BUKAN Atika Azmi Utammi namanya, jika tak kerap belunder. Kali ini, wakil bupati Mandailing Natal (Madina), Sumut itu menjadi sorotan publik lantaran akun instragram miliknya, @atikaazmiutammi memposting ulang (repost) promosi joki skripsi.
Iklan promosi joki skiripsi diposting melalui Instastory akun instragramnya, @atikaazmiutammi pada, Selasa (8/4/2025). Tertulis dalam poster iklan: Promo Spesial Edisi Lebaran Penyusunan Proposal (BAB 1 2 3) dan Skiripsi (BAB 4 5) Diskon 25 % Hanya untuk 10 Orang.
Sekadar mengingatkan, joki skripsi adalah orang yang mengerjakan skripsi untuk mahasiswa yang hendak menyelesaikan kuliah dengan imbalan uang. Joki skripsi juga dikenal sebagai penulis hantu (ghost writer).
Joki skripsi merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan sesorang atau pihak yang menawarkan jasa pembuatan skripsi atau tugas akhir mahasiswa. Dalam praktiknya, joki skripsi menyusun, menulis, dan menyelesaikan skripsi atas nama mahasiswa yang membayar atau menggunakan jasanya.
Joki skripsi bekerja dengan jaminan hasil pekerjaannya lolos plagiarisme melalui software tertentu. Hanya dengan membayar sejumlah harga yang disepakati, mahasiswa tak perlu kerja keras mendapat nilai status lulus.
Namun, jika praktik perjokian skripsi atau tugas kuliah ketahuan, tentu berisiko tinggi mendapat sanksi dari pihak kampus.
Dengan kata lain, praktik perjokian, baik joki skripsi, joki tugas kuliah atau joki ujian merupakan perbuatan yang tidak dibenarkan dalam dunia pendidikan. Dalam kata ekstrimnya: haram.
Nah, kenapa Atika seceroboh itu mempromosikan sesuatu yang haram dilakukan. Apakah dia belum belajar terhadap kasus-kasus dan belunder yang melibatkan namanya semasa menjadi wakil bupati periode bupati H.M. jafar Sukhairi Nasution.
Perbuatan joki skiripsi bukanlah hal sepele dalam dunia pendidikan. Kemendikbudristek menegaskan jasa joki tugas adalah salah satu bentuk pelanggaran etika dan hukum. Joki tugas disebut sebagai bentuk plagiarisme yang dilarang undang-undang.
“Civitas academica dilarang menggunakan joki (jasa orang lain) untuk menyelesaikan tugas dan karya ilmiah karena melanggar etika dan hukum,” kata pejabat Kemendikbudristek, Kamis (25/7), dikutip dari CNN.
Konsekuensi hukum mengenai joki skiripsi tugas akhir tertuang dalam Pasal 25 Ayat (2) UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
Klarifikasi Sesat
Peribahasa buruk rupa cermin dibelah atau buruk muka cermin dibelah berarti menyalahkan orang lain atau hal lain atas kesalahan atau keburukan diri sendiri, tanpa mau mengakui kesalahan atau kelemahan pribadi.
Peribahasa itu menggambarkan seseorang yang menyalahkan keadaannya yang buruk kepada orang lain. Padahal kesalahan sendirilah yang menyebabkan terjadi hal tersebut. Tidak mau mengakui kesalahan atau kelemahan sendiri.
Itulah perumpaan yang dilakukan Atika menyikapi postingan instagramnya. Dalam rilis yang dikeluarkan Diskominfo Pemkab Madina pada, Kamis (10/4/2025), Atika memberikan klarifikasi mengenai posting ulang promosi joki skripsi yang muncul di Instagram Story akun miliknya.
Atika menyebutkan posting ulang promo joki skiripsi tidak sepengetahuannya karena akun instagram @atikaazmiutammi dikelola admin.
Dalam klarifikasi disebutkan Atika sudah meminta penjelasan admin. Tak dijelaskan identitas admin, namun menurut wakil bupati dia pernah memerintahkan admin mempromosikan usaha atau dagangan masyarakat Madina lewat posting ulang di Insta Story akun tersebut.
“Itu sebagai bentuk dukungan terhadap UMKM di Madina, terlebih banyak mahasiswa jualan online. Tidak ada niat promosi hal-hal yang melanggar hukum atau mencederai pendidikan,” katanya.
Lalu, Atika berdalih admin mengira postingan itu iklan usaha seperti iklan lain yang pernah diposting ulang. “Itu murni keteledoran admin dan tentu menjadi pelajaran untuk lebih hati-hati di masa mendatang,” ujar wakil bupati yang pernah dipanggil Poldasu terkait dugaan keterlibatan carut marut penerimaan PPPK Madina 2023 serta dugaan korupsi dana stunting.
Wabup berharap masalah ini tidak menimbulkan polemik berkepanjangan, apalagi sampai mendiskreditkan pendidikan. “Untuk admin, saya pastikan akan memberikan teguran agar hal seperti ini tidak terjadi lagi,” tutup Atika.
Menurut saya, klarifikasi Atika tersebut sesat dan tak dapat diterima akal sehat. Ini sama saja seperti peribahasa buruk rupa cermin dibelah. Meskipun suatu akun media sosial (medsos) dikelola admin, tetapi penanggung jawab daripada segala aktifitas medsos tersebut tetap pemilik akun.
Ini sama saja, ketika nitizen mengapresiasi postingan suatu akun, yang dapat nama baik adalah pemilik akun. Nitizen tak tahu siapa di “balik layar” akun tersebut. Sebaliknya, jika suatu akun memposting menyangkut SARA, misalnya, maka yang diproses hukum terlebih dulu ada pemilik akun.
Jadi sikap Atika seolah lempar tanggung jawab adalah sikap kekanak-kanakan. Terkesan menganggap masyarakat atau nitezen (maaf) tolol, dengan mengkambing hitamkan admin. Teguran itu hanya teknis internal antara pemilik akun dengan admin, tak akan merubah pandangan publik terhadap akun tersebut.
Sudah banyak kasus, jika admin seorang pejabat, contohnya, melakukan kesalahan, maka yang minta maaf adalah pemilik akun. Terlepas adminnya ditegur, disanksi, atau dipecat bagi masyarakat itu tak begitu penting. Yang dtuntut permintaan maaf pemilik akun secara terbuka.
Jika Atika tidak meminta maaf, sejarah mencatat wakil bupati Madina tersebut bagian dari penoda dunia pendidikan di tanah air.
Dikutif dari Google AI Overview, secara umum pemilik akun medsos memiliki tanggung jawab atas tindakan admin atau karyawan yang menggunakan akun tersebut.
Jika admin melakukan kesalahan yang merugikan pihak lain, pemilik akun biasanya bertanggung jawab dan meminta maaf atas nama akun, terutama jika kesalahan itu terkait dengan brand atau bisnis yang dikelola.
Poin pentingnya, yakni: Pertama, pemilik akun bertanggung jawab atas konten yang diposting dan tindakan yang dilakukan menggunakan akun tersebut. Ini termasuk tindakan admin atau karyawan yang dianggap melakukan kesalahan atau merugikan orang lain.
Kedua, jika kesalahan admin menyebabkan kerugian atau dampak negatif, pemilik akun harus meminta maaf atas nama akun. Ini menunjukkan tanggung jawab dan menghormati orang yang dirugikan.
Ketiga, pemilik akun harus berkomunikasi secara jelas dengan orang yang dirugikan dan menjelaskan situasi. Ini dapat membantu mengurangi dampak negatif dari kesalahan dan membangun kepercayaan kembali.
Keempat, setelah kesalahan terjadi, pemilik akun harus melakukan evaluasi dan mengambil tindakan preventif untuk menghindari kesalahan serupa di masa depan.
Kelima, jika kesalahan atau tindakan admin melibatkan pencemaran nama baik atau pelanggaran hukum lainnya, pemilik akun harus siap menghadapi konsekuensi hukum yang mungkin terjadi.
Kesimpulannya, pemilik akun medsos harus bertanggung jawab atas tindakan admin dan meminta maaf jika terjadi kesalahan. Ini penting untuk menjaga reputasi akun, membangun kepercayaan dengan audiens, dan menghindari potensi masalah hukum.
Dengan demikian, sepanjang Atika selaku pemilik akun Instagram: @atikazmiutammi belum meminta maaf secara terbuka melalui akun tersebut, sepanjang itupula persoalan ini belum dianggap selesai dan tak menutup kemungkinan menjadi polemik.
Saya tak tahu apakah pelecehaan dunia pendidikan melalui promosi joki skiripsi ini sama halnya dengan tindakan Atika yang kerap menggunakan gelar akademik luar negerinya di belakang namanya. Sebab diduga gelar akademik tersebut belum dipersamakan di tanah air.
Itulah sebabnya saat daftar sebagai bakal calon wakil bupati ke KPU Madina Atika menggunakan ijazah SLTA.
Tak tahu juga apakah klarifikasi Atika tersebut sebagai bentuk pelecehan terhadap dunia UMKM, silakan masing-masing di antara kita menilai sendiri. (*)
Penulis: akhiruddin matondang