BERITAHUta.com–Jika ingin benar-benar menegakkan Pilkada Mandailing Natal (Madina), Sumut yang jurdil, mestinya KPU setempat mengumumkan nama-nama yang sudah meninggal dalam daftar pemilih tetap (DPT) di tiga TPS yang bakal dilakukan PSU pada, Sabtu (24/4-2021).
Penegasan itu disebutkan Adi Mansar, kuasa hukum pasangan Ja’far Sukhairi Nasution-Atika Azmi Utammi (SUKA), kepada media ini, Selasa petang (20/4-2021).
Selain yang sudah meninggal, KPU juga seharusnya mengumumkan nama-nama dalam DPT yang sudah resmi pindah alamat, atau dengan alasan lain sehingga tidak memungkinkan hadir saat PSU.
Hal ini dinilai tidak terlalu sulit, sebab jumlah DPT di tiga TPS (tempat pemungutan suara) hanya sekitar 1.200 warga.
Tiga TPS yang akan melaksanakan PSU sesuai amar putusan majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yaitu: di TPS-001 Desa Bandar Panjang Tuo, Kecamatan Muarsipongi dan TPS-001 serta TPS-002 Desa Kampung Baru, Kecamatan Panyabungan Utara.
Menurut Adi Mansar, pengumuman KPU tersebut sangat perlu, sehingga masyarakat tahu jumlah pemilik hak suara yang bakal hadir pada hari H diadakan PSU.
“Saya harapkan semua paslon, baik nomor 1,2 dan 3 menjauhi kerja-kerja yang menghalalkan segala cara. Sebab masyarakat Madina sudah tahu Pilkada 9 Desember 2020 cacat secara yuridis,” ujarnya.
Semua paslon y mesti menghindari hal-hal memalukan. Apalagi, , ada niat mendapat dukungan suara dengan mengumpulkan KTP penduduk yang punya hak suara, lalu menyimpannya di suatu tempat. “Jika ini terjadi, melanggar PKPU berkenaan Pilkada,” katanya.
Karena itu, KPU seharusnya memastikan masyarakat yang berhak memilih pada PSU nanti wajib dapat undangan mengingat jumlah penduduk yang punya hak pilih hanya sekitar 1.200 orang.
“Tidak ada pemilih yang hanya datang membawa KTP ke TPS. Pemilih yang membawa surat undangan secara resmilah yang dapat surat suara. Kecuali ada pemilih tambahan yang pada pencoblosan 9 Desember 2020 lalu, tercatat dalam daftar PTB sebanyak 11 pemilih. Mereka hanya membawa KTP, dan tidak ada tambahan lagi,” jelas Adi Mansar.
Hal itu harus menjadi perhatian penyelenggara, termasuk masyarakat agar menjaga orisinalalitas pemilih. “Masyarakat Madina harus berani mengawasi kerja penyelenggara. Kerja paslon yang kemenangannya dianulir MK akibat terbukti ada kecurangan terstruktur, sistematis dan masif,” ujar Adi Mansar.
Awasi KTP Palsu
Adi Mansar juga mengkhawatirkan lahirnya KTP (kartu tanda penduduk) dadakan atau KTP aspal (asli tapi palsu) jelang PSU.
Karena itu, hendaknya pihak-pihak terkait tidak menerbitkan KTP atas nama mereka yang terdaftar dalam DPT, padahal pemilik nama dalam KTP bukan orang yang sebenarnya.
“Ini bisa saja terjadi karena kekuasaan yang dimiliki. Penyelenggara dan masyarakat harus mengawasinya, ” katanya.
KTP aspal yang dimaksud Adi Mansar adalah KTP yang baru diterbitkan untuk orang lain dengan menggunakan nama pemilik hak suara sesuai DPT. Padahal nama pemilik dalam KTP aspal tidak lagi domisili di desa yang akan dilakukan PSU.
KPU dan Bawaslu Madina selaku penyelenggara mesti punya komitmen mengantisipasi kemungkinan terbit KTP aspal. “Harus ada komitmen kuat dari penyelenggara, sehingga jika terdapat salah satu pemilih, misalnya, diketahui menggunakan KTP palsu atau KTP dadakan maka suara pilihannya dibatalkan. Jika perlu paslon yang didukung dibatalkan, “jelas Adi Mansar.
Menurutnya, secara yuridis PSU di tiga TPS dilakukan karena penyelenggara tidak becus. Lalu dimanfaatkan paslon tertentu untuk meraup suara dengan jumlah yang sangat besar.
Secara sosiologis, pengalaman pencoblosan 9 Desember2020 lalu, telah cukup bagi masyarakat untuk dijadikan bahan analisa bahwa begitu tinggi syahwat politik kelompok-kelompok tertentu untuk memenangkan kontestasi pemilihan bupati dan wakil bupati ini dengan cara melawan hukum.
“KPU dan Bawaslu harus betul-betul independen. Semua tindak-tanduk terkait pelaksanaan PSU bisa berujung pada pelanggaran etik dan juga pidana umum,” ujar Adi Mansar. (*)
Peliput: Tim
Editor: Akhir Matondang