biaya Operasional Siswa), dan apa saja yang bisa “diolah”.

Sepanjang tak punya kepentingan dengan kedua paslon, saya kira anda sulit menentukan pilihan…(*)

AKHIRUDDIN MATONDANG, pemimpin redaksi dan penanggung jawab beritahuta.com

 

 

BERBAGI